Waktu istirahat mungkin menjadi kabar paling bahagia bagi Indi hari itu. Indi terlihat lelah dan penuh dengan keringat.
Ia lalu memutuskan untuk duduk di salah satu bangku taman depan asrama. Meskipun melelahkan, Indi merasa mulai suka dengan tempat ini. Ia tak harus selalu berjalan merunduk ataupun mengurung diri di kamar kecil untuk bersembunyi.
Ia mulai terbiasa dengan semilir angin segar dari perkebunan, hawa dingin para hantu, bahkan nyanyian khas dari suara roh-roh alam, yang sampai sekarang tak bisa ia lihat.
“Hai,” sapaan seseorang memecah keheningan Indi.
Lelaki itu lalu duduk di samping Indi. Entah apa yang ia pikirkan, namun setiap kali Indi melihatnya degub jantungnya menjadi tak stabil.
“Ri\- Rico?” tebak Indi, gugup.
Lelaki itu lalu tertawa, “akhirnya kau mengingatku,”
Rico lalu mengambil sesuatu dari tasnya, dan memberikannya pada Indi.
“Kau pasti lelah,”
Indi mengambilnya, sebotol air mineral dingin. Rico lalu menatapnya dalam. Hal itu membuat Indi tersipu. Dia pasti sedang mengendalikan emosiku! Aku tak boleh terpengaruh! Batin Indi.
“Kau tahu, sejujurnya aku mulai bosan dengan suasana ini,” Rico berhasil memecahkan suasana hening yang Indi ciptakan.
Indi lalu memberanikan diri melihat wajah pria itu. Ia tampak berbeda. Wajahnya seperti menyembunyikan kelelahan dan kesedihan. Entah darimana Indi tahu semua itu.
“Kau baik\-baik saja?” Tanya Indi.
Rico tersenyum simpul, “Kau tau apa yang aneh?”
Indi menggeleng. “Seorang Interiorem pandai untuk menenangkan perasaan seseorang, namun tidak dengan dirinya sendiri,” katanya lalu menengadahkan pandangannya ke langit.
“Setiap kali aku merasakan perasaan ini, aku sadar bahwa sekalipun aku Indigo, tapi aku masih manusia.”
Indi tak tahu harus bersikap kagum ataupun sedih melihat lelaki di sampingnya itu, namun dari dalam dirinya mendorongnya untuk menyentuh Rico.
“Kau akan baik\-baik saja.” Kata Indi.
Rico lalu tersenyum, “Terima Kasih. Aku merasa lebih baik setelah bersamamu.”
Lelaki itu lalu beranjak dari tempat itu. “Dasar genit!” celetuk seseorang.
“Kau baru saja menggoda Rico kan?” hantu perempuan itu lalu menampakkan wujudnya.
“Jeannet! Kenapa kemunculanmu selalu menggangguku!” kata Indi kesal.
Jeannet menjulurkan lidahnya, “Kau tak akan bisa mengerti dengan lelaki itu,”
“Apa maksudmu?” Tanya Indi gugup
“Dia adalah satu dari banyaknya Indigo yang memiliki banyak kesedihan dalam kehidupannya. Ayahnya tewas dalam kecelakaan kereta api, ibunya sakit dan meninggal saat mendengar kabar dari adiknya yang hilang,” kata hantu cilik itu.
“Adiknya hilang? Apa dia Indigo?”
Jeannet mengangguk, “Beberapa anak Indigo merupakan keturunan, dan yang lainnya merupakan karunia. Pada kasus Rico, seluruh keluarganya adalah Indigo.”
“Apakah semua yang terjadi ada hubungannya dengan The Sanctus?”
Jeannet diam. Matanya nanar. Indi baru ingat kalau hantu akan merasa sedih, jika bersinggungan dengan kematiannya. Dan Jeannet adalah salah satu anak malang yang kehilangan nyawanya karena The Sanctus. Jeannet menatap murung ke tanah. Indi berusaha menghiburnya.
Jeannet menahan isaknya,
“Tak apa, setidaknya Rico selamat hari itu, dan berhasil dibawa ke tempat ini. Sejak hari dimana ia ada disini, ia selalu meminta misi untuk keluar,”
“Misi?”
“Beberapa Indigo yang dianggap mampu oleh Maddam Noella akan diutus keluar dari tempat ini untuk melakukan misi. Beberapa diantaranya merupakan misi mudah, seperti menjual. Kemudian ada misi untuk mencari Indigo lain. Dan Rico. Dia selalu meminta misi yang berhubungan langsung dengan The Sanctus.”
Mendengar penjelasan Jeannet membuat Indi menahan nafasnya. Kilasan-kilasan kejadian hari itu mulai muncul satu per satu di kepala Indi.
“Rico membenciku,” kata Jeannet lalu mulai menangis.
Indi lalu memeluknya, “Ia tak membencimu, kau tidak memiliki kesalahan apapun.” Kata Indi mencoba menenangkannya.
Jeannet menggeleng, “Aku yang membuat adiknya terbunuh.”
Kata-kata itu membuat tangisnya pecah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments