Bab 7

PENGGANTI DADAKAN

POV'S BAGAS

Demi apa aku sudah mencium bibirnya.

Napasku sedikit tersengal karena oksigen di dada nyaris terkuras. Begitu juga wanita di hadapanku ini. Kening kami menyatu. Aku menatap netranya yang berkaca-kaca. Dia menangis? Kenapa? Tanyaku dalam hati.

"Ini ciuman pertamaku," ujarnya lirih.

Aku tertegun. "Benarkah?" tanyaku dan dia mengangguk dengan rona merah di pipinya.

Ah ... kenapa bibirnya manis sekali. Aku seakan candu.

"Boleh kau buka kerudungmu. Aku ingin lihat ...," pintaku.

Dia membuka jilbabnya perlahan. Sungguh mempesona. Kulitnya putih bersih. Wajahnya bulat, rambutnya hitam panjang terkepang. Aku mengelus anakan rambut yang meriyapi keningnya. Perlahan kukecup dengan mesra.

Fix ... aku sudah gila! Ah, tidak. Aku munafik. Baru beberapa jam sebelumnya aku bersumpah tidak akan menyentuhnya. Tapi, ketika aku melihat auratnya yang bersinar, membuat aku lupa diri.

Ah ... persetan. Dia milikku malam ini.

Pagi aku mengerjap. Sinar matahari menyilaukan pandanganku. Merasakan sosok yang tadi malam menghangatkan ku.

Tampak pergerakan kecil di sana. Mataku mengerjap memandangi sosok ayu. Mengecupnya berkali-kali. Ia pun membuka matanya yang indah.

"Assalamualaikum Suamiku," sapanya dengan suara merdu.

"Wa'alaikum salam Istriku," jawabku.

Aku tersenyum kecil. Teringat ketika tadi subuh nyaris kesiangan. Aku terbangun ketika mendengar teriakannya beristighfar.

"Mas ... ayo bangun. Nanti subuh terlewat!" serunya panik sambil mendorong tubuhku agar turun dari kasur.

"Sana cepat mandi besar!" titahnya.

'Hah! Mandi besar?' aku tertegun dalam hati.

"Ah ... Mas lama. Ram duluan deh!" serunya bergegas bangkit.

"Auch!!" ringisnya kesakitan. Ia memegang area intimnya.

Aku menatap dadanya yang begitu banyak tanda cinta. Ah ... Aku jadi malu. Betapa ganasnya aku semalam.

"Apa sakit?" tanyaku. Ram mengangguk sambil meringis.

"Mau kugendong?" tawar ku sambil menggodanya.

Ia langsung menggeleng cepat dengan semburat rona malu di wajahnya. Dengan perlahan dan menahan ringis kesakitan. Perlahan ia turun dari ranjang.

'Ah ... apa aku terlalu kasar mainnya ya?' tanyaku bergumam.

Dia masuk kamar mandi dan menguncinya di dalam. Kesempatan itu aku gunakan untuk.mencari tahu apa itu mandi besar. Kuraih ponsel di atas nakas. Membuka layanan google. Lalu mengetik.

"Mandi besar."

"Mandi besar atau mandi wajib adalah mandi atau menuangkan air ke seluruh badan dengan tata cara tertentu untuk menghilangkan hadats besar. Hal itu adalah pengertian dalam syariat Islam. Arti al-gusl secara etimologi adalah menuangkan air pada sesuatu. Wikipedia."

Aku membaca sebuah tautan mengenai apa itu mandi besar. Setelah mengetahuinya. Aku pun mencari tahu apa saja yang diperlukan dalam mandi besar. Setelah menemukan semua yang aku cari. Aku mulai beranjak dari tempat tidur. Sedikit terkejut ketika kusibak selimut yang menutupi tubuhku. Ada bercak darah di sana. Keningku berkerut.

"Cklek!" aku memfoto bercak itu. Sungguh terharu dan bangga. Aku laki-laki pertama yang menyentuh istriku.

"Aku sudah gila!" monologku sendiri. "Masa iya darah perawan istri, kufoto?"

Aku tersenyum dan mengingat, kebaikan apa yang pernah aku lakukan hingga mendapatkan penghargaan besar ini. Tanpa sadar air mata menetes di pipi. Hatiku sedikit nyeri. Teringat semua dosa yang kulakukan, terlebih ketika bersama Amelia. Wanita penipu itu.

Terbersit dalam hati. Aku merasa tak pantas untuk perempuan yang kini berada dalam kamar mandi. Aku berusaha menguatkan hati.

Pintu kamar mandi terbuka. Ram keluar dengan gelungan handuk di kepalanya.

"Mandi Mas. Cepat! Ram tunggu," ujarnya dengan binaran mata indah.

Aku terpesona sesaat. Sampai ia memanggilku kedua kalinya barulah aku beranjak dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Usai sholat. Kami kembali bergulat mesra. Sejujurnya akulah yang memulainya. Aku tak tahan untuk tidak menggempurnya.

*** Pagi setelah ritual membersihkan diri. Aku sudah berada di meja makan bersama Paman Armanto.

"Oh ya. Paman pamit pulang ya," ujarnya.

"Loh kok buru-buru Paman?" tanya Ram sambil menuangkan air dalam gelas ku dan pamannya.

"Iya. Padi kita sudah mulai menguning. Jadi Paman mesti memanennya," ujar Paman menjelaskan.

Ram mengangguk. Lima belas menit setelah sarapan. Paman sudah menarik kopernya dalam kamar.

"Paman masih tetap ke sini kan?" tanya Ram sambil menatap wajah Pamannya.

"Iya. Tapi tidak sering dulu. Paling ketika Paman membagi hasil panen, baru Paman datang ke sini," jelasnya panjang lebar.

Aku menatap istriku yang memeluk Pamannya, erat. Selesai, Paman mengurai pelukannya. Laki-laki gagah itu menatapku.

"Tolong jaga Ram. Ponakanku!" titahnya tegas. Aku mengangguk.

Paman memelukku. Sedikit wejangan ia bisikan ke telingaku. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Sebuah taksi online sudah datang. Paman menaikinya dan tak lama, mobil itu pun melaju meninggalkan rumah.

Aku merangkul bahu, Ram, istriku, lalu mengecup pucuk kepalanya.

"Masuk yuk sayang," ajakku.

Kami pun memasuki rumah saling berangkulan. Aku merangkul pundak Ram. Sedang Ram merangkul pinggangku.

Bersambung.

Cieeeh ... udah manggil sayang aja

boleh like, love, and vote yaa...

Terpopuler

Comments

nhenhe

nhenhe

langsung tancap gas ya ms bagas sa aeee.. liat yg bening dikit lgsg gila pikiran/Facepalm/ nya

2023-12-21

0

DALFIS NOYA

DALFIS NOYA

wow langsung di photo 😁😁

2023-01-19

0

Ratu Emilly

Ratu Emilly

aq mampir lagi Thor. 🤭🤭🤭

2022-07-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!