Susan dan suaminya Sandi yang tak lain ayah dari Arnon sedang berada di dalam kamarnya.
Sandi masih sibuk dengan berkas di tangannya. Ia duduk di sofa yang ada di kamar itu, sedangkan Susan tengah duduk di pinggir tempat tidurnya.
"Pi! ada yang ingin aku sampaikan."
"Ada apa, Mom? katakan saja." Sambil membolak-balikkan berkas yang ia pegang.
"Mommy akan menjodohkan Arnon dengan Melati anak dari Marry dan Hadi."
"Mommy serius dengan rencana itu? apa Arnon setuju?"
"Iya, Mommy serius, Pi! awalnya Arnon menolak, Papi tahu sendiri kan, kalau dia sudah berpacaran dengan, Clara! tapi janji Mommy dan Marry sudah terjadi sebelum mereka berpacaran, jadi Arnon dan Melati harus segera menikah." Berjalan kearah suaminya kemudian duduk di sampingnya.
"Kalau Arnon setuju Papi juga setuju, Mom! lagi pula mereka yang akan menjalin hubungan dan Melati juga dari keluarga baik-baik, jadi Papi mendukung rencana Mommy." Tersenyum menyemangati sang istri.
"Sebenarnya Arnon pada awalnya tidak setuju, Pi! tapi Mommy bilang kalau itu hanya status saja agar Melati bisa masuk kedalam keluarga kita, supaya Mommy bisa menjaganya, dan putra kita akhirnya setuju, tapi Mommy yakin seiring berjalannya waktu rasa cinta mereka pasti akan tumbuh Pi, Papi percaya kan?"
"Iya, Mom! Papi percaya, karena kita sudah mengalaminya." Memeluk istrinya.
Ayah dan ibu Arnon memang menikah karena perjodohan sejak mereka berada di bangku kuliah.
"Kita besok harus kerumah Hadi ya, Pi? Mommy sudah menyuruh orang kepercayaan kita untuk mencari tahu alamat rumah mereka."
"Iya, Mom! kita sekarang istirahat dulu ya?" merapikan berkas yang ada di atas meja dan berjalan menuju ranjangnya untuk tidur.
Keesokan harinya Susan dan sandi pergi bertamu ke rumah Melati. Mereka datang pada waktu sore hari karena Hadi pulang bekerja sekitar jam 4 sore.
Tok tok tok
Ceklek
"Selamat sore," sapa Susan pada wanita seumurannya yang tak lain adalah Anggi.
"Iya selamat sore! ada yang bisa saya bantu?"
"Bapak Hadi nya ada?"
"Ada di dalam! mari silahkan masuk."
Susan dan Sandi berjalan masuk kedalam rumah Hadi. Rumah itu tak terlalu besar maupun kecil bisa dikatakan sedang.
"Silahkan duduk! saya akan memanggil suami saya dulu." Masuk kedalam memanggil sang suami.
"Mom? itu istri kedua Hadi ya?" tanya Sandi.
"Iya, Pi! itu ibu tiri Melati," ucap Susan setengah berbisik.
Tak lama menunggu, akhirnya Hadi datang.
"Loh, kamu Susan temannya Marry kan?" tanya Hadi dengan wajah sedikit pangling.
"Iya ini saya Hadi." Tersenyum ke arah Hadi.
"Wah, ini pasti Sandi ya? apa kabar kalian?" sambil berjabat tangan secara bergantian pada keduanya.
"Kami baik-baik saja," jawab Sandi.
"Melati dimana?" tanya Susan.
"Melati masih belum pulang bekerja, sebentar lagi pasti dia sampai."
Anggi datang membawa 2 gelas cangkir teh dan beberapa camilan.
"Kenalkan, Ma! ini sahabat, Marry! Susan dan Sandi." Menatap istrinya.
"Saya Anggi istri kedua Mas Hadi." Menebar senyum manisnya.
"Seperti mereka orang kaya! dilihat dari ujung rambut sampai kaki saja barangnya bermerk semua! huh, ternyata Marry punya teman orang kaya juga ya," gumamnya dalam hati sambil melihat barang-barang yang orang tua Arnon pakai dari atas sampai bawah.
