La Señorita
Vote sebelum membaca😘
.
.
Madrid, Spanyol.
Kota indah dengan sejuta kuliner, hiburan dan gaya. Semua menikmati, terkecuali seorang perempuan yang sibuk menata kehidupan. Hidupnya hancur setelah kematian kedua orangtuanya, menyisakan utang yang mungkin tidak akan mampu dibayarnya meskipun dia bekerja seumur hidup di restauran cepat saji.
Lucia Michelle, nama perempuan berusia 19 tahun yang sudah mandiri sejak kecil. Hingga detik ini, dia tidak bisa berhenti membenci kedua orangtuanya, tidak jarang dirinya mencaci mereka dalam hati maupun doa. Bagaimana tidak, mereka meninggalkan Lucia ketika berusia 5 tahun pada neneknya yang lumpuh, dengan kemiskinan. Mereka melakukan semua itu dengan meninggalkan janji, bahwa mereka akan kembali dengan kekayaan. Nyatanya, hanya tubuh yang pulang dan desakan untuk semakin miskin.
Untuk mengganti semua uang yang dihamburkan kedua orangtuanya, membuat takdir hidup Lucia buntu. Dia terpaksa harus mengabdikan diri, seumur hidup sebagai pelayan, pada pria kaya dimana orangtuanya meminjam uang. Mendapatkan gaji lalu memotong bagian untuk utang.
Dua tahun berada di mansion megah itu membawanya pada hal lain. Sejak dirinya dilahirkan, baru kali ini perempuan pendiam yang memiliki manik biru langit itu merasakan getaran aneh. Disaat tuannya memainkan nada piano, bahkan disaat pria itu melangkah melewatinya, aroma parfumnya berhasil membuat jantung Lucia berdetak kencang. Dalam diamnya, dia menyukai pria itu.
Louis De La Mendoza, pria yang umurnya 14 tahun lebih tua darinya. Mata hitamnya yang tajam, rahangnya yang kuat dan ditumbuhi bulu-bulu halus, hidungnya yang mancung dan bibirnya yang agak tebal. Dia bagaikan dewa yang tersesat di dunia manusia.
Namun, bukan paras yang membuat Lucia tertarik, tapi jemarinya yang pandai memainkan piano, memberi desakan pada jiwanya untuk melepaskan perasaan itu. Perasaan untuk mengikuti alunan musik.
“Lucia, berhenti melamun,” ucap Derulo --yang tingkatannya lebih tinggi-- mengangetkan.
“Maaf, Derulo.” Lucia mengaktifkan kembali sistem motoriknya, mengepel lantai dapur sebelum beralih untuk mengepel bagian luar mansion.
“Buenos días, Lucia. (Selamat pagi.)”
“Buenos días, Señora, (Selamat pagi, Nyonya.)” menundukan tubuh menyambut kedatangan wanita berambut merah yang menaiki tangga.
Penelope Mentinel, wanita yang berhasil menaklukan tuannya. Satu tahun kebersamaan mereka, mampu membuat Lucia lebih giat memanjatkan doa agar Tuhan menghapuskan perasaannya.
Penelope tertawa. “Aku masih Señorita, belum sah menjadi Señora.”
“Lo siento, Señorita. (Maaf, Nona.)”
“Berhenti menunduk dan mengucapkan itu. Apa Louis sudah bersiap?”
“Mi querido. (Sayangku.)”
“Louis.”
Mata Lucia berpaling melihat sepasang kekasih yang berciuman. Hanya terhitung detik, tapi efeknya mampu membuat hatinya meledak hancur berkeping-keping.
“Adiós, Lucia. (Sampai jumpa.)”
“Adiós, Señorita.”
Belum pernah sekalipun Lucia mendapatkan sebuah kata yang keluar dari mulut tuannya. Dia benar-benar dingin dan tidak tersentuh. Beruntungnya Penelope yang bisa masuk ke dalamnya, menyentuh dan mengisi ruang hati pria dingin itu. Memikirkannya saja membuat perempuan setinggi 150 cm itu mendapatkan kesedihan.
