Playboy
Aku menggeliat mendengar suara deringan telepon. Aku mencoba meraih ponsel yang terakhir kali kuingat berada di atas nakas. Dengan mata yang menyipit aku melihat siapa yang menelponku semalam ini.
Kevin.
Aku langsung melebarkan mataku dan akan segera mengangkatnya ketika tangan lain meraih ponsel itu. Aku membalikkan tubuh dan melihat pria yang tidur di sebelahku mematikan panggilan tersebut, bahkan menonaktifkan ponselku juga.
“Itu dari Kevin!” protesku kesal.
“Aku tahu.” ucapnya tanpa rasa bersalah. Ia bahkan kembali merapatkan selimut yang ia gunakan.
Aku segera meraih ponselku yang ia letakkan di nakas sampingnya, dan ia kembali mencekal tanganku. Matanya bahkan masih tertutup.
“Malam ini jangan angkat telepon dari siapapun,” ucapnya dengan suara serak. Ia memaksaku kembali berbaring di sebelahnya.
“Jangan sampai mereka tahu apa yang kita lakukan malam ini, cukup menjadi rahasia kita berdua.” Ia membisiku dengan suara serak yang sangat seksi di telingaku.
Jantungku berdetak sangat kencang. Ia kembali memelukku. Aku bahkan bisa merasakan bibirnya yang tersenyum di permukaan leherku yang memang terbuka. Aku menahan napasku. Ini bukan pertama kalinya aku bersama pria ini, aku bahkan sulit untuk menjelaskan hubungan kami.
“Dimitri!”
Aku mendorong tubuhnya paksa, dan pelukannya terlepas begitu saja. Aku segera memunggunginya. Aku hanya terlalu gugup dengan jarak sedekat itu. Walaupun aku mengatakan kami tak memiliki hubungan apapun, jantungku tetap berdetak dengan kencang dengan sentuhannya.
Siapa yang tidak akan luluh dengan sentuhan seorang Dimitri? Playboy yang aku tahu sangat berpengaruh di Korea itu. Aku sangat sadar dengan reputasinya itu, tapi kedekatan kami sudah di mulai sebelum ia menjadi seorang playboy.
“Dua jam yang lalu kamu bahkan sangat menikmatinya. Apa aku harus mengulangi lagi agar kamu ingat rasanya?” dia kembali berbisik di telingaku, dan tangannya kembali memeluk pinggang telanjangku.
Ah sial! Pria ini benar-benar sangat berbahaya.
Aku membalikkan tubuhku, dan kini aku menatap matanya. Jika saja aku belum mengenalnya, maka aku akan langsung tertipu dengan tatapan teduhnya. Percayalah, di balik tatapan itu terdapat berjuta makna yang hanya dia sendiri yang mampu menerjemahkannya.
“Aku harus tidur. Besok aku harus menghadiri rapat pagi. Bersama Kevin.”
Raut wajahnya sedikit berubah ketika aku menyebut nama itu, dan hanya beberapa detik setelahnya wajah itu segera menunjukkan senyum teduhnya.
“Tidurlah. Tapi aku akan tetap memelukmu.” Ia mencium keningku, lalu kembali memelukku posesif.
**
Jadi sekarang biar aku jelaskan pada kalian tentang hubunganku dengan Dimitri. Kami bersahabat, aku, Dimitri, dan juga Kevin. Ingin tahu hal yang lebih lucu lagi? Kami bertiga bekerja di kantor yang sama.
Kami bersahabat dan hubungan kami sedikit rumit. Aku bahkan tidur bersama Dimitri, dan terhitung semalam adalah yang ketiga kalinya, mungkin? Aku bahkan lupa. Aku tahu seperti apa Dimitri itu, seorang playboy kelas kakap yang sangat tampan. Entah sudah berapa banyak wanita yang ia tiduri di luar sana.
Kalian pasti berpikir aku sangat gila, aku sangat tahu hal itu. Hanya saja aku tak bisa menolak pesona yang ia miliki. Anggap saja kami adalah friends with benefit, karena semalam aku memang sangat membutuhkannya. Terlalu banyak permasalahan yang harus kupikirkan. Aku bahkan berakhir mabuk di klub semalam, dan Dimitri yang datang menyelamatkanku dari kemungkinan pria hidung belang lainnya.
