Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya pesanan Arnon datang.
Melati meletakkan semua pesanan di atas meja pria itu.
Saat hendak meletakkan lemon tea di atas meja, tangan Melati tiba-tiba kram dan tak bisa bergerak.
Gelas yang ada pada tangannya langsung jatuh ke atas meja dan tumpah mengenai baju yang dikenakan oleh Arnon.
Sontak pria itu langsung berdiri membersihkan bekas lemon tea yang menempel pada bajunya.
"Maaf, Tuan! saya tidak sengaja, tangan saya kram," jelas Melati sambil mengambil beberapa lembar tisu yang ada di meja pesanan Arnon dengan tangan kirinya.
"Jangan sentuh aku," teriak pria itu yang membuat semua orang menatap ke arahnya.
"Saya hanya ingin membersihkan baju anda, Tuan!" ucap Melati menatap mata Arnon karena wajah pria itu masih memakai masker.
"Apa kau bisa mengganti baju ini? baju ini sangat berharga untukku."
"Saya akan mencucinya, Tuan! jika hanya membersihkan dengan tisu itu belum cukup." Tangan kanan Melati masih susah untuk di gerakkan.
"Kau kira dengan mencuci baju ini, kesalahan yang kau lakukan bisa dengan mudah aku maafkan." Lagi-lagi Arnon meninggikan suaranya.
Melati tersentak dengan suara Arnon yang seakan ingin memakannya hidup-hidup.
Pria itu membuka kacamata dan masker yang sedari tadi menutupi wajahnya.
Melati membelalakkan kedua matanya. Gadis itu merasa pertemuan mereka memang tak jauh dari kata "PERTENGKARAN".
"ARNON?"
Satu kata yang Melati ucapan mampu membuat puluhan pasang mata menatapnya dan Arnon bergantian.
"Ya, ini aku! kenapa aku selalu sial jika bertemu denganmu, apa kau membawa pengaruh buruk di kehidupan orang sekitarmu," sarkas Arnon yang mulai lepas kendali atas emosinya.
Wajah Melati mulai memerah menahan air mata yang ingin tumpah saat itu juga, namun gadis itu masih terus berusaha menahannya.
"Tuan, tolong hentikan! tidak baik dilihat orang," bujuk Pram agar Arnon tak mempermasalahkan hal sepele itu.
"Diam kau, Pram! kau tak usah ikut campur urusanku dengan gadis ini dan satu lagi apa kau tahu gadis bermata empat? baju yang kau nodai ini adalah baju pemberian dari kekasihku." Masih dengan suara tingginya.
"Maaf, aku tak sengaja, aku memang salah." Dengan suara yang mulai melemah.
"Kau tak perlu memasang wajah menyedihkan seperti itu, aku tahu jika sejak awal pertemuan kita kau memang sudah merencanakannya bukan?" tanya Arnon mendekat ke arah Melati.
"Kau tinggal bilang saja jika kau fans beratku! tak perlu dengan cara murahan seperti ini, aku paling tidak suka dengan orang yang menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan simpati seseorang." Menatap mata Melati tajam, namun masih terhalang oleh kacamata gadis itu yang amat sangat tebal.
"Tapi aku memang bukan fansmu," kilah gadis itu yang tak ingin dianggap fans berat Arnon.
"Jika kau bukan fansku, berarti kau memang gadis pembawa sial! aku saja yang bukan keluargamu dan bertemu denganmu beberapa kali saja selalu sial, apalagi keluargamu," sarkas Arnon yang tak dapat memfilter emosinya.
Memang hal yang menyangkut dengan Clara pasti akan ia kupas tuntas sampai ke akarnya.
Hati Melati benar-benar sakit mendengar ucapan yang Arnon lontarkan padanya.
Gadis itu sedari tadi sudah berusaha menahan air mata agar tak lolos dari kedua matanya.
"Ya, kau benar! mungkin aku memang gadis pembawa sial, bahkan ibuku saja meninggal saat aku kecil, ibu dan kakak tiriku juga tak suka padaku, mungkin aku memang orang pembawa sial, jadi aku berdoa pada, Tuhan! agar kita tak dipertemukan kembali." Sambil meneteskan air mata.
Gadis itu melangkah pergi sambil memegang tangan kanannya yang masih mati rasa.
Di dalam lubuk hati Arnon yang paling dalam, pria itu merasa bersalah atas ucapannya. Dia tidak tahu jika gadis itu sudah tak memiliki seorang ibu sejak ia kecil.
Di tambah lagi, seumur hidupnya ia baru pertama kali ini membuat seorang wanita menangis.
Arnon terus menatap punggung Melati yang perlahan menghilang.
"Tuan! apa anda baik-baik saja?" tanya Pram yang menyadarkan lamunan bosnya.
"Aku tidak apa-apa, kita pulang saja." Melangkah pergi keluar dari restoran tersebut.
Di dalam ruang ganti, Melati menumpahkan semua rasa sakit hatinya.
"Mungkin pria itu benar! aku memang pembawa sial, mama saja meninggal saat aku kecil, ibu tiriku tak menyukai aku, perusahaan papa bangkrut, aku memang pembawa sial." Sambil terus meneteskan air mata.
Arnon yang tengah berada di kursi penumpang tiba-tiba mendapat sebuah pesan dari Pram.
Saat Arnon membuka pesan itu, di sana ada sebuah gambar hasil dari screenshot, dan gambar itu berisi sebuah berita tentang dirinya dan Melati saat di restoran tadi.
"Dasar para paparazi! pekerjaan kalian memang setiap hari selama 24 jam selalu menjadi penguntit ya? huh, aku harus segera selesaikan ini semua." Menakan tombol "panggil" pada ponselnya.
"Ya, Tuan!" jawab suara pria di seberang telepon itu yang tak lain adalah Pram.
"Cepat selesaikan pemberitaan itu! aku tak ingin media mengusikku lebih lama lagi." Langsung memutuskan panggilannya dengan Pram.
"Langsung pulang kerumah saja, Pak!" pinta Arnon pada supirnya.
"Baik Tuan muda."
Setelah sampai di rumahnya, pria itu langsung menuju kearah kamarnya, namun suara Susan menghentikan langkah kaki Arnon.
"Apa yang terjadi di restoran?" tanya Susan yang baru keluar dari arah dapur.
"Tidak ada apa-apa, Mom!"
"Kau tak perlu berbohong pada Mommy, Nak?"
"Huh,itu hanya masalah kecil, Mom! jadi Mommy tak perlu cemas." Hendak melangkah namun lagi-lagi suara ibunya terdengar dan menghentikan langkahnya.
"Bukan itu yang Mommy maksud! apa yang kau lakukan pada, Melati?" tanya Susan dengan nada sedikit berteriak.
Susan sangat geram dengan putranya yang membuat Melati sampai menangis seperti yang ia saksikan di berita.
"Aku tak melakukan apapun padanya, Mom! kenapa Mommy sepertinya sangat marah padaku? apa Mommy kenal dengan gadis bermata empat itu?" tanya Arnon dengan raut wajah penuh selidik.
"Ya, Mommy kenal dia! kau juga harus kenal dia dan bersikap baik padanya, dia gadis yang akan Mommy jodohkan untukmu."
Arnon terkejut dengan ucapan ibunya. Gadis yang membuatnya selalu sial akan di jodohkan padanya.
"Apa Mommy tidak salah? Mommy lihat saja penampilan gadis itu, berkacamata tebal, kulit hitam, dan jelek," ucap Arnon yang sudah frustasi menghadapi kenyataan hidupnya.
"Arnon cukup," bentak Susan.
"Dia gadis yang cantik, kau saja yang tak bisa melihatnya dengan baik dan satu lagi ... dia bukan hitam tapi berkulit sawo matang ingat itu," jelas Susan agar putranya tak seenaknya menyebut kulit Melati hitam.
"Terserah, Mommy! mau mengatakan apa tentang dia, aku tak perduli! yang jelas aku tak ingin menikah dengannya."
"Jika saja Mommy memiliki anak laki-laki selain dirimu, pasti Mommy tidak akan memaksamu untuk menikah dengannya." Susan menundukkan kepalanya karena ia sudah tak tahu harus bagaimana lagi membujuk putranya itu agar bisa menuruti keinginannya.
Arnon melihat ibunya yang nampak sedih merasa iba. Ia sebelumnya tak pernah melihat ibunya sedih seperti sekarang ini.
Pria itu perlahan mendekat ke arah Susan.
"Mommy jangan sedih! aku minta maaf." Menggenggam erat tangan sang ibu.
"Mommy hanya ingin kau menikah dengannya saja, agar dia bisa masuk ke dalam keluarga kita, Mommy tak ingin ingar janji pada, Tante Marry." Menatap putranya dengan tatapan mata sendu.
"Jadi maksud, Mommy? kita menikah hanya status saja?" tanya Arnon penuh selidik.
"Iya, sayang! tadinya Mommy ingin kalian benar-benar saling mencintai satu sama lain, karena kau tak tertarik padanya, Mommy memutuskan pernikahan ini hanya sebagai status saja agar Mommy bisa menjaganya sesuai dengan janji Mommy."
"Baiklah! jika pernikahan ini hanya sebagai status agar dia bisa masuk ke keluarga kita, aku mau, Mom!" tersenyum ke arah ibunya.
"Kau sungguh menerima pernikahan ini, Sayang?" tanya Susan dengan mata berbinar.
"Iya, Mom! demi Mommy aku akan melakukannya." Memeluk ibunya sambil tersenyum.
"Terimakasih, Sayang! Mommy sangat menyayangimu." Membalas pelukan putranya.
"Tapi ada syaratnya, Mom!" sambil melepaskan pelukan pada ibunya.
"Apa itu, Nak?"
"Selama dia menjadi istriku, dia tak boleh ikut campur urusan pribadiku termasuk aku masih boleh menjalin hubungan dengan Clara, apa Mommy menerima syarat yang aku ajukan?"
"Baiklah! kita lihat saja nanti, kau masih akan tetap mencintai Clara atau tidak saat kau lebih sering bersama Melati daripada kekasihmu itu," gumamnya dalam hati.
"Baiklah! Mommy terima persyaratanmu, Sayang! Mommy akan bicarakan masalah ini pada papi"
"Oke, Mom! aku kekamar dulu ya." Mencium kening ibunya sambil berlari kecil menuju kamarnya.
"Arnon, apa kau tak pernah mendengar istilah jika kita sering bersama perasaan cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu, Nak?" sambil tersenyum sendiri.
"Mommy pastikan kau akan jatuh cinta pada istrimu sendiri." Dengan wajah penuh keyakinan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 291 Episodes
Comments
Ama
emangnya kenapa klw kulit sawo matang, kalau cantik ya cantik aja, wanita indo emang rata2 kulitnya gk seputih orang korea😂
2023-08-07
0
Ita Sinta
bener banget mommy
2022-11-02
0
Noer Anisa Noerma
arnon ku tunggu ke bucinan mu wkwkwk
2022-06-12
0