Dia menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat sebelum pergi ke dapur untuk mendapatkan sarapan.
“Apa yang kau masak hari ini, Jule?”
“Tuan menginginkan fritatta, tapi dia tidak menyentuhnya karena Nona Penelope datang. Kita dapat jatah makan besar,” ucap wanita tua itu memberikan Lucia sepiring makanan.
“Gracias, Jule.” Pemilik rambut cokelat muda bergelombang itu berjalan ke belakang mansion, tepat di samping ruang penyimpanan bahan makanan, dia duduk dan melahapnya. Masakan Jule adalah yang terenak kedua setelah neneknya. Ah, mengingat wanita tua yang telah meninggal itu membuatnya tambah sedih.
“Hei, Lucia.”
“Apa itu?”
“Udang, kau mau?”
Lucia menggeleng, bergeser membiarkan Jule duduk di dekatnya. “Kemana kau akan pergi akhir bulan ini?”
“Dikamar, mungkin. Aku sedang berhemat untuk melunasi utang lebih cepat.”
Jule menahan tawa dengan mulut penuh makanan. “Lucia, utangmu lebih dari puluhan juta dollar Amerika, seumur hidup bekerja tidak akan terlunasi.”
“Setidaknya aku membayarkan semua gaji, mencegah jika aku mati muda dan menyisakan utang besar.”
Jule mengangguk-angguk. “Lihatlah aku, umurku 50 dan masih ada 43 tahun untuk melunasi utang. Nikmati gajimu, setidaknya sebagian, atau kau mati tanpa menikmati hidup. Apalagi kita punya libur dua hari dalam sebulan.”
“Aku sudah mati,” gumam Lucia menggigit bagian terakhir makanannya. Dia membisu tanpa menatap Jule yang terlihat kesal dengan jawabannya. “Hari ini aku akan membersihkan kamar atas agar besok bisa istirahat.”
“Bisakah kalian makan dengan cepat? Utang kalian mungkin akan dibawa mati, selelah apapun kalian bekerja tidak akan mengganti uang Tuan Louis. No seas estúpido. (Jangan bodoh.)”
"Sí, Andrean,” ucap keduanya bersamaan.
Andrean, pria berusia 67 tahun yang memiliki tanggung jawab dengan semua keheningan di mansion ini. “Cepat.”
“Aku duluan.” Jule meninggalkan.
Tidak ingin dimarahi oleh Andrean, Lucia menaiki tangga menuju lantai dua.
Mungkin bagi yang mendengar, membersihkan 32 kamar adalah hal sulit. Namun, tidak baginya. Kamar-kamar itu tidak pernah ditempati. Dan selama dua tahun, hanya satu kamar yang belum pernah Lucia masuki. Tentu saja kamar milik tuannya, Louis.
Hanya ada sembilan pelayan disini, termasuk dirinya. Mereka disini karena alasan yang sama, yaitu membayar utang dengan mengabdikan diri. Dan secara tidak langsung, dirinya adalah milik tuannya, dia adalah budaknya.
Satu alasan yang membuat para pelayan tidak berani kabur, Louis De La Mendoza bukan sekedar pria pemilik real estate, club ternama atau perusahaan Mendoza Inc. Louis adalah tuan dari kartel paling berbahaya di Madrid, atau yang sering disebut kartel “dioses la asesinos.” yang artinya dewa para kematian.
Sebuah jiwa pembunuh bersembunyi dibalik wajah tampannya. Dan salah satu kewajiban Lucia adalah diam, seperti yang diajarkan Andrean.
Keributan dari arah luar menarik perhatian Lucia, dia menuruni anak tangga, tangannya membungkam mulut saat melihat dua pria berbadan besar membawa seorang pria tua dengan darah di sekujur tubuhnya. Bagian barat mansion adalah tempat misterius yang tidak pernah tersentuh siapapun. Dan pria tua itu dibawa ke sana.
