Arnon sudah berada di kamarnya. Pria itu nampak sangat kesal sekali.
"Kenapa aku tak peka sama sekali, seharusnya aku sudah tahu jika masakan itu di buat oleh, Melati!" mengacak-acak rambutnya frustasi.
Tring tring tring
Ponsel Arnon berbunyi. Di isana terpampang nama "Clara".
"Ya, Honey! ada apa?" tanya Arnon.
"Apa kau sibuk?" tanya balik Clara pada kekasihnya dengan nada manja.
"Tidak! memangnya kenapa?"
"Mmmmmm ... aku rindu padamu, Honey!"
"Besok kita bertemu di restoran saja, aku akan mengajak Melati juga," ucap Arnon tanpa ragu.
"Aku tak salah dengar? untuk apa kau mengajaknya." Dengan suara kaget bukan main.
"Kita tidak mungkin hanya berdua saja, apa kau ingin di sebut perusak rumah tangga orang? jika kau ingin beritamu menjadi topik hangat? mari kita berkencan saja."
"Huh, baiklah, Honey! aku ikuti rencanamu." Dengan nada suara pasrah.
"Nah, begitu baru Clara Davidson! aku mencintaimu, Honey!" ucap Arnon tersenyum manis.
"Aku juga mencintaimu, Honey!" balas Clara kemudian menutup teleponnya.
Di taman belakang Melati sibuk menanam beberapa bunga mawar dan melati.
Gadis itu terlihat sedang bergulat dengan beberapa peralatan menanamnya seperti sekop dan teman-temannya.
Ia mulai menggali dan menggali hingga tangannya mulai berlumuran tanah.
"Cangkul cangkul cangkul yang dalam, nanananana ... nanananana ... nanananana ...." Melati bernyanyi sambil terus menggali tanah membuat beberapa lubang untuk beberapa tanamannya.
Tanpa sengaja Arnon melihat ke arah taman rumahnya dan dia juga menangkap bayangan seorang gadis yang tengah sibuk menggali tanah.
"Apa yang sedang dilakukan gadis aneh itu?" terus menatap istrinya dari dalam kamarnya.
Entah dorongan dari mana, Arnon mulai berjalan keluar dari kamarnya menuju taman dimana istrinya tengah sibuk dengan tanah yang digalinya.
Melati masih tetap asyik dengan nyanyiannya. Keringat mulai bercucuran menetes di sekitar pelipis dan dahinya.
Gadis itu menyekanya menggunakan tangannya yang berlumuran tanah sampai wajahnya juga terdapat bekas tanah tersebut di beberapa bagian.
"Huh, panas sekali."
"Semangat, Melati! jika semua bunga ini sudah tumbuh, pasti lelahmu akan terbayarkan."
"Cangkul cangkul cangkul yang ...." Gadis itu berhenti bernyanyi saat suara bariton mengusiknya.
"Apa kau tak bisa membedakan mana yang di cangkul dan digali?" tanya pria itu yang tak lain adalah suaminya.
Melati menatap Arnon dengan tatapan acuh.
"Bukan urusanmu, Tuan muda! lagi pula ini kan aku yang menanam bunga bukan dirimu, jadi lebih baik kau masuk ke dalam dan jangan sampai kulit putih mulusmu itu menjadi gosong seperti kulitku ini." Menatap suaminya sekilas kemudian melanjutkan menggalinya lagi.
Bukannya pergi, pria itu malah merebut sekop yang ada di tangan Melati.
"Apa yang kau lakukan? kembalikan sekop itu! kau ambil saja sendiri sana," ucap Melati.
"Kau diam saja! biar aku yang melanjutkan sisanya, kau bisa istirahat di bawah pohon itu," pinta Arnon.
Arnon menunjuk ke arah pohon yang menjulang tinggi yang di bawahnya sudah tersedia tempat duduk untuk beristirahat.
"Aku tidak mau! kau saja sana! aku mau melanjutkan menanam bunga itu," tolak Melati.
"Kita tanam bersama saja! kau ambil bunganya, biar aku yang menggali," pinta suaminya.
Melati mengambil bibit bunga yang akan ia tanam, kemudian meletakkannya tepat di depan Arnon.
"Aku yang akan menanamnya," ucap Arnon
"Apa tidak apa-apa di tanam siang-siang begini? apa tidak akan mati?"
"Kau lihat ke atas! apa masih ada matahari?" tanya Arnon.
