Catherine sudah menunggu Indi di depan kamar, saat ia keluar. Indi mengenakan kaos dan celana yang diberikan Catherine. Jeannet membantunya untuk mengikat rambut, setelah protes dengan gaya rambut Indi yang tampak seperti anak emo.
Indi memakai kaos lengan pendek berwarna ungu, dengan gambar pegasus di tengahnya. Jeans yang dipakainya ketat dan menutupi bagian atas lututnya.
“Kau tampak berbeda,” kata Catherine.
Indi kembali melihat tampilannya dari ujung kaki sampai bajunya. Ia memang berbeda. Dari kecil Indi selalu memakai jaket, karena sering merasakan hawa dingin walau cuaca hari itu adalah panas.
Rambutnya hitam lurusnya selalu dibiarkan menyentuh bahunya, juga salah satu matanya. Ia sengaja melakukan itu untuk menghindari pandangan orang lain.
“Apakah terlihat aneh?” tanya Indi.
“Tentu saja tidak! Kau terlihat luar biasa.” Balas Catherine.
Mereka lalu menuruni anak tangga. Tampak Fanny bersama teman-teman hantunya menatap Indi sinis. Salah satu hantu mengisyaratkan tangannya di lehernya. Kau akan tamat, katanya, tebak Indi dari gerak bibirnya.
Indi tidak tahu harus membalasnya dengan apa, tapi di dalam hatinya ia merasa bangga untuk pertama kalinya.
Seluruh penghuni asrama Elementum, sekitar 30 tiga puluh orang, berjalan keluar menuju ruang makan yang letaknya di sebelah barat dari arah asrama. Anak-anak asrama lain juga keluar dari asrama masing-masing.
Anak-anak asrama Spritus terlihat sangat ramai dari asrama lainnya. Setelah diperhatikan baik-baik ternyata yang lainnya bukan anak-anak yang masih hidup.
Secara keseluruhan ada sekitar sembilan ratus orang, yang mungkin tercampur dengan mereka yang bukan orang.
Ruangan itu besarnya seperti sebuah auditorium dengan atap berbentuk kubah yang disusun oleh kaca bening, membuat sinar bulan jatuh langsung di ruangan itu.
Meja-meja di ruangan itu berbentuk panjang, dan terbuat dari kayu mahoni yang dicat warna hitam. Di sisi lain terlihat beberapa hantu yang membawa nampan berisi makanan dan minuman. Bau sedap dari makanan merombak ruangan itu.
Di meja seberang, Lisa duduk bersama gadis-gadis cerebellum lainnya. Mereka tampak begitu serius. Di belakang meja anak-anak cerebellum, Indi melihat lelaki yang pernah ia temui, duduk bersama anak-anak Interiorem. Tampang mereka sangat tenang, dan membawa kedamaian.
Indi duduk di meja Elementum. Dari semua anak-anak yang ada di ruangan itu, hanya anak-anak dari asrama elementum yang begitu berisik.
Para hantu saling membantu membawakan piring\-piring makanan ke setiap meja.
“Apakah mereka juga ikut makan?” tanya Indi.
“Ya, mereka juga ikut makan, biasanya mereka mengambil inti sari dari makanan kita.” Jelas Catherine.
“Bagaimana kau bisa tahu?”
“Anggaplah aku ahli dalam pelajaran hantu di kelas.” Balasnya lalu terkekeh.
Semua orang lalu mulai makan. Di piring Indi ia mengambil sepotong ayam goreng, dan roti tawar, lalu segelas coca-cola. Suasana malam itu benar-benar menghangatkan Indi. Sesaat ia bisa melupakan segala hal yang telah menimpa dirinya.
Ketika semua sudah selesai makan, mereka lalu kembali ke asrama masing-masing. Kata Catherine jika di dapati anak yang masih berkeliaran diluar asrama diatas jam sepuluh malam, roh penjaga akan menculik mereka. Indi bersama anak-anak asrama Elementum kembali ke asrama.