“Lucia, kembali bekerja sebelum Andrean melihatmu.”
“Noah, pria tua itu sepertinya butuh pertolongan.”
Pria tanpa rambut itu menahan. “Ini bukan kali pertamanya kita melihat hal seperti itu.”
Lucia tetap melihat ke koridor barat, mulutnya terkatup seakan tidak kuasa menahan hasrat.
“Lucia, ayo pergi.”
Suara pintu terbuka kasar mengagetkan keduanya, apalagi dengan kembalinya dua pria besar tadi.
“Que has hecho?! (Apa yang telah kalian perbuat?!)”
“Lo siento, Señor. (Maaf, Tuan,)” ucap salah satunya dengan bergetar.
Tanpa berkata, Louis mengambil senjata dari balik jas dan menembak kaki dua pria besar itu.
Lucia menjerit ketakutan, yang segera direndam oleh pelukan Noah. Pria itu menyeretnya pergi dari sana.
Pemilik mata biru itu menengok, menatap Louis. Tidak ada rasa bersalah di matanya, begitu datar ketika menembakan peluru ketiga dan empat, tepat di tangan kiri dua pria itu.
***
Pemilik bulu mata lentik membuka mata, merasakan kemarau panjang di tenggorokan. Lucia bangkit, keluar kamar untuk memenuhi hasrat menelan air.
Mansion begitu gelap, senyap dan sunyi. Hanya detak jam yang terdengar. Sampai Lucia menangkap sosok pria yang tertidur di meja bar. Mengumpulkan keberanian, dia mendekat.
“Señor, Señor.” Suaranya lembut, pelan dan berharap mampu menembus ruang ketidaksadarannya. Lucia mengguncang pelan tubuhnya “Señor.”
Pria itu merasa terganggu, Louis mendorong Lucia kuat hingga terjatuh, pria itu menegakan tubuhnya, dan menatap tajam perempuan yang kini berdiri menundukan kepala.
“Maaf, Tuan.”
“Ambilkan air putih.”
“Ya?” Mata Lucia membulat. Kaget, tidak percaya pria itu bicara dengannya.
Menatap matanya hitam kelamnya mampu membuat jantungnya kembali berdetak kencang. “Sí, Tuan.” Segera melangkah melaksanakan perintah.
Tangannya bergetar halus, Lucia meletakan segelas air tepat di depan tuannya. Tersenyum kecil saat pria itu meminumnya.
“Kau ingin lagi, Tuan?”
Hening, tidak ada jawaban dari Louis yang nampak lelah dan mengantuk.
“Señor? Aku akan mengisinya ulang.”
Jantung Lucia kembali dibuat bermasalah, Louis tiba-tiba mencekal tangannya, lalu matanya yang terlihat berkabut menelanjanginya. “Señor…..” Lucia mencoba melepaskan.
Namun, Louis malah menarik pemilik bibir tipis itu hingga dada Lucia hampir menyentuh wajah majikannya. Perempuan itu menunduk malu saat jemari Louis menelusup, dan menari di kulit pinggangnya.
“Señor…..” Bibirnya bergetar, kini yang dia rasakan hanyalah ketakutan. Apalagi saat Louis tiba-tiba mencengkram lehernya, lalu mendorongnya hingga terbaring dalam dinginnya lantai.
Pria itu menindih dengan tangan masih mencekik. “You’re slave, my slave,” ucapnya lalu mencium paksa Lucia.
Tidak ada yang bisa Lucia lakukan, mulutnya dibungkam oleh bibir yang mengalirkan saliva bercampur alkohol. Air matanya menetes, tubuhnya yang lemah mencoba menghentikan. Namun, pemberontakan itu dikalahkan oleh gumaman Louis, menyatakan bahwa dia adalah budaknya.
“Callate! (Diamlah!)”
