Hari ini adalah hari yang paling membuat Melati rapuh.
Hari dimana Marry, ibunya meninggal karena kecelakaan.
Gadis itu sengaja bangun sangat pagi untuk berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir ibunya.
Dia mengeluarkan motornya dari garasi. Gadis itu membawa satu bungkus besar bunga mawar merah dan putih.
Perjalanan menuju pemakaman sang ibu tak membutuhkan waktu lama dan akhirnya gadis itu sampai.
Ia berjalan melewati tiap makam untuk sampai di makam ibunya.
Gadis itu berhenti tepat di depan makam yang bertuliskan nama" Marry Hermawan ".
Melati duduk menyentuh nisan sang ibu.
"Melati datang untuk menjenguk mama, maaf ya ma? aku tak bisa membawa papa datang kemari seperti dulu." Sambil meneteskan air matanya.
"Maafkan Melati yang tak bisa membahagiakan papa ... tapi aku akan terus berusaha untuk menjadi sukses supaya papa tidak perlu bekerja lagi." Sambil terus meneteskan air matanya.
"Mama jangan khawatir ya? aku baik-baik saja, kami semua sehat disini dan mama juga harus bahagia di sana."
Setelah selesai menyapa ibunya, gadis itu kemudian menangkup kedua tangannya dan berdoa untuk sang ibu.
Setelah selesai mendoakan Marry, Melati menabur bunga mawar yang ia bawa.
"Aku pulang dulu ma, jika ada waktu aku akan lebih sering mengunjungi makam mama." Berdiri dan hendak melangkah pergi dari makam sang ibu.
Namun langkahnya terhenti saat ia melihat seorang wanita paruh baya berpakaian serba hitam berjalan ke arah makam ibunya.
"Maaf anda siapa?" tanya Melati pada wanita paruh baya tersebut.
"Saya Susan, apa kamu Melati Putri Marry dan Hadi?"
"Iya saya Melati, Tante kenal dengan Mama?"
"Iya, Nak! Marry dan saya adalah teman sekolah sejak kami di bangku sekolah dasar." Tersenyum ke arah Melati.
"Oh, begitu ya, Tante! kalau begitu saya pergi dulu karena hari ini ada breafing pagi di tempat kerja saya," pamitnya.
Gadis itu hendak melangkah pergi, namun suara Susan menghentikannya.
"Rumah kamu dimana sekarang, Nak?" tanya Susan.
"Saya tinggal di jalan Cempaka, Tante! rumah kami yang dulu sudah di sita oleh Bank," jelas nya pada Susan.
"Maaf ya, Sayang! bukan maksud Tante mengingatkan kamu dengan masa kecilmu." Sambil mendekat ke arah Melati dan mengusap rambut gadis berkacamata tebal itu.
"Iya, Tante! tidak apa-apa."
"Kau bekerja dimana sekarang, Nak?"
"Saya bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan, Tante!" Sambil mengusap sisa-sisa air mata yang tertinggal di bagian wajahnya.
Sejak Melati lulus kuliah dia memutuskan untuk bekerja di satu tempat saja karena pengeluarannya sudah tidak terlalu banyak.
Susan sangat prihatin dengan ke adaan putri sahabatnya itu.
"Kasihan sekali kamu, Nak! kau harus bernasib seperti ini, andai saja ibumu tak meninggal, kau tak perlu bekerja keras seperti sekarang ini." Hati Susan serasa teriris dengan ke adaan Melati saat ini.
"Ya sudah! kau berangkatlah, Nak! ini sudah hampir jam setengah 7 pagi." Sambil membantu menghapus sisa-sisa air mata di wajah Melati.
"Iya, Tante! saya pamit dulu." Berjalan menuju motornya yang terparkir di luar pemakaman.
Susan duduk di samping makam sahabatnya.
Wanita paruh baya itu memejamkan matanya sambil berdoa untuk Marry.
Setelah selesai berdoa ia meletakkan satu ikat bunga mawar merah di makam Marry.
"Semoga kau selalu bahagia dan damai di sana, aku berjanji akan menjaga anakmu Melati, aku akan segera mewujudkan janji yang sudah kita buat dulu."
Tanpa terasa air mata Susan mulai menetes dan semakin mengalir deras kala dirinya mengingat janjinya dan Marry.
Marry dan Susan saat duduk di bangku kuliah sudah memiliki suatu keinginan ingin menjodohkan anak-anak mereka agar tali persahabatan keduanya semakin erat.
Bahkan bukan hanya sekedar menjadi sahabat, melainkan keluarga besar.
Saat di tengah perjalanan menuju tempat kerjanya, Melati terjebak macet.