Di kamar Indi memerhatikan suasana diluar. Langit berbintang menyala terang, tampak damai dengan suasana malam. Indi hendak tidur ketika dilihatnya bunga api yang menari\-nari dari balik taman.
Sekilas ia melihat seorang anak kecil yang tidak asing. Anak itu lalu melambai pada Indi. Kebingungan, Indi membuka jendela, namun tak ada siapa-siapa yang dilihatnya. Indi beranjak ke kasurnya. Ia mencoba mengingat sesuatu.
Gadis kecil yang dapat mengeluarkan api. Tak ada. Sepertinya ia hanya kelelahan setelah semua kejadian yang ia alami hari ini. Indi lalu memejamkan matanya mencoba tidur. Ia memikirkan ibunya, senyumnya, tawanya, dan belaiannya. Ia lalu tertidur.
**
Beberapa hari berikutnya, Indi mulai membiasakan diri dengan rutinitas di tempat UCI. Semua hal di tempat itu terasa normal \(Diluar hantu\-hantu yang beterbangan kesana kemari\), kecuali beberapa hal yang membuatnya harus bersusah payah. Apalagi Indi masih merupakan kategori Indigo yang belum diketahui kemampuannya.
Di pagi hari selain harus belajar pelajaran pada umumnya, ia juga harus belajar beberapa pelajaran tambahan seperti sejarah Indigo, Indigo menurut Sains, bahkan ia harus mempelajari karakter\-karakter hantu. Setelah itu, ia diwajibkan untuk mengikuti kelas\-kelas yang ia benci, yaitu olahraga.
Kalau kalian berfikir tentang volli, sepak bola, maupun badminton, maka kalian salah. Olahraga di tempat ini jauh dari semua ekspektasi itu. Dalam satu hari ia harus belajar cara berpedang, memanah, dan menembak (menggunakan property aman).
Setiap kali ia berfikir kalau kegiatan hari itu akan berakhir, akan ada kegiatan baru yang menunggunya. Kelas psikologi, MIPA murni, cakra dan ilmu dalam, dan beberapa kelas yang sudah ia lupakan namanya. Walaupun kebanyakan menyusahkan, tapi Indi senang dengan kelas terakhir, kelas meditasi. Satu hal yang pasti, Indi ahli dalam hal ini.
“Kenapa aku harus mengikuti semua kelas ini?” keluh Indi pada Catherine yang ikut mengambil kelas Meditasi hari itu.
“Karena kemampuanmu belum diketahui, sehingga kau belum bisa difokuskan pada kelas tertentu, satu lagi ini kelas meditasi, sebaiknya kau pelankan sedikit suaramu!” kata Catherine berbisik.
“Apa berpedang, memanah, dan menembak juga termasuk kelas sesuai kemampuan? Kemampuan mana itu? Aku bahkan hampir menembak seseorang saat kelas menembak” keluh Indi.
“Semua kelas yang kau sebutkan adalah kelas wajib! semua anak\-anak indigo remaja hingga dewasa akan dilatih agar memiliki kemampuan bertarung untuk kebaikan kita di masa depan,” Jelas Catherine dengan volume suara yang semakin kecil.
“Lagipula kau harus mulai mengasah kemampuanmu! Minggu ini akan ada festival tahunan yang wajib diikuti oleh setiap penghuni asrama,”
“Apa maksudmu?” Dari suaranya Indi terdengar sangat tidak tertarik dengan ide festival dan wajib.
“Festival tahunan Indigofera. Setiap tahun UCI pasti mengadakannya untuk perayaan hari berdirinya tempat ini. Di festival itu harga diri setiap asrama dipertaruhkan, dan asrama kita selalu mendapat posisi terbawah setelah Naturae. Karena itu kita harus menang di tahun ini. Dan aku berharap padamu." Kata Lisa, diikuti dengan ekspresi melelahkan dari Indi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments