...Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏...
Mataku masih senantiasa terpejam dan berbaring nyaman di atas ranjang ruang kesehatan. Namun kurasakan sesuatu mengelus rambutku dan tanganku digenggam dan dielus dengan begitu lembut.
Aku mencoba membuka mata, namun perasaan ini terlalu nyaman dan rasanya aku ingin terus melanjutkan tidurku. Kurasakan elusan di kepalaku berhenti dan beralih mengelus perutku naik turun dan memutar.
Aku mencoba membuka mata dan tersentak saat menemukan Sean duduk di sebelah ranjangku. Mataku melotot ke arahnya dan menatapnya heran.
"Sir, anda—" Belum selesai aku bicara, dia sudah memotong perkataanku.
"Sudah, istirahatlah! Maafkan aku." Ucapnya lembut. Aku mengernyit bingung, untuk apa dia meminta maaf? Apa jangan-jangan karena masalah melecahkanku waktu itu.
"Kenapa anda minta maaf?" Tanyaku heran dan menatapnya bingung.
"Apa aku salah minta maaf?" Tanyanya nyolot dan aku langsung memutuskan untuk diam tak meladeninya. Tak ada gunanya menyahuti perkataan pria ini.
"Sir, tangan anda tolong!" Ucapku menginterupsi tangannya yang masih berada di atas perutku dan tangannya yang lain menggenggam tanganku.
"Sudah kukatakan panggil aku Sean saat kita hanya berdua!" Ucapnya marah sambil melepas tangannya di perutku, namun tidak dengan tangannya yang menggenggam tanganku.
"Tetapi anda atasan saya dan ini wilayah Kantor." Ucapku gugup sambil menatapnya yang kini melempar tatapan tajam padaku.
"Aku Bosnya. Panggil aku Sean, kalau tidak aku akan menciummu!" Ucapnya dingin, namun terkesan tegas dan menuntut.
"Tapi Sir—"
Dia bangkit dari kursinya kasar, sampai kursi tersebut terjungkal ke belakang dan menimbulkan suara terjatuh yang keras.
Dengan gerakan super cepat dia naik ke atas ranjangku dan langsung menciumku kasar. Jemarinya masuk ke helaian rambutku dan menarik rambutku agar kepalaku mendongak dan memudahkan dia menciumku lebih dalam. Satu lagi tangannya menekan tengkukku semakin dekat.
Aku terhenyak pusing. Bibirku yang luka semakin sakit dan bertambah perih. Mataku terpejam tak kuat merasakan sensasi kasar dan liar ini. Tubuhku lemas dan pasrah membiarkannya menuntutku dalam ciuman ahlinya.
Tanganku hanya dapat mencengkeram punggung jasnya untuk melampiaskan apa yang kurasakan. Tubuhku benar-benar lemas untuk memberontak dari ciumannya. Kurasakan tangannya turun dan mencengkeram pinggulku, membuat rasa panas semakin menggejolak dalam tubuhku.
Hingga akhirnya dia melepas ciuman yang dia mulai dan kami saling berebut udara dengan nafas terengah-engah. Dengan hidung yang masih saling bersentuhan, pria di atasku ini menatapku dengan tatapan lembut. Kutatap wajahnya yang ikut tersengal dengan mulut terbuka.
Perlahan kurasakan jempolnya mengusap bibir bawahku dengan lembut dan mata kami saling bertatapan lekat.
"Aku tak main-main dengan ucapanku." Ucapnya menatapku lekat, masih dengan jarak yang begitu dekat.
Kembali dia meraih bibirku, membelai, dan memporak-porandakannya. Bibirnya yang penuh membuat mulutku semakin terasa penuh. Tanganku yang tak bisa diam, naik dan menjambak kecil rambutnya.
Tangan Sean semakin aktif mencengkeram pinggulku hingga mulai mengelus turun. Sampai akhirnya dia kembali melepas ciumannya dan menatapku lagi.
"Coba langgar perkataanku lagi kalau kau ingin menerima hukumannya." Ucapnya dengan senyum miring. Dia pasti kesenangan dan aku hanya bisa pasrah saat ini. Aku menatapnya tajam dan memukul bahunya mengisyaratkan agar ia turun dari atasku.
"Turun! Bagaimana jika Karyawan yang lain melihat?" ucapku dingin sambil terus mendorong kedua bahunya agar menjauh dariku. Dia tidak ingin aku memanggilnya Sir, jadi jangan salahkan jika aku berbicara tidak sopan padanya.
Dan untungnya, dia turun dari atas ranjang dan berdiri dengan wajah dinginnya. Aku berbalik memunggunginya dan tak ingin menatapnya saat ini.
"Lebih baik kau pergi." Ucapku tak mau melihat dirinya.
Beberapa detik, hening tanpa jawaban darinya, aku mulai penasaran apa yang dilakukan pria itu di belakangku. Apa dia sudah pergi? Atau tidak?
Dengan rasa penasaran yang memuncak, aku memutuskan membalikkan badanku dan terkejut mendapati dia masih berdiri di sana dengan wajah dinginnya.
"Kau kenapa masih di sini?" Tanyaku panik, takut-takut dia akan menghukumku lagi.
"Aku akan pergi, setelah kau memanggil namaku dengan benar, sekali saja." Aku mengernyit bingung dan menatapnya aneh. Ada apa dengan pria di depanku ini? Dia benar-benar aneh.
"Serius?" Tanyaku untuk meyakinkan perkataannya dan menatapnya menyelidik.
