Chapter 2

Keesokan harinya, Vian kembali lagi ke tempat kerja putri. Beruntung, saat ia datang pelanggan tengah sepi, pekerjaan pun hampir selesai.

Putri yang mengetahui kedatangan Vian, tergopoh-gopoh memberitahu gadis itu. Ia yang sedang menyetrika beberapa baju milik pelanggan segera di gantikan pekerjaannya oleh temannya itu.

Putri bergegas menemui Vian. Pemuda itu cukup sombong dan berkuasa. Ia takut kesepakatannya yang kemarin di batalkan karena ia membuat pria itu kesal.

"Vi-vian.. Ada apa datang lagi kesini?" Putri tampak bingung. Pria itu menyunggingkan senyum yang menurut Putri cukup menyeramkan.

"Memangnya salah, jika aku ingin menemui calon istriku sendiri? Kamu keberatan?" kalimat itu di ucapkan dengan tegas oleh Vian. Ia seperti tidak senang karena sambutan Putri yang tidak ramah.

"Bu-bukan begitu. Aku hanya tidak enak pada Bosku karena harus menemuimu. Aku takut..."

"Apa yang kamu takutkan? Aku bahkan bisa membeli tempat ini untukmu, memangnya siapa yang berani mengusik calon istri Vian Wirayudha?!" ucap pria itu dengan angkuhnya.

Putri sedikit kesal. Semuanya hanya settingan. Jadi, tidak perlu mengatakan dia calon istri segala sampai berkali-kali. Bagaimanapun, Putri tidak ada hati dengan Vian. Selain itu, ia juga sedang dekat dengan Raihan, kakak tingkatnya di kampus.

Meskipun pesona Vian lebih besar di bandingkan Reihan, tapi Putri lebih nyaman dengan pria jebolan pesantren itu, jika di bandingkan dengan Vian yang tampak kasar dan sombong.

"B-baiklah, jadi ada apa?" Putri mengulang pertanyaannya yang sempat di abaikan oleh Vian.

"Tanda tangani ini, lalu ikut aku!" Vian menyodorkan sebuah map berwarna hijau, di dalamnya ada beberapa lembar berkas Kawin Kontrak mereka.

"Baiklah, tapi aku takut..." Putri mengambil map itu, tanpa membacanya lagi ia langsung menandatanganinya tanpa sadar.

"Sudahlah, jangan banyak alasan, ikut aku!" Vian menarik tangan Putri sedikit kasar.

"Bimo! urus pengunduran diri Putri dari loundry ini. Jika perlu bayar ganti rugi, bayar saja!" Vian menasukkan Putri ke dalam mobil. Lalu bergegas masuk dan duduk di belakang kemudi.

"Cepat pakai sabuk pengamannya."ujar Vian sedikit ketus.

"Aku..." Putri yang tidak bisa memakai sabuk hanya kebingungan.

"Bilang saja kalau tidak bisa ! Lambat!" Vian berinisiatif memakaikan sabuk pengaman ke tubuh Putri. Entah mengapa detak jantung keduanya berdetak cukup cepat.

Vian cepat-cepat menyudahi adegan semi romantis itu. Ia mengakui, kalau putri sangat menarik, meskipun ia hanya gadis biasa, berbeda dengan pacar-pacarnya.

"Aku menegaskan padamu, aku memiliki pacar, bahkan pacarku lebih dari satu. Jangan pakai hati ketika kita sudah menikah, kamu hanya akan terluka nanti." kalimat itu Vian ucapkan dengan nada datar. Ia tidak ingin gadis di sampingnya main hati dengannya. Pada dasarnya Vian belum ingin menikah, begitu pula dengan pacar-pacarnya, mereka masih menyukai kebebasan.

Vian sengaja memanfaatkan Putri karena tuntutan nenek yang amat di cintainya. Sejak kecil, Vian adalah seorang yatim-piatu. Kedua orang tua Vian meninggal karena kecelakaan pesawat yang di alaminya. Dia di rawat oleh neneknya, sehingga ia akan menuruti apa saja yang neneknya inginkan.

"Tenang saja, Vian. Aku juga tidak suka padamu. Aku sudah punya seseorang yang akan menjadi suamiku di masa depan. Jadi jangan pernah memberitahukan status kita di lingkunganku dan kampusku,"Putri juga memberikan penegasan pada Vian, bahwa ia tidak ingin di umbar-umbar sebagai istrinya di saat-saat tertentu, terutama kampusnya.

"Tentu saja. Jangan terlalu percaya diri, siapa juga yang mau mengakui cewek nerd seperti kamu sebagai istriku, sebagai pacar juga ogah. Asal kamu tahu, pacarku cantik dan modis, tidak ada yang sepertimu," Vian merendahkan Putri, tapi perempuan itu tidak merasa kesal. Kenyataannya dia memang tidak sebanding dengan Vian. Lagipula, semua ini ia lakukan hanya untuk pekerjaan dan uang. Ia sama sekali tidak ada perasaan pada Vian.

"Aku tahu diri, Vian. Lalu sekarang kamu mau membawaku ke mana? Kenapa kamu memutuskan kontrak kerjaku?" Putri protes dengan tindakan Vian yang menurutnya terlalu terburu-buru.

"Aku mau mengajakmu ke salon, mau mengajakmu bertemu nenek. Beliau ingin bertemu Kamu. Aku mengurus pengunduran dirimu karena tiga hari lagi, kamu akan menikah denganku, lalu buat apa kamu kembali ke sana?" Bukan Vian namanya kalau tidak berbicara dengan nada sedikit sombong.

"Bertemu Nenek?" Putri sedikit bertanda tanya. Biasanya ketika akan menikah, bertemu dengan kedua orang tua, tapi kenapa hanya nenek?

"Ya, Nenek. Kenapa? Kamu keberatan?" Vian tampak sedikit bermuka masam, karena Putri tampak ragu untuk bertemu dengan neneknya.

"Hanya nenek? Kedua orang tuamu?" Putri memberanikan diri untuk bertanya.

"Kedua orang tuaku sudah meninggal sejak usiaku masih satu tahun. Aku bahkan belum tahu wajah mereka seperti apa," Ini adalah kalimat terlembut yang pernah terucap dari mulut Vian sejak pertama kali mereka bertemu. Ia tampak sedih saat berkata seperti itu.

"Maaf, Vian, aku tidak bermaksud untuk membuat kamu sedih. Aku tidak tahu kalau orangtua kamu telah tiada. Sekali lagi, Maaf." Putri merasa bersalah karena sudah membuat Vian teringat kedua orangtuanya yang telah tiada.

"Aku benci harus sedih tiap ingat mereka berdua. Huh! Tidak penting juga cerita padamu. Memangnya kamu siapa. Nanti baik-baiklah dengan nenekku, meskipun pernikahan kita nanti hanya sebatas kontrak, tunjukkan padanya kalau kita adalah pasangan yang sebenarnya." Lagi-lagi Vian bicara dengan sedikit ketus.

Putri memakluminya, mungkin pada dasarnya Vian memang orang yang seperti itu, mengharapkan dia normal justru bikin beban pikiran. Baru beberapa hari bertemu, Putri sedikitnya sudah paham, Vian cowok yang seperti apa.

"Aku akan di bayar untuk ini. Tentu saja aku tidak akan main-main. Nenekmu tidak akan mengetahui tipuan cucunya. Kalau bukan karena aku butuh uang, aku juga malas membantumu mengerjakan kebohongan ini." Putri balik ketus terhadap Vian. Dia sedikit kesal karena sikap Vian yang menyebalkan itu. Dia semangat melakukan semuanya untuk uang.

Putri adalah tulang punggung keluarga. Ayahnya yang sakit-sakitan tidak mampu lagi mencari nafkah. Ibunya hanya buruh cuci, cukup untuk makan sehari-hari saja sudah bagus. Dua adiknya masih SMP, biaya sekolah mereka selama ini di tanggung oleh Putri. Makanya ia pasrah, meskipun pekerjaannya kali ini tidak bisa di benarkan.

"Bagus. Jika kamu bekerjasama dengan baