WARNING! KEKERASAN DI DALAM!
"Aaaaaaaa!!!"
Alice memejamkan matanya, tetapi dia tidak merasakan apa pun pada tubuhnya. Dia bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya apa yang terjadi?
"Kurang puas bermain dengan wanita ******, huh?" Alice yang mendengar pertanyaan dengan nada cukup dingin, langsung membuka matanya dengan takut-takut.
Di seberang sana, pria yang baru beberapa menit lalu menemuinya tengah duduk dengan santainya di atas sofa yang tersedia, sedangkan pria yang tidak sopan tadi sudah tergeletak di lantai.
Bagaimana bisa hal itu terjadi? Bahkan Alice tidak mendengar suara keributan sedikit pun.
"Tu … Tuan Britama," lirihnya
David berdiri sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Raut wajahnya selalu saja tidak bersahabat, entah hal apa yang membuatnya selalu seperti itu.
Alice masih terpaku di tempatnya, padahal David sudah menunggunya untuk segera menyusul dirinya.
"Saya antar kamu pulang!" Sebuah perintah yang sedikit pun tidak bisa dan tidak boleh dibantah. Alice mengikuti langkah lebar pria di depannya, siapa lagi kalau bukan David.
Barista tadi menghalangi jalan David. Dengan entengnya dia bertanya, "Mau dibawa ke mana gadis itu, huh?"
"Bukan urusan kau, Pria Gila!" David mendesis tajam. Barista itu tidak gentar sama sekali.
"Jangan berani membawa dia pergi!"
"Siapa dia bagimu, hah?! Dia meminta pekerjaan, tidak kau beri! Lantas untuk apa dia melakukan itu, sedangkan yang mendapat uang itu kau!"
"Jaga mulut kau!" Pria itu menarik suit yang dikenakan David. Dia tidak tahu saja siapa orang yang ditantangnya kali ini dan bagaimana tindakan David saat dia mulai tersulut emosi.
"Kau pilih tempat ini dirobohkan atau…." David menjeda ucapannya, dia sengaja memancing emosi lawannya agar dia ikut emosi dan segera memutuskan apa yang akan dilakukannya setelah ini.
"Kau tidak akan bisa melakukan hal itu. Memangnya siapa kau?!" Alice yang sejak tadi terdiam mulai memilih untuk bersembunyi di manapun agar dia bisa terlindungi.
David bersorak. Dia mengulurkan tangannya untuk saling berjabat. Kemudian memperkenalkan diri. "David Lozyo Britama."
Barista itu langsung menarik tangannya dengan gugup. Dia merutuki kebodohannya yang bersikap sungguh lancang. Siapa yang tidak mengenal pria berumur 24 tahun itu? Lantas, bagaimana nasibnya setelah ini?
"Tuan Britama, ma … maaf saya tidak tahu."
"Dan kau perlu belajar sopan santun supaya menghargai orang lain! Berapa uang yang kau butuhkan agar gadis itu terbebas? Katakan!" David menggertak dan berhasil membuat bartender itu tergugup.
"Ti … tidak, Tuan, tidak usah beri saya uang."
"Baguslah kalau kau tahu diri!" David mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu. Saat dia akan pergi dari tempat itu, dia menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang.
"Di mana gadis itu?" David mengawasi sekitarnya. Waktu tersisa 10 menit dan bagaimana nyawa gadis itu nantinya?
"Gadis bodoh! Di mana kau?!" David berusaha berteriak agar gadis itu tadi mendengarnya. "Kenapa aku tidak bertanya namanya tadi? Dasar, Gadis Bodoh!" Siapa yang bodoh, siapa yang dikatai bodoh? Begitulah David, dia memang selalu benar.
Alice yang bersembunyi di balik meja pantry, mulai menggigil ketakutan. Samar-samar dia mendengar suara orang yang berteriak, tetapi jaraknya terdengar sedikit jauh. Ia tidak memiliki keberanian untuk menampakkan diri, ia tidak tahu jika bahaya akan segera menghampiri.
David kembali berteriak. Suaranya terdengar begitu frustrasi, padahal biasanya dia tidak pernah peduli dengan perempuan manapun, kecuali adik dan mamanya.
Alice semakin membeku di tempatnya saat barista tadi muncul di hadapannya dengan tangan yang memegang pisau tajam.