"Huh,ini sudah hampir jam 7, aku harus segera sampai di restoran," gumamnya sambil melihat ke arah jam tangannya,kemudian kembali melihat barisan kendaraan yang sedikit demi sedikit bergerak maju ke depan.
Saat gadis itu mulai melajukan motornya perlahan, tiba-tiba mobil yang ada di belakangnya menabrak motor Melati.
Sontak Melati menoleh ke arah mobil yang berada di belakangnya itu.
"Hei, kau! apa kau bisa mengendarai motormu?" tanya pria pemilik mobil sport Lamborghini tersebut.
Melati hanya diam. Dia coba mengingat wajah pria itu karena baginya wajah itu tak asing.
"Bukannya kau yang menabrakku waktu itu?" tanya Melati sedikit berteriak karena dirinya berada di tengah-tengah lautan kendaraan.
"Kau yang mengaku selebriti bernama Arnon Marvion Gafin kan?" tanya nya lagi dengan volume yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Sontak semua mata tertuju pada pemilik mobil sport Lamborghini tersebut yang tak lain adalah Arnon.
"Wah, itu Arnon pemain film kan," ucap salah satu pemilik mobil di sebelah mobil sport Arnon.
"Iya itu artis yang sedang naik daun kan," timpal salah satu wanita yang sedang mengendarai motor.
Pria itu langsung menutup kaca mobilnya.
"Ah, dasar gadis bermata empat! kenapa setiap kali aku bertemu dengannya aku selalu sial," umpatnya sambil memasang masker dan kacamata hitamnya.
Melati yang mendengar ocehan para fans Arnon hanya bisa mendengarkan saja tanpa berkomentar.
"Jadi dia benar-benar seorang artis ya," gumamnya dalam hati.
Saat gadis itu melihat celah untuk kendaraannya lewat, ia langsung tancap gas karena waktu sedang memburunya agar cepat sampai tepat waktu sebelum breafing di mulai.
Sedangkan Arnon hanya bisa pasrah melihat mobil dan motor yang masih setia berada di samping kanan kiri mobilnya.
Suara klakson dari arah belakang mobil pria itu mulai saling bersautan.
Mau tak mau para fansnya melajukan kendaraan mereka.
"Huh, ini semua karena gadis bermata empat itu." Sambil melajukan mobilnya menuju lokasi pemotretan.
Saat tiba di lokasi, Arnon langsung menuju ruang make up.
"Mas Arnon kenapa kok mukanya di tekuk begitu?" tanya hairstylist yang tengah menata rambutnya.
"Gara-gara gadis bermata empat itu,ah! aku kesal sekali padanya, ini sudah zaman modern, apa di rumahnya tidak ada televisi sampai dia tak mengenaliku." Arnon mencurahkan kekesalan hatinya lewat pertanyaan yang di ajukan oleh penata rambutnya.
"Wah,saya kira Mas Arnon di gilai oleh para kaum hawa, ternyata tidak ya," ledek penata rambut itu.
"Diam kau! aku jadi semakin kesal," sungut Arnon.
"Hahahaha! iya Mas, maaf saya hanya bercanda biar Mas Arnon tidak cemberut begitu." Sambil melanjutkan menata rambut artisnya.
Melati sampai di tempat kerjanya.
Dia bergegas menuju lemari lokernya untuk mengambil seragam kerja.
Di sana ia berpapasan dengan karyawan lain.
"Mbak Melati kenapa tumben datang telat? biasanya datang paling pagi Mbak?" tanya karyawan wanita yang lebih muda darinya.
"Iya, Rina! tadi aku terjebak macet di jalan, huh! belum lagi masih bertemu dengan pria yang bernama Arnon Marvion Gafin itu." Sambil merapikan seragam yang ia kenakan.
"Siapa Mbak? Arnon artis yang di film itu?" Dengan wajah kaget sekaligus tak percaya.
"Dia bilang sih begitu?" Sambil melipat bajunya dan meletakkan ke dalam lemari lokernya.
"Serius Mbak?"
"Serius lah, Rin! mana mungkin aku berbohong." Melangkah menuju ruangan breafing"
"Wah,wajahnya gimana Mbak? tampan tidak?" sambil mengekori langkah Melati.
"Biasa saja."
"Terus Mbak ...." Belum selesai Rina bertanya, Melati sudah lebih dulu memotongnya.
"Sudah Rin jangan banyak bicara, ayo kita keruangan breafing sebelum bos datang." Melangkah secepat mungkin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 291 Episodes
Comments
Ita Sinta
harus seruuuu😂
2022-11-02
0
Noer Anisa Noerma
seruuuuu
2022-06-12
0
Rini Rusmini
kayanya marvel ama melati dech...
2021-05-01
0