Keesokan harinya Agnez pulang dari perjalanan bisnisnya. Ia saat ini bekerja sebagai Sekretaris di sebuah perusahaan yang cukup besar.
"Ma!"
"Ma!"
Tak ada sahutan dari siapapun.
"Mama kemana sih, Ma!" dengan suara yang lebih keras lagi.
"Iya, Sayang! kamu sudah pulang?"
"Iya, Ma! Mama dari mana sih aku panggil dari tadi tak ada sahutan." Dengan wajah kesalnya.
"Mama masih sibuk bersih-bersih di belakang"
"Kenapa harus Mama yang mengerjakannya? kenapa tidak Melati saja."
"Kau tahu sendiri kan, Nez? jika bukan karena Mama ingin hidup enak, Mama juga tidak mau melakukan ini semua."
"Ini semua gara-gara Melati itu, Ma! hidup Mama jadi repot begini." Sambil meletakkan barang-barang yang ia bawa dari luar kota.
"Ini oleh-oleh untuk, papa dan Mama!" Memberikan 2 buah paper bag berukuran sedang.
"Terimakasih ya, Sayang! kau memang anak yang baik, tak seperti Melati itu yang tak pernah membelikan kami sesuatu." Dengan nada ketus.
"Oh iya, Sayang! Minggu depan gadis tak tahu diri itu akan menikah, dia akan keluar dari rumah ini dan apa kau tahu? keluarga calon suaminya itu orang kaya, sahabat dari, Marry!"
"Apa? Melati akan menikah Minggu depan? aku tak salah dengar, Ma? pria mana yang mau dengan gadis berkacamata super tebal begitu? heh, pasti calon suaminya juga jelek hahahaha! kasian sekali dia." Sambil terus tertawa terbahak-bahak.
"Kau ini lupa ingatan atau apa, Melati itu cantik, kau tahu sendiri bukan jika dia selalu di kejar-kejar oleh pria di kampusmu! apa kau tak paham kenapa dia menjadi seperti sekarang ini?" tanya Anggi pada putrinya yang tak peka.
"Aku tidak tahu, Ma!"
"Ya ampun, Agnez! dia itu berdandan seperti itu karena kau selalu merebut pria yang sedang mengincarnya! bukan Mama ingin membelanya, jika kacamata tebalnya itu dibuka, kecantikannya akan terpancar," jelas Anggi pada putrinya.
"Mama kenapa jadi membelanya sih! aku kan juga cantik, Ma? lebih putih aku daripada dia." Dengan suara kesalnya.
"Ya, kau memang lebih putih darinya, tapi kulit gadis itu lebih eksotis! jika saja ia memoles sedikit dirinya dan membuka kacamata tebalnya itu, para pria pasti mengejarnya dan kau hanya modal putih saja, sementara dia? hidung mancung, bulu mata lentik, dan kulit yang eksotis, sudah cukup membuat para pria terpikat." Lagi-lagi Anggi menjabarkan kecantikan Melati secara mendetail.
"Cukup, Ma! aku sudah muak Mama membelanya terus menerus." Dengan raut wajah marah penuh emosi.
"Mama berkata begitu, agar kau tak lengah dengan penyamarannya dan memotivasimu agar menjadi lebih baik dari dia, kau paham kan maksud, Mama?"
"Iya, Ma! aku tahu, aku harus lebih sukses dari dia dari segi apapun." Tersenyum licik ke arah sang ibu.
"Bagus itu baru anak, Mama! sekarang posisi kalian sudah berbeda jauh, kau seorang sekretaris dan dia seorang pelayan restoran hahahaha." Tawa keduanya mulai menggelegar saat membandingkan pekerjaan Agnez dan Melati.
Saat sore hari, waktunya Melati pulang bekerja. Para pelayan wanita di tempat Melati bekerja, memang sift kerja mereka tak lebih dari jam 6 sore, kecuali tempat tinggal mereka yang dekat dengan tempat kerja dapat mengambil sift malam.
Tok tok tok
"Yang mau menikah sudah pulang ya? bukannya harus dirumah sampai hari pernikahan tiba," ucap Agnez dengan nada meledek.
Melati tak menghiraukan ocehan Agnez yang meledek dirinya.
"Melati kamu sudah pulang, Nak?" tanya Hadi yang keluar dari dalam kamarnya.
"Iya, Pa!"
"Kamu mandi dulu sana! nanti kita makan sama-sama ya?"
"Iya, Pa!" Melangkah masuk kedalam kamarnya.
"Kamu tidak bantu Mama di dapur?" tanya Hadi pada Agnez yang sibuk dengan laptopnya.
"Aku masih sibuk, Pa!" Masih tetap menatap layar laptopnya.
"Baiklah kau kerjakan saja pekerjaanmu, nanti kita makan sama-sama." Melangkah ke arah meja makan.
Setelah semua hidangan tersaji di meja makan, Hadi memanggil kedua putrinya.
"Melati! Agnez! ayo makan dulu."