"Kenapa cuacanya tiba-tiba mendung begini," ucap Melati dengan wajah terheran-heran.
Arnon menanam semua bibit bunga yang diambil oleh istrinya. Saat semua telah selesai ditanam, pria itu mengambil air dan menyirami semua bunga yang baru ia tanam.
Gluduk gluduk jedderrr
Suara petir mulai terdengar samar-samar dari jarak yang cukup jauh.
"Kau kembalilah ke kamarmu, Tuan muda! aku tak ingin kau sakit, bisa-bisa aku menjadi korban kejulitan para fans setiamu itu, dan sepertinya akan turun hujan," ucap Melati.
"Sebentar lagi selesai, sudah tinggal sedikit." Terus menyiram tanamannya.
"Huh, pria keras kepala! apa dia tidak takut sakit."
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Mereka berdua berlari ke arah pohon besar, namun saat mencoba berteduh di bawahnya, air masih tetap membasahi tubuh keduanya.
"Aku kan sudah bilang! kau harus cepat masuk, jika begini kau bisa sakit," ucap Melati sambil mengusap air yang membasahi wajahnya.
"Sudahlah! ini hanya air hujan, tidak akan membuatku mencair, kau tenang saja."
"Tapi lihatlah dirimu! kau pasti kedinginan kan?" Melati memberikan sweater yang di pakainya.
Arnon menatap sweater istrinya. Pria itu mendekatkan dirinya pada tubuh Melati, kemudian sweater itu ia gunakan untuk menutupi kepalanya dan kepala sang istri.
Gadis itu menatap suaminya penuh tanya, sedangkan Arnon menatap manik mata Melati dalam.
"Apa kau kedinginan?" tanya Arnon memastikan.
"Tidak," jawab Melati singkat.
"Kau tak usah berbohong padaku, badanmu sudah menggigil seperti itu kau bilang tak kedingin." tersenyum simpul.
Arnon merangkul pundak Melati agar lebih dekat dengannya. Mentransfer suhu hangat tubuhnya ke tubuh istrinya.
Melati diam saja tanpa perlawanan karena tubuhnya memang sangat membutuhkan kehangat tubuh Arnon saat ini.
Hujan semakin deras di sertai angin. Udara juga semakin dingin.
Arnon mengeratkan rangkulannya, namun beberapa detik kemudian ia memeluk tubuh Melati yang memang masih menggigil.
"Ayo kita berlari saja kembali ke rumah, aku tak ingin kau sakit," ucap Melati dengan suara khas orang menggigil.
"Kau diam saja tidak usah banyak bicara! apa kau tahu apa hukumannya jika kau terus membantahku," ancam Arnon pada istrinya.
"Tapi ...."
Arnon melepaskan pelukannya pada Melati dan menarik pinggang gadis itu agar lebih dekat lagi padanya.
"Kau sudah membantahku, Nona! dan sekarang kau harus menerima hukumannya."
Pria itu membuka kacamata tebal yang dipakai oleh istrinya secara perlahan.
Tanpa aba-aba Arnon mendaratkan bibirnya pada bibir istrinya yang terasa sangat dingin.
Melati membelalakkan matanya. Ia seumur hidup tak pernah berciuman dengan pria manapun.
Tubuh gadis itu langsung menegang dan seakan ada aliran listrik yang mengalir menjalari setiap jengkal tubuhnya.
Rasa dingin berganti panas yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Berbeda dengan Arnon yang semakin menempelkan benda kenyal itu kepada bibir istrinya.
"Manis, aku ingin melakukan lebih dari ini," pikir Arnon.
Saat Arnon ingin menggerakkan bibirnya, dari kejauhan suara para pelayan sudah terdengar.
Arnon melepaskan ciuman mereka dan keduanya saling membuang muka.
Wajah Melati memerah, sedangkan Arnon merasa sangat malu. Ua tak menyangka kenapa bisa mencium wanita yang tak ia cintai.
"Tuan muda dan Nona ... maaf kami datang terlambat." Sambil memayungi dan menyelimuti kedua Tuannya dengan handuk tebal.
Mereka berjalan menuju ke arah rumah, namun keduanya masih saling curi pandang karena merasa khawatir akan kondisi kesehatan satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 291 Episodes
Comments
Noer Anisa Noerma
katanya g suka
2022-06-12
0
Suci Laura
wah arnon jadi romantis
2022-02-09
0
Taz
Wah ada yang nyuri cium nih dan ketagihan
2021-10-27
0