Jangan minta aku menjelaskan secara detail bagaimana kami bisa berakhir di ranjang. Ceritanya sangat panjang dan intens, jika kalian mengerti apa yang kumaksud. Tak perlu di perpanjang, karena aku sangat malu jika harus mengingat kejadian itu.
“Bagaimana perkembangan syuting produk itu, Bu Liliana?”
Aku menatap Kevin yang hari ini memimpin rapat, dia tampan seperti biasa. Dan dia adalah Direktur Umum di perusahaan ini, dan aku adalah Manajer Pemasaran.
“Berjalan lancar sesuai jadwal, siang ini sudah selesai dan bisa di edit lalu di serahkan ke pihak stasiun televisi,” ucapku tenang.
Kevin hanya menganggukkan kepalanya mengerti, lalu mengatakan beberapa kalimat lagi pada peserta rapat. Dia lebih muda tiga tahun denganku, tapi karena ini adalah perusahaan keluarganya, ia bisa dengan mudah mendapatkan jabatan itu. Tapi jangan pernah ragukan soal kinerjanya, ia sangat profesional.
“Baiklah, kalian boleh kembali bekerja lagi, dan Bu Liliana, kamu tetap tinggal, ada yang ingin saya bicarakan.”
Aku mengurungkan niatku untuk beranjak, aku bahkan sudah membereskan berkas-berkas yang kubawa. Ini bukan soal pekerjaan, aku sangat tahu itu.
Setelah semua orang pergi, dan hanya tersisa kami berdua, Kevin langsung menatapku tajam. Benar, kan? Ini bukan soal pekerjaan.
“Kakak tak mengangkat teleponku semalam.”
Panggilan kakak itu sebenarnya sangat mengganggu tapi juga terdengar manis secara bersamaan. Ia menyukaiku, dan sudah sangat sering mengatakannya padaku.
“Aku sudah tidur, kamu menelponku jam satu malam. Kamu juga tahu sebanyak apa pekerjaanku kemarin.” aku menjawab dengan tenang.
Aku sudah memikirkan jawaban itu sejak pagi tadi, karena tahu Kevin pasti akan menanyakannya.
“Bukan karena sedang bersama Dimitri?”
Kevin menatapku tajam, menuntut jawaban sebenarnya.
Oke, apa kalian ingin tahu satu rahasia lagi? Aku jamin ini adalah yang paling mengejutkan untuk kalian. Jadi, Kevin dan Dimitri adalah sepupu. Aku mengenal Kevin dari Dimitri, kami bahkan sering menghabiskan waktu makan dan hangout bersama. Kevin juga secara terang-terangan menunjukkan rasa sukanya padaku di hadapan Dimitri.
Bagaimana? Apa mengejutkan? Atau kalian sudah menduganya?
“Tidak. Bagaimana mungkin aku—“
Aku tidak tahu bagaimana ia bisa melakukannya, tapi sekarang dia sudah berdiri di hadapanku. Ia berdiri sangat dekat denganku, aku bahkan bisa merasakan hangat nafasnya. Seperti yang bisa di duga, jantungku juga berdetak sangat cepat.
Aku tak pernah menyukai pria yang lebih muda dariku, tapi Kevin memiliki aura yang tak jauh berbeda dari Dimitri. Lagipula mereka sepupu, pasti ada kesamaan walau sedikit. Terkadang ingin menyesali persahabatan ini, tapi aku juga bahagia dengan hubungan persahabatan yang sangat aneh ini.
“Apa jantung Kakak berdebar ketika kita berada dalam jarak sedekat ini?”
Aku segera menyadarkan diriku sendiri. Pria dengan nama belakang Aldino yang kukenal ini memang sangat berbahaya. Gadis-gadis di luar sana aku yakin tak mengetahui kelakuan pria yang mereka idam-idamkan ini, mungkin jika tahu, mereka akan langsung meninggalkannya. Atau justru tidak, karena mereka menyukai tipe pria seperti ini? Entahlah.