Melati keluar dari kamarnya, sementara Agnez berdiri dari sofa tempat ia duduk mengerjakan pekerjaannya.
"Ayo makan dulu." Hadi menatap ke arah Melati dan Agnez bergantian.
Agnez terlihat sangat terburu-buru memakan makanannya.
"Sayang! kau kenapa terburu-buru begitu?" tanya Anggi yang bingung dengan kelakuan anaknya.
"Aku harus menyelesaikan pekerjaanku, Ma! supaya bisa membelikan kalian rumah baru." Dengan nada sombongnya.
"Kau tak perlu susah-susah membelikan kami rumah! mertua Melati yang akan membelikannya, bukan begitu Mel?" tanya Anggi pada anak tirinya itu.
"Iya, Kak! uang yang Kakak dapat dari hasil bekerja bisa di tabung untuk keperluan lainnya " Sambil tersenyum ke arah Agnez.
"Huh, lagi-lagi gadis ini yang mendahului aku! awas saja ya? jika calon suaminya jelek akan aku tertawakan dia, jika tampan? akan aku rebut darimu Melati," gumamnya dalam hati.
"Oh, jadi sudah ada yang menanggung ya? syukurlah kalau begitu, uang yang aku dapat bisa untuk keperluanku sendiri, aku harus tetap tampil menarik, jangan sampai mempermalukan diri sendiri," sindir Agnez pada Melati.
Anggi tersenyum mendengar ucapan sang anak.Ia tahu jika Agnez tengah menyindir anak tirinya.
Hadi hanya bisa mendengarkan semua obrolan mereka. Ia tak akan bertindak jika sikap Anggi dan Agnez masih di batas wajar.
Mereka melanjutkan makannya, setelah selesai mereka kembali ke kesibukan masing-masing.
Di dalam kamarnya, Melati memandangi foto sang ibu.
"Ma! Minggu depan aku akan menikah dengan pria pilihan, mama! semoga apa yang mama pilih akan membawaku ke masa depan yang bahagia, karena aku hanya ingin menikah sekali seumur hidupku." Dengan suara yang mulai bergetar.
"Semoga Tuhan memberikan jalan yang lurus padaku, aku hanya ingin bahagia dan tak membebani keluargaku lagi." Sambil meneteskan air matanya.
Berbeda dengan Arnon yang berada di atas balkon kamarnya.
"Minggu depan aku akan menikah dengan gadis yang tak aku kenal! semoga saja dia tak membuat hidupku susah saat dia masuk kedalam keluarga ini, aku harus menceraikannya setelah pernikahan kami sudah 1 bulan. Aku tak ingin berlama-lama dengannya, aku ingin segera menikah dengan Clara." Sambil menghirup udara yang terasa sejuk di malam hari.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
"Halo, Honey?" jawab Arnon pada seseorang yang meneleponnya yang tak lain adalah Clara.
"Honey! aku sangat merindukanmu, satu bulan lagi aku usahakan lulus ya?"
"Iya, Honey! aku juga sangat merindukanmu, kau harus tetap semangat".
"Kau sedang apa?" tanya Clara.
"Aku sedang berada di balkon menghirup udara segar."
"Jangan terlalu lama di luar, nanti kau bisa masuk angin! apa kau sudah makan?"
"Iya, Honey! aku sudah makan, bagaimana dengan dirimu?"
"Sama aku juga sudah! aku tutup dulu ya? aku ingin istirahat, kau juga istirahat ya, Honey? aku mencintaimu." Menutup panggilannya.
"Aku juga mencintaimu, Clara! aku harap kita bisa secepatnya bersama." Sambil menatap walpaper pada layar ponselnya yang menampilkan foto Clara.
Keesokan harinya Melati hendak bersiap untuk berangkat bekerja, namun Hadi mencegahnya.
"Mel! kau mau kemana?"
"Aku mau bekerja, Pa!"
"Kau untuk 5 hari kedepan ini libur, Papa sudah meminta izin pada bosmu kemarin."
"Kenapa harus libur, Pa? kan lumayan gajinya." Dengan wajah cemberut.
"Kau akan segera menikah, Nak! dan itu memang hal yang harus kau lakukan, dilarang keluar rumah sampai hari pernikahan," jelas Hadi pada putrinya.
"Memang harus begitu ya, Pa?" tanya Melati dengan wajah kebingungan.
"Iya, Nak! ini demi kebaikanmu." Tersenyum ke arah putrinya.
"Baiklah! jika itu yang terbaik, aku akan mengikuti perkataan Papa." Memeluk ayahnya erat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 291 Episodes
Comments
dite
bapak sayang burung, butuh sarang utk burungnya tiap malam. jdi gpp anaknya diomelin dikit ama pemilik sarang 😷
2022-06-27
0
Noer Anisa Noerma
lanjuuutttttt
2022-06-12
0
Mahmun Bakri
waahhh ga nyimak ya,melati masih nyaman jd pelayan resto
2021-11-12
0