Langit Untuk Luna
Ringggggg......
"Jam berapa nih?" Luna terbangun kaget dari tidurnya, mencari sumber suara yang membuat telinganya sakit. Mengumpulkan nyawanya, dia melihat jam pada layar ponsel yang sudah ada di tangannya. Benda pipih berwarna hitam itu mengeluarkan pendar cahaya, membuat mata Luna menyipit sesaat. Belum terbiasa.
JAM 2 PAGI ?! SIAPA SIH? SIAPAAAA??? YANG NGATUR ULANG ALARM GUE, HAH!!!!
Luna tentu saja sudah memiliki praduga, bahkan nama tersangka sudah terlintas di dalam otaknya. Dengan kesal, Luna langsung menyerbu ke kamar tersangka. Kemana lagi kalau bukan ke kamar adik-adiknya.
JGREK!
Pintu terkunci. Luna terus menggerakkan pegangan pintu, berusaha membuka pintu dengan paksa, membuat bunyi berisik di malam yang masih sunyi.
"Kenapa Luna?" Bunda keluar kamar sambil menguap. "Kamu berisik banget, sih? Ini kan masih malam..." ucap Bunda dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Luna terkejut melihat Bunda yang terbangun. Agar tak dimarahi, dia mencoba mencari alasan. "Engga Bun, aku mau ke kamar Arga, kayaknya ada buku aku ketinggalan di dalam, deh...." ucap Luna mengarang bebas.
"Buku apa? Pagi buta gini, besok aja! Sana tidur lagi!" Bunda melangkah masuk kembali ke kamarnya.
Ini udah besok, loh. Mungkin maksud Bunda beberapa jam lagi.
"Iya Bun..." Luna berucap pasrah. Dia kembali ke kamar kecilnya dan sudah berbaring lagi di atas tempat tidur, mencoba sebisa mungkin merapatkan matanya, membiarkan dirinya terjatuh kembali ke alam mimpi.
Tapi tidak, ini tidak berhasil. Dia sudah kepalang tanggung bangun dan sudah tidak ngantuk lagi. Apa yang harus dilakukan jam 2 pagi?
"Oke, karena udah terlanjur bangun, gimana kalau kita melakukan sesuatu yang berfaedah." Luna menggumam sendiri sambil berjalan ke arah mejanya. Mungkin menonton sedikit drama bisa menghibur hatinya. Senyum mulai mengembang di bibir tipis milik Luna. Di kepalanya sudah terbayang wajah pacar jauhnya yang kini bermukim di Korea Selatan.
Luna meletakkan tas laptop merahnya di atas meja dan membukanya. Tapi benda itu tidak ada, hanya tertinggal sebuah kertas.
Aku pinjam dulu laptop kakak. Aku ada tugas kelompok. Arga.
Luna meremas kertas kecil catatan yang ada di laptopnya tanpa belas kasih.
RIP oppa... Gue mau tidur aja...
4 jam kemudian, seseorang membuka pintu kamar Luna dengan kasar, menghampirinya cepat dan mulai melancarkan serangan.
"Luna! Bangun!" Luna terbangun karena gempa bumi lokal yang dibuat Bunda. Menguap beberapa kali, dia terduduk di tepi ranjang.
"Hoahm..." Luna menguap panjang sambil mengucek mata, masih mencoba mengumpulkan sisa-sisa nyawanya yang tercecer sejak jam 2 pagi. Dia tidur tapi tidak, memejamkan mata tapi tak nyenyak sama sekali. Waktu berkelebat cepat bagai info angin lalu.
"Anak gadis apa bangun siang gini? Lihat adik kamu yang laki-laki aja udah bangun semua! Kamu anak perempuan jam segini baru bangun!" omel Bunda, tidak keras tapi cukup menyakiti telinga.
Luna meraba ponselnya dan melihat jam. Jam 6 pagi.
Astaga! Gue telat!
"Pantesan kakak ga pernah punya pacar..." ucap Arka, tersangka yang mensabotase ponsel miliknya tiba-tiba muncul di depan pintu kamarnya. Dia yakin Arka pelakunya walau tidak ada bukti.
"Iyalah, mana ada cowok yang mau sama perempuan malas yang bangun aja kesiangan," sambung Arga, pelaku yang meminjam laptop tanpa ijin. Kalau yang ini sudah ada bukti nyata.
Ingin rasanya mencekik dua adik durhaka itu. Sayang, terlalu banyak saksi sekarang.
"Udah sana, cepet mandi!" Bunda berlalu diikuti antek-antek nya, Arga dan Arka.