"Gara-gara kau, aku kehilangan banyak uang!" gertak pria itu. Dia meraih telapak tangan kanan milik Alice. Lalu pisau itu dia goreskan di sana.
"Argh!" Alice mengerang kesakitan saat ujung pisau itu menembus kulitnya, tetapi pria itu langsung menutup mulutnya. Alice menangis sambil menahan rasa perih yang menjalari telapak tangannya.
"Ini belum seberapa sakitnya!"
David menghampiri pantry karena sempat mendengar suara erangan tadi. Saat dia sampai di tempat itu, dia melihat barista tadi sedang menyayat lengan kiri gadis itu. David mengerang di tempatnya, dia tidak tahu kenapa bisa marah seperti ini.
Lengan kekarnya mendorong tubuh barista tadi. Dia melihat waktu tinggal 2 menit lagi. Tanpa menunggu apa pun lagi, dia menggendong Alice ala bridal style dan berlari meninggalkan tempat itu. Baru beberapa meter mereka meninggalkan klub, tidak lama setelahnya bunyi ledakan yang begitu keras membuat orang-orang berbondong-bondong ke luar rumah.
Alice yang masih digendongnya, bergetar hebat. Sesuatu telah membuat traumanya kembali. David membawa Alice ke dalam mobilnya, dia menelpon polisi dan melaporkan apa yang sudah terjadi di sini.
"Tenang saja, kita ke rumah sakit sekarang. Polisi yang akan mengurus semuanya." David melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.
▪️▫️▫️▪️
Alice mengunci pintu rumahnya. Ia bangun sedikit kesiangan hari ini karena kejadian tadi malam yang terasa seperti mimpi. Saat ia memutar badannya, jantungnya kembali memompa dengan tidak normal. Ia tidak akan terkejut kalau David tidak muncul tiba-tiba di hadapannya.
David masih dengan wajah dinginnya, menyilangkan kedua lengannya di depan dada. "Saya ada perlu denganmu." Dia berkata dengan santai, tetapi terdengar cukup mengerikan bagi Alice.
"Saya harus sekolah hari ini."
"For what?" David memicingkan matanya.
Alice mendongakkan kepalanya, ia menatap tidak percaya pada triliuner itu. "Ke sekolah untuk belajar, apa lagi kalau bukan itu?" Alice menjawab dengan berani, padahal sebelumnya ia merasa takut.
"Saya sudah mengirimkan surat izin ke sekolahmu. Sekarang kau harus ikut saya!"
"Ke mana?" Alice terlihat seperti orang idiot jika dilihat dari tampangnya. David sekuat mungkin menahan bibirnya agar tidak tersenyum.
David berdeham agar suaranya tidak terdengar seperti orang yang ingin tertawa. "Kau tidak ingin hutangmu cepat lunas?"
Alice meneguk ludahnya, dia menatap rumahnya dan setelahnya dia menggeleng. "Ja … jangan sita rumahku, nanti aku tinggal di mana?" Air matanya mulai menggenang.
David tidak ingin berlama-lama, dia langsung menarik tangan kiri Alice yang tidak terluka dan membawanya masuk ke mobil.
Alice masih diam tidak bersuara. Pikirannya melayang ke mana-mana. Bahkan saat David mengajaknya berbicara pun ia tidak mendengarnya.
"Kemarin gadis bodoh, apa sekarang bertambah menjadi gadis tuli, huh?!" David sedikit mengeraskan suaranya. Alice terlonjak kaget dan David kembali menahan dirinya agar tidak tertawa.
"Ke … kenapa?" Alice menjawab dengan gugup, ia benar-benar merasa takut sekarang.
"Siapa namamu?" tanya David, mungkin untuk yang ketiga kalinya.
"A … Alice, Tuan."
"Jangan panggil aku seperti itu. Namaku David, David Lozyo Britama."
"Ti … tidak mungkin aku memanggilmu seperti itu."
"Terserah kau saja." David kembali fokus pada jalanan, sedangkan Alice memikirkan tentang panggilan yang harus dia berikan pada pria di sebelahnya itu.
"Kenapa Anda membawaku ke perusahaan Anda?"
