Bab 5

"Kau tahu. Amelia itu tidak hanya membawa kabur uang pernikahanmu, tapi juga dua orang lainnya," jelas Almira masih dengan suara tertahan.

"Apa!"

"Sstt! Pelankan suaramu!" tegur Almira memperingati.

"Lusa Mama akan kasih tahu. Sekarang nikmatilah malam pertamamu," lanjut Almira sambil mendorong tubuh putranya.

Armanto yang tengah melihat perdebatan ibu dan anak itu, berjalan mendekat.

"Maaf ... ada apa ini. Kalian bertengkar?" tanya Armanto keheranan.

Almira tersenyum gugup.

"Enggak. Ini nih, Bagas masih malu-malu," jawabnya kikuk.

"Oh ... hehehe ... tidak apa-apa, namanya juga baru pertama kali tidur bersama wanita," ujar Armanto terkekeh.

"Hehehe ... iya. Oh ya, Mama pulang dulu ya, besok atau lusa kamu bisa boyong istrimu ke rumah baru," ucap Almira panjang lebar.

Setelah cipika-cipiki. Bagas akhirnya masuk rumah. Tadinya ia meminta pembelaan dari ayahnya, pak Anugrah.

Tapi pria itu hanya mengendikkan bahu. Tanda ia tak ikut campur.

Ketika melihat pelaminan yang dibongkar. Ia merasa mengingat sesuatu.

'Sepertinya aku pernah lihat. Di mana ya?' gumamnya dalam hati.

Sesekali ia tersenyum geli ketika sesi foto tadi. Betapa ia harus menetralkan debaran jantungnya saat sang fotografer mengarahkan gayanya. Bagas disuruh memeluk istrinya dari belakang. Bias malu mencuat dari kedua pipi pasangan dadakan itu. Bahkan saat ia disuruh mengangkat dagu Ram, istrinya. Betapa ia hampir mengingkari janjinya untuk tidak tergoda akan gadis itu.

Pria tampan itu menaiki tangga. Kamar Ram ada di lantai dua. Sebelumnya ia sempat berpikiran buruk tentang isi kamar gadis itu. Ketika ia hendak mengganti bajunya.

Terlintas dalam pikiran isi kamar Ram. Tempat tidur kayu dengan busa tipis, kecil, pengap dan kipas angin. Yang pastinya juga tidak ada kamar mandi di dalam.

Namun ketika ia berada di kamar itu tadi sore. Semua asumsinya salah. Kamar Ram besar, ada pintu kaca yang terhubung dengan balkon berisi kursi dan meja untuk bersantai. Tempat tidur berukuran queen size beralas sprei warna merah dengan corak bunga warna-war ni. Kamar mandi di dalam dan yang pasti ada AC.

Bagas sudah sampai di depan kamar Ram. Jantungnya kembali berdegup kencang. Ia memutar knop pintu dan membukanya.

Krieet!

Tampaklah gadis berkerudung putih duduk di pinggir tempat tidur sambil tersenyum manis.

"Assalamualaikum Suamiku," ujar Ram memberi salam.

"Wa-wa'alaikum salam, Istriku," Bagas menjawab salam dengan gugup.

Bagas masuk, menutup pintu dan menguncinya. Ia sedikit tertegun.

'Kok, aku kunci?' gumamnya heran. Tapi ia menghiraukan itu.

"Mas mau mandi?" tanya Ram masih tersenyum.

"M-Mas?" tanya Bagas heran.

"Iya, Mas. Atau kau tak suka dengan panggilan itu?" tanya Ram dengan wajah polosnya.

Bagas menggeleng, ia setuju panggilan itu. Ram berjalan ke lemari besar. Ia mengambil handuk dan piyama laki-laki warna navi.

"Ram sengaja beli ini. Tujuannya sih, biar Suami, Ram ada ganti," jelas Ram sambil menyerahkan piyama dan handuk itu.

"Oh ya, jangan lupa ambil wudhu habis mandi. Kita shalat isya' jamaah," ujar Ram dengan suara lembut.

'Hah! Sholat! Mampus gue!" Bagas panik dalam hati.

Ia jarang. Bukan jarang tapi sudah tidak pernah menjalankan kewajibannya sebagai umat Islam. Bagas menelan saliva. Dalam otaknya berputar tata cara shalat. Jangankan itu. Ia nyaris lupa surah Al-fatihah.

'Mampus gue. Gue beneran mampus hari ini,' kalutnya lagi dalam hati.

bersambung

ish lah kok nggak hapal alfatihah ....serem

love like komen n vote

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***