Setelah Bunda keluar kamar, Luna secepat kilat meraih handuknya dan bergegas ke kamar mandi.
JGREK!
Tidak terbuka. Pintu kamar mandi terkunci.
Cobaan apalagi sih ini, Tuhannnnnnnn...!!!
"Siapa di dalam?" Luna menggeram kesal sambil mengetuk pintu.
"Bentar, kak!" Suara Arsya, adik ketiganya.
Luna mondar-mandir di depan pintu kamar mandi, yang katanya sebentar, tapi ini sudah 5 menit berlalu dan belum ada tanda-tanda keluar.
"Buruan!" Luna berteriak kesal sambil menggedor-gedor pintu.
"Minggir!" Dia langsung menyingkirkan tubuh adiknya yang baru membuka pintu kemudian masuk dan menguncinya.
Luna kesal bukan main menatap kubangan di depannya. Arsya menghabiskan air di bak mandi hingga tak bersisa. Set*n yang harus dicekiknya sekarang bertambah jadi tiga ekor.
Lima belas menit kemudian Luna sarapan dengan tergesa karena keempat adiknya sudah meninggalkannya. Adiknya yang paling kecil diantar oleh Bunda.
Rumah sudah sepi. Luna bergegas mengunci pintu dan meletakkannya di tempat biasa. Setelahnya, dia berlari keluar komplek menghampiri ojek online yang sudah sampai sejak beberapa saat lalu.
Jam 7 kurang 5, Luna mendarat dengan sempurna di sekolah. Dia menghela napas panjang di sepanjang koridor dan duduk manis di kelas 12 IPA 1.
"Eh, Lun, baru datang?" Jessika menyapa Luna tanpa mengalihkan matanya dari contekan PR yang ada di depannya. "Udah ngerjain PR belom? Nih buruan, mumpung gurunya belum dateng."
"Udah dong,,," Luna tersenyum bangga sambil mengeluarkan buku PRnya ke atas meja. Membukanya dengan penuh rasa suka cita.
"Kenapa?" Jessika bingung karena tiba-tiba Luna terdiam mematung. Dia melirik ke buku Luna yang terbuka lebar.
1 + 1 \= 2
2 + 5 \= 7
7 + 3 \= 10
Siapa yang berhitung di buku PR gueeeeeeee!!!! Arggggghhhh!!!!
***
Yang terjadi tadi malam...
"Kak, pinjam laptop. Yaelah tidur..." ucap Arga saat masuk ke kamar Luna. Dia membuka sebuah buku di atas meja, menyobek sebagian kertasnya lalu menuliskan pesan. Setelah selesai dengan urusannya, dia membawa laptop merah itu keluar kamar.
Tak berapa lama, Arka masuk ke kamar Luna. "Kak, numpang WiFi. Eh, udah ngorok ternyata," ucap Arka. Dia mengambil ponsel Luna lalu menyalakan hotspot. Dia berpikir sebentar, kira-kira jam berapa ia akan selesai menggunakan sambungan itu.
Saat masih mengotak-atik ponsel kakaknya, dua adiknya yang lain muncul di ambang pintu. "Tidur Arya, udah malem. Lihat tuh, kakak udah bobo." ucap Arsya yang melangkah masuk diikuti Arya, si bungsu yang masih on fire karena baru bangun tidur sore.
"Suruh belajar aja, pasti ngantuk," celetuk Arka sambil menunjuk meja belajar Luna.
Arsya menerima usul Arka lalu mengambil pulpen dan melihat buku di atas meja yang kertasnya udah sobek sebagian. "Nih, di buku bekas aja. Jawab soal."
Bunda yang sedari tadi mencari anak bungsunya, akhirnya menemukannya. "Kenapa ngumpul disini? Masuk kamar masing-masing. Udah malam," Bunda membubarkan kerumunan.
"Iya, bunda," mereka menjawab berbarengan.
Arka yang sudah mengganti setelan alarm ponsel Luna malah lupa membawanya. Ia buru-buru keluar kamar membuntuti Bunda.
Arga melihat kedua adiknya, Arka dan Arsya masuk ke kamar. "Kalian darimana? Jangan bolak-balik, berisik. Gue mau kerjain tugas." Dikuncinya pintu kamar itu.
Dan semua yang terjadi karena ketidak sengajaan itu membuat Luna terbakar emosi keesokan harinya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dhina ♑
Luna, aku ingin mengatakan sesuatu
2020-12-25
0
☘ꂵᎧᎧꋊ꒒Ꭹ☽☾
berulang
2020-10-03
1
☘ꂵᎧᎧꋊ꒒Ꭹ☽☾
mungkin
2020-10-03
1