"Silahkan diminum tehnya," ucap Hadi dan sepasang suami istri itupun meminumnya.
"Jadi kami datang kemari ingin membicarakan hal penting padamu," ucap Susan yang mulai membuka suara setelah meminum tehnya.
"Hal penting apa yang ingin kau bicarakan?" wajah Hadi mulai menegang.
Susan hendak ingin menjawab pertanyaan Hadi, namun suara ketukan pintu mengurungkan niatnya.
Tok tok tok
"Assalamualaikum," ucapan seorang gadis yang tak lain adalah Melati.
"Eh, Melati sudah pulang ya? kemari, Nak! ini ada Tante Susan sahabat Mama Marry." Tersenyum ke arah putrinya.
Gadis itu langsung mencium punggung tangan Susan dan Sandi bergantian.
"Heh, dasar tukang cari perhatian," celetuk Anggi dalam hatinya.
"Duduk dulu sayang, sini duduk di sebelah Tante." Menepuk tempat duduk tepat di sampingnya.
Gadis itu menuruti apa yang Susan katakan, Melati duduk tepat di samping Susan. Saat matanya tak sengaja menatap Anggi, ibu tirinya itu menatapnya dengan tatapan tak suka.
"Pasti mama Anggi tak suka melihat aku dekat dengan, Tante Susan," gumamnya dalam hati namun ia secepat kilat menghilangkan pikiran negatif dari pikirannya agar sang ayah tak merasa curiga.
"Kebetulan disini juga sudah ada, Melati! kau sudah tahu bukan? jika aku dan Marry dulu sudah sepakat ingin menjodohkan anak-anak kami! saat ini aku akan mewujudkan cita-cita itu, jadi aku dan suamiku datang kemari ingin melamar Melati menjadi menantu keluarga kami." Tersenyum sambil menggenggam tangan Melati.
Hadi tak menyangka jika Susan masih ingat dengan janji yang ia sepakati dengan mendiang istri pertamanya.
"Apa kau sungguh akan menjadikan Melati menantu keluargamu? kami bukan orang berada lagi, kau tahu sendiri bukan? jika keluargaku sudah bangkrut." Menundukkan kepalanya karena ia merasa gagal menjadi seorang kepala rumah tangga.
"Aku tak pernah menilai orang dari statusnya Hadi, ini murni karena aku suka dengan putrimu." Menatap Melati dengan penuh kasih.
"Aku tak bisa menjawab, Susan! yang akan menjalani hidup bukan aku tapi anakku, jadi aku serahkan semua pada Melati." Menatap ke arah Melati agar putrinya menjawab sendiri.
"Bagaimana, Sayang? apa kau mau menerima lamaran ini?" tanya Susan menggenggam erat tangan Melati.
"Maaf sebelumnya, Tante! bukan maksud Melati ingin menolak, tapi? saya dan anak Tante tidak kenal satu sama lain, saya hanya takut pernikahan kami tak bahagia nantinya." Dengan tatapan sendunya namun masih dengan senyuman di akhir katanya.
"Tante tau, Sayang! pilihan ini sangat sulit untukmu, tapi ini keinginan terakhir almarhumah mamamu, Tante tak ingin ia kecewa disana karena janji kami masih belum terwujud." Mencoba meyakinkan Melati.
Jika itu menyangkut sang ibu, Melati tak bisa berkata-kata lagi, apalagi calon ibu mertuanya juga sangat baik padanya, jadi mau tak mau ia harus menerima perjodohan ini.
"Baiklah, Tante! Melati menerima perjodohan ini." Dengan senyum yang sedikit ia paksakan.
"Terimakasih, Sayang! pernikahan kalian akan dilaksanakan Minggu depan." Memeluk calon menantunya dengan wajah bahagia.
"Jika dia menikah, gadis ini akan ikut dengan suaminya dan pekerjaan rumah harus aku yang mengurus semuanya! dasar gadis tak tahu diri," ucap Anggi dalam hatinya.
"Kau ingin minta mahar apa, Nak?" tanya Susan pada Melati.
"Seperangkat ...."
"Rumah saja, Sayang! bagaimana?" sambung Anggi yang ingin memanfaatkan peluang agar dirinya tak hidup miskin lagi.