"Ya." dia menjawab singkat, padat dan jelas. Aku meneguk ludah gugup, mencoba untuk menenangkan diriku. Bagaimanapun, aku mana bisa memanggil atasanku sendiri dengan namanya. Aku ragu, namun demi menyelamatkan diri sendiri, aku harus melakukannya.
"Sean." Ucapku sambil menatap matanya yang juga menatapku lekat. Aku mengernyit saat dia tanpa pamit dan tanpa kata apapun, langsung melenggang pergi ke luar dari ruangan ini.
Aku ternganga tak percaya melihat kejadian yang baru saja terjadi. Sepertinya pria itu memang orang aneh, tetapi juga menakutkan. Aku bahkan terintimidasi berada di dekatnya.
"Dasar aneh." Ejekku sambil menatap pintu yang tertutup.
Pikiranku kembali melayang dengan sentuhan bibirnya. Oh tidak, aku tidak menyukai perasaan ini, perasaan meremang setiap mengingat sentuhannya.
Bahkan, aku masih bisa merasakan jelas saat jemarinya menyusup di helaian rambutku dan terasa di kulit kepalaku. Saat bibirnya membelai bibirku dengan panas dan saat tangannya mencengkeram pinggulku hingga seluruh tubuhku meremang bergetar. Sungguh dia benar-benar menggoda dan aku tak dapat menyangkalnya.
Aku menggeleng mencoba menghilangkan semua bayangan itu dan memutuskan untuk kembali berbaring mencari posisi yang nyaman untuk beristirahat sepuas mungkin.
***
Aku tertidur cukup lama di ruang kesehatan, sampai jam makan siang datang. Beruntungnya Melanie datang ke ruang kesehatan sambil membawa makan siang untukku dan dirinya sendiri.
Aku terharu, dia bahkan membawakan berbagai makanan kesukaanku, serta strawberry juice kesukaanku. Melanie memang sahabat terbaikku.
Melanie menyiapkan meja khusus untuk pasien dan meletakkan makananku di sana. Aku bertepuk tangan senang, lalu menyerbu makan siangku dengan semangat.
Namun di sela makanku, lagi-lagi pria itu, ya atasanku yang aneh itu muncul dalam otakku. Dan yang muncul adalah kejadian ciuman liar tadi. Hell... Hilangkan dia dari otakku!
"Mel, apa kau tidak merasa aneh melihat CEO baru itu?" Tanyaku menatap Melanie yang sibuk memakan makan siangnya juga.
"Enggak tuh." Jawabnya santai. Apa jangan-jangan dia hanya begitu padaku saja?
"Kau tau, kemarin dia memanggilku ke ruangannya." Ucapku.
"Terus?" Tanyanya tak minat.
"Mel, dia menciumku!"
"WHATSSSSS?" Aku terperanjat kaget saat dia tiba-tiba berteriak, sampai-sampai makanan yang tadi ia kunyah muncrat ke luar dari mulutnya.
"Ih... Mel jorok." Gerutuku kesal.
"Maaf, namanya juga aku kaget." Ucapnya sambil membersihkan makanan yang tadi ia sembur dengan tisu.
"Tapi kau serius Vale?" Tanyanya tak percaya dan masih sibuk dengan kegiatan bersih-bersihnya.
"Iya dan hari ini dia juga datang ke sini dan kembali menciumku Mel." Aduku.
"WHAT? LAGI?"
"Emmh." Dehemku menjawab pertanyaannya. Aku kembali memakan makananku dan menunggu respon Melanie.
"Kenapa dia menciummu?" Tanyanya dengan raut penasaran.
"Kemarin, entahlah dia tiba-tiba menciumku begitu saja. Hari ini, dia menciumku sebagai hukuman karena tidak memanggilnya 'Sean' saat kami hanya berdua." Jawabku.
"Apa dia menyukaimu?" Tanyanya gamblang dan aku langsung menjitak kepalanya kesal.
"Jangan sembarangan!" Ucapku kesal.
"Tetapi Vale, dari ceritamu, sikapnya sangat aneh." Ucapnya memasang bibir cemberut sambil mengusap kepalanya yang kujitak.
"Benarkan." Balas Vale setuju.
"Sampai sekarang aku bahkan tidak bisa menemukan alasan yang tepat kenapa bibirmu bisa robek dalam semalam dan pergelanganmu memar-memar seperti itu." Kilah Mel yang berhasil membuatku kembali tersadar dengan kondisiku.
Ya, aku juga tak menemukan alasan yang tepat sampai sekarang kenapa bibirku bisa terluka seperti ini. Ciuman kasar? Ciuman kasar dapat membuat bibir sampai robek. Namun siapa?
"Ah.. Aku tidak mau memikirkannya." Rutukku kesal dan melanjutkan makanku dengan serampangan, namun pikiranku terus memikirkan tentang banyak hal, terutama Sean — si atasan gilaku.
Bersambung.....
Hai yang udah nunggu updatetan ceritaku. Oh iya aku mau bilang kalau cara baca nama sean itu terserah mau syon, sean, atau syan dan vale itu (vel).
Tapi kembali lagi deh sama kalian, senyaman kalian membaca nama mereka aja😉
Jangan lupa share, like, comment dan masukkan dalam list favorite kalian. 😊
Bye😘💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Lusi Yani
hahh iya pasti sean vampirrr
2021-11-12
0
Triiyyaazz Ajuach
knp sean bersikap spt itu ya
2021-08-24
0
Nira Yudhistira
🤔🤔🤔Sean?
2021-05-28
1