Lucia tersakiti, hatinya hancur berkeping, tubuhnya dirusak oleh pria --yang sialnya-- masih dia sukai hingga detik penyelesaian.
Dia mengambilnya secara paksa, merusak apa yang telah Lucia jaga. Ruangan sunyi menjadi saksi bisu bagaimana keringat bercampur dengan air mata. Dinginnya lantai tidak sebanding dengan dinginnya hati pria bermata hitam itu. Tidak ada rasa kasihan, tidak ada kesempatan Lucia bahkan untuk mengucapkan satu patah kata.
“Shit!” umpatnya.
Lucia rusak, terbaring lemah disamping gelas yang pecah.
***
Pagi itu, Lucia terbangun di kamar asing, ditarik pada kenyataan oleh aroma maskulin. Matanya mengedar, menatap ruangan yang didominasi warna hitam dan abu-abu. Tentu saja dengan gaya modern, dan inilah kamar yang belum pernah Lucia masuki sebelumnya.
Begitu dia membalikan badan, tubuhnya menegang melihat sosok pria yang membelakangi. Menghadap celah gorden, dengan asap yang mengepul di sekitarnya. Dia merokok tanpa menganakan baju.
“Aw,” rintih Lucia begitu dia mendudukan diri, tangannya menahan selimut agar tidak jatuh. Begitu pula untuk menahan rasa takut saat pria itu datang mendekat.
Louis mematikan rokoknya, lalu melemparkan sebuah amplop cokelat. “Itu gajimu.”
Tangan putih itu mengambilnya dengan tangan bergetar, menatap isi amplop yang dipenuhi uang. “Tidak, Señor, ini untuk melunasi utang-utangku.”
“Itu untuk gajimu semalam, nikmatilah.”
Sekan dihantam batu besar, Lucia sesak. Ditindih oleh perkataan yang mengatakan bahwa dirinya adalah pelacur. Lucia menunduk.
“Kau akan pergi ke Pulau Balears, tepatnya di Palma untuk menjaga villa. Aku akan menggajimu seperti biasa, dengan ketentuan yang sama. Satu hal….” Louis mendekat lalu menjambak kuat rambut Lucia, membuat perempuan itu mengadah. “Kau tidak boleh memberitahu apa yang terjadi semalam, mengerti?”
Lucia mengangguk dengan air mata yang mengalir membasahi pipi. “Sí, Señor.”
Tanpa belas kasihan, Louis menarik Lucia untuk berdiri dan menghantamkan kepalanya ke lantai. “Itu untuk kesalahanmu karena mendekatiku semalam.”
Dengan bibirnya yang bergetar, Lucia menjawab, “Sí, Señor…” Meringkuk mencoba menutupi tubuh telanjangnya.
Louis melemparkan kaos tepat di wajah cantik Lucia. Perempuan itu segera memakainya. Mulutnya mungkin bungkam, tapi air matanya terus menetes, yang segera dia hapus secara paksa dan kasar.
Pemilik mata hitam itu terlihat sedang memanggil seseorang lewat telpon. Dan benar saja, sesosok pria datang tidak lama setelahnya.
Louis berkata sambil melangkah ke arah kamar mandi. “Buang sampah ini dari Madrid.”
“Si, Señor,” ucap pria kulit hitam itu menarik paksa Lucia agar bangun.
Louis tidak tahu, bahwa yang dia sakiti bukanlah Lucia saja, bahwa yang dia usir bukanlah Lucia saja. Dia tidak tahu, kalau ada janin yang akan segera terbentuk karena kesalahannya.
----
Love,
Ig : @Alzena2108
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Sandisalbiah
Louis... iblis berwujud manusia.. tak berhati seperti hewan...
2024-11-01
0
Bunga Istiqomah
❤❤❤❤❤❤
2024-06-12
0
ſᑎ🎐ᵇᵃˢᵉ
⭐⭐⭐⭐⭐
2024-06-03
0