"Ma! apa yang kau katakan, biar Melati yang menentukan semuanya." Hadi menatap istrinya dengan tatapan tak suka.
"Mama benar kan, Sayang? saat kau sudah menikah kau akan ikut dengan suamimu bukan? Mahar yang kau minta bisa kau berikan pada kami, kau tak ingin malu kan jika para tetangga menggunjing tentang dirimu yang sudah hidup enak tapi rumah orang tuanya masih tetap seperti ini." Dengan wajah tak tahu malunya.
Susan mengerutkan keningnya. Ia mulai sadar jika ibu tiri Melati ini bukan orang yang baik.
"Anggi cukup kau ...."
"Sudah, Hadi! tak usah di permasalahkan! Melati, kau bilang saja apa Mahar yang kau inginkan, Nak?" tanya Susan lagi.
"Aku hanya ingin seperangkat alat sholat, Tante!" jawabnya.
"Baiklah, Nak! jangan panggil Tante lagi ya? panggil, Mommy! agar sama seperti calon suamimu." Tersenyum lembut ke arah Melati.
"Dan untuk rumah, saya akan tetap memberikan kepada keluarga ini sebagai tanda terimakasih kami, karena sudah membesarkan Melati dengan baik." Menatap Anggi dengan tatapan tak bisa di jelaskan.
"Kenapa sahabat Marry ini menatapku seperti itu? sudahlah aku tak perduli, yang penting rumah nyaman akan segera menungguku," gumamnya dalam hati yang masa bodoh dengan pemikiran calon besannya itu.
"Huh! dasar rubah betina! aku akan mencari tahu tentangmu," gumam Susan yang curiga dengan hidup Melati saat ia tumbuh bersama ibu tirinya.
"Kalau begitu kami pamit dulu ya Hadi," ucap Susan.
"Iya Hadi kami pamit dulu," ucap Sandi saling berjabat tangan.
Susan dan Sandi berjalan masuk ke dalam mobil mereka yang terparkir di halaman rumah Melati.
Saat mereka sudah berada di perjalanan pulang, Susan masih diam tanpa suara.
"Ada apa, Mom?"
"Papi merasa aneh tidak? dengan ibu tiri Melati?"
"Jahat kan?" tanya Sandi yang dapat menebak apa yang dipikirkan oleh sang istri.
Susan hanya bisa menganggukan kepalanya.
"Papi sudah tau, Mom! dia itu wanita seperti apa. Saat Mommy menyuruh calon menantu kita duduk di samping, Mommy! dia menatap Melati dengan tatapan tak suka dan Papi melihat itu semua," jelas Sandi sambil memfokuskan diri untuk menyetir.
"Kita harus mencaritahu kehidupan Melati saat dia kecil sampai sekarang, Pi!"
"Terserah Mommy saja, Papi mendukung semua rencana, Mommy!" tersenyum ke arah istrinya kemudian kembali fokus menyetir.
Dirumah Melati, gadis itu sudah berada di dalam kamarnya. Ia mendengar sayup-sayup suara Anggi dan Hadi yang mulai berdebat di ruang tamu.
"Apa Mama tidak malu! langsung meminta terang-terangan seperti tadi," teriak Hadi pada Anggi.
"Kapan lagi kita akan hidup enak, Pa? kita tak boleh melewatkan peluang besar ini."
"Jadi kau mengambil keuntungan dari, Melati! agar kau bisa hidup enak, iya?" lagi-lagi suara Hadi berteriak.
"Tentu saja! aku tak mau selalu hidup miskin! aku ingin punya rumah bagus juga, bukan hanya rumah sempit seperti ini." Mulai berteriak pada Hadi.
"Kenapa kau tak bisa mensyukuri hidup kita yang sekarang, Ma? kita sudah makan dan punya rumah seperti ini sudah cukup."
"Terserah Papa lah, Mama lelah ingin tidur." Melangkah ke arah kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 291 Episodes
Comments
Noer Anisa Noerma
ketahuan matrenya
2022-06-12
0
Ayu Ismani
lu yg ga tau diri,bikin emosi aja nih ibu tiri
2022-04-29
0
° 。☬R▼ェzel_Yuichi 🗡️
kenapa ngak cerai aja sih 😟
2021-08-15
0