"Kau akan bekerja di sini untuk melunasi hutang kalian, mengerti?!" David sedikit menggertak. Dia merasa terusik untuk ucapan yang dilontarkan oleh Alice. Dia merasa tidak suka jika Alice menyebutnya 'Anda'.
"Keluar!" Alice tersentak. Dengan buru-buru ia membuka pintu mobil, padahal ia belum melepaskan seatbelt nya.
"Benar-benar gadis bodoh!" David benar-benar harus menambah kemampuannya sekarang, yaitu kemampuan menahan tawa ketika bersebelahan ataupun bersama dengan Alice.
"Ma … maaf." Usai melepas sabuk pengamannya, David langsung melangkah memasuki gedung perusahaannya. Alice tertinggal di belakang, ia benar-benar merasa bingung dan takut. Di sini, dirinya benar-benar terlihat seperti orang kecil.
Seorang pria datang menghampirinya. Alice merasa terkejut. "Paman Daniel?"
"Mari ikut saya, Nona. Anda akan bekerja hari ini. Tuan Britama sudah memerintahkan saya untuk mengajari Anda."
Alice meneteskan air matanya. "Kenapa Anda menangis, Nona?"
"Jika aku bekerja di sini, bagaimana sekolahku nanti? Aku ingin tetap sekolah."
"Ikut saja dulu, Nona. Semua akan diputuskan oleh Tuan Britama."
Alice mengikuti Daniel memasuki gedung yang begitu besar dan tinggi itu. Saat memasuki gedung itu, banyak sekali orang yang memandangnya dengan bingung. Bahkan ada yang menunjukkan rasa tidak sukanya. Mereka berpikir untuk apa gadis berseragam high school datang ke perusahaan besar seperti ini.
Alice berusaha tidak memedulikan tatapan-tatapan mereka. Ada pria yang masih terlihat muda ikut menatapnya dengan tersenyum manis.
Mereka berdua memasuki lift dan menuju lantai paling atas, di mana ruang CEO berada. Sebenarnya, Alice merasa terpesona saat melihat wajah David yang begitu tampan. Namun sayangnya, pria itu begitu dingin dan membuat beberapa perempuan takut untuk mendekatinya.
"Saya tinggal dulu, ya? Saya ada tugas." Daniel hanya mengantarkan Alice sampai di depan pintu ruangan David. Dia meninggalkan Alice yang mulai merasa takut.
Alice mengetuk pintu bercat putih itu. Setelah mendengar suara berat pria yang dikenalnya, ia membuka pintu itu.
"Duduk!" David langsung memerintah Alice yang masih berdiri mematung di depan pintu.
"Kau bekerja di sini setiap ada panggilan. Agar hutangmu cepat lunas, setelah pulang sekolah, kau bekerja di mansionku!"
Alice melongo tidak percaya, pekerjaannya yang ini cukup memberatkan dirinya. Apakah sekolahnya tidak akan terganggu karena ini?
Alice kembali mengeluarkan air matanya, ia menggigit bibirnya agar tidak mengeluarkan isakan. David sebenarnya tahu, tetapi dia tidak ingin peduli. Dia tidak ingin terlalu ikut campur meskipun dia merasa penasaran.
"Sekarang kau pergi ke ruang editing dan mulai bekerja di sana!"
Alice tidak bisa membantah, dia hanya bisa mengangguk dan meninggalkan ruangan itu. Bodohnya, kenapa ia tidak menanyakan di mana ruangan itu berada.
"Heh, Alice gadis bodoh! Memangnya kau tau di mana ruang editing itu?"
Alice mematung. Dia menyengir diam-diam karena posisi badannya yang membelakangi David.
"Ada di lantai lima. Segeralah ke sana! Jangan buang-buang waktu! Kau akan membuatku rugi!"
"Huh, dasar CEO gila! CEO tidak waras!" umpat Alice dalam hati. Dia langsung pergi tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Dasar, Cold CEO!" Alice menyengir, ia seperti menemukan panggilan yang cocok untuk pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Feggy Sisca Agustini
geram sm pemeran utama cwex nya, bs lbh pintar gk sih n jgn tolol
2020-02-07
2
Mia Adrianto
ada visual pemainnya ga thor??😁😁
2020-01-13
1
Woelan
baguuuusss alurnya....sukakkk
2019-08-27
1