“Bersikap baiklah pada kakakmu ini. Kita bicarakan lagi nanti siang, Pak Kevin?”
Aku menepuk bahunya pelan dan memberikan senyuman paling manisku padanya, lalu berlari keluar ruangan. Aku tak bisa lebih lama berada di ruangan yang sama dengan pria muda sepertinya. Cukup Dimitri saja yang mengacaukan hatiku.
**
“Lembur lagi?”
Aku mendongakkan kepala, dan menemukan Dimitri sedang bersandar di daun pintu yang terbuka. Aku tersenyum dan menekuni lagi berkas yang sedang kubaca. Sudah pukul sembilan malam, dan harusnya sebentar lagi aku bisa menyelesaikan pekerjaanku.
Apa aku belum menceritakan tentang pekerjaan Dimitri? Maka akan kuceritakan sekarang.
Jika Kevin adalah Direktur Umum, maka Dimitri adalah pemegang saham terbesar kedua setelah Ayahnya. Ya, ia memiliki jabatan setinggi itu, dan dia adalah sahabatku. Friends with benefit, for sure.
“Apa kertas itu sangat menarik sampai kau tak melihat wajahku?”
Aku mendengar langkah kakinya yang berjalan mendekati meja kerjaku. Ia bahkan sudah berdiri di samping kursiku. Melipat tangannya dengan angkuh di dada, bersandar pada meja kerjaku, lalu menatapku dengan intens, seolah aku barang antik yang harus di perhatikan dengan seksama.
“Sayangnya begitu, karena kertas ini mampu memberiku gaji,” ucapku tenang.
“Aku bahkan bisa memberimu lebih dari gaji.”
Aku menatapnya sengit, sepertinya aku salah berbicara, dan masih ada lanjutan dari kalimat itu pastinya.
“Kenikmatan, mungkin?” lanjutnya dengan kerlingan nakalnya.
Lihat! Seharusnya aku tak perlu meladeninya. Jabatannya memang sangat tinggi, tapi percayalah, otaknya sangat butuh untuk di bersihkan.
“Aku harus menyiapkan laporan ini untuk rapat besok, jadi aku tak akan tergoda dengan rayuanmu itu, Dimitri. Sepertinya malam ini kamu harus mencari wanita lain untuk pelampiasanmu.”
Tak ada jawaban. Tapi aku masih bisa merasakan tatapannya. Well, ia tak akan melepaskanku semudah itu, kan? Dimitri Aldino yang kukenal tak akan melakukan itu. Jadi, aku menatapnya untuk memastikan.
Dan itu adalah kesalahan besar. Seharusnya aku hanya fokus pada kertas di tanganku tanpa mempedulikan pria ini apapun yang terjadi.
“Bagaimana jika aku hanya menginginkanmu malam ini? Sepertinya aku sudah kecanduan dengan tubuhmu.”
Dan hanya dengan kalimat itu, mampu menghanyutkan tatapanku padanya. Hanya ucapannya saja sudah membuatku kalang kabut seperti ini, bagaimana jika…?
Dimitri menciumku. Tiba-tiba seperti biasanya, dan itu sangat memabukkan. Ciumannya sangat menuntut, dan membuatku goyah. Beruntung aku sedang duduk saat ini. Well, dan sepertinya malam ini akan berakhir seperti kemarin.
Aku bahkan tak peduli jika laporan ini harus selesai besok, aku sudah terlalu mabuk dengan perlakuan Dimitri. Aku hanya akan mengikuti instingku saat ini.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Mrs. Weasley
teman tapi mesra wkwk
2021-06-01
0
Fitriani
wow cerita panas nih......😁😁😁
2021-01-12
1
Endang Purwati
author sayaaanngg...saya mampir inii...wweehh authornya kayaknya EXO-L yaaahh...dduuhh saya mampir kesini krna lihat cover nya uri Angel Jongdae.....aaahhh dia lagi wamil sekarang....😍😍😍😍
2020-12-06
1