Tamu 2

Setelah bersalaman dengan istri dari teman ayah nya. Rina pun duduk di samping orang tua nya.

"Pintar kamu mendidik putri mu Zaka," kata teman ayah.

Ayah nya Rina tersenyum mendapat pujian dari sahabat baik nya ini.

"Iya,,, cantik dan penuh sopan santun putri mu Wulan." kata istri nya lagi.

"Terima kasih banyak atas pujian nya untuk putri ku. Tapi semua ini karna didikan pondok pesantren juga. Tak sepenuh nya didikan ku Fis, Fitri." kata ayah Rina.

"Yah.... Ya.... Kamu tidak berubah. Masih sama Zaka, selalu merendah kan diri mu." kata teman ayah.

"Di banding dengan mu, aku masih jauh di bawah Fis. Anak mu yang tampan dan sekarang jadi seorang ustad itu jauh dari keberhasilan yang aku capai sekarang". Kata ayah Rina.

Rina kaget mendengar apa yang ayah nya kata kan. Ternyata yang akan di nikah kan dengan nya ini sudah seorang ustad. Mungkin kah ia sudah berumur, sehingga mahu menikah dengan ku. Ia, tidak melihat aku. Tapi, kenapa ia ingin menikah dengan ku.

"Rina, apa yang kamu pikir kan nak". Tanya bunda yang melihat anak nya bengong.

"Gak papa bun, hanya memikir kan taman ku aja." kata nya berbohong.

"Taman???? " kata istri teman ayah.

"Oh... Iya, Rina anak kami ini hobi nya berkebun. Tapi, karna lahan kami tidak terlalu besar. Jadi nya aku hanya mengizin kan dia menanam bunga di halaman belakang rumah kami." kata ayah.

"Wah,,, bagus ini. Sangat cocok dengan kamu Fitri, kamu kan juga suka bertanam kan." kata Hafis pada istri nya.

"Iya,,,, kamu akan bisa menemani umi bertanam bunga nanti nya nak". Kata Fitri.

"Wah.... Kebetulan sekali, selama ini aku gak tahu kamu itu suka bertanam Fit." kata bunda.

"Iya,,, kamu kan jarang datang ketempat kami sekarang Wulan. Jadi nya gak tahu kan". Kata Fitri.

Terlihat sangat akrab mereka, kedua orang tua calon nya ini juga terlihat sangat hangat dan nyaman. Rasa nya mungkin akan baik-baik saja jika menjadi keluarga.

"Oh, kalian kok gak bawak Firdaus sekalian sih datang nya". Kata bunda.

"Firdaus nya lagi ada kelas hari ini, dan gak mungkin jika ia juga ikut meninggal kan pesantren ketika kami tidak ada." kata Hafis.

"Anak itu masih saja sama seperti remaja dulu". Kata ayah.

"Lupa kan dia, dia memang anak yang tidak bisa meninggal kan pondok jika tidak ada hal penting." kata Hafis lagi.

Jadi, Firdaus ini orang nya seperti apa sih sebenar nya. Kenapa aku tidak tahu sama sekali tentang dia. Dan juga, apa kah tidak penting melihat calon nya dahulu sebelum menikah. Kata Rina dalam hati nya.

"Rina, jangan terlalu banyak bengong. Gak baik kamu diam dan melamun sendirian."kata mama.

"Wulan, mungkin anak mu tidak nyaman di sini. Karna kita kan tak seumuran dengan nya, jadi nya dia merasa tidak nyaman." kata Fitri.

"Oh, ya. Sebaik nya kamu kedapur aja, siap kan makanan nya ya". Kata bunda.

"Baik bunda, eeee..... " kata nya tak tahu mau memanggil apa pada tamu ayah nya itu.

"Panggil umi abi aja nak, kamu gak usah terlalu cangung dengan kami". Kata Fitri.

"Baik lah, umi abi. Rina kedapur dulu ya". Kata nya pamit.

Rina pun berjalan menuju dapur nya, dalam hati ia merasa sedikit lega karna tidak di sana lagi. Ternyata, orang tua calon nya itu begitu pengertian di banding kan dengan ayah dan bunda nya. Masih pengertian calon nya lagi.

Ia pun tidak mau memikir kan tentang hal yang tidak-tidak lagi. Ia menyiap kan makanan yang telah di masak nya tadi di atas meja makan.

Setelah selesai menyiap kan makanan, ia kembali keruang tamu. Mengata kan pada ayah dan bunda serta tamu nya, jika makanan sudah siap. Maka, orang tua nya mengajak tamu mereka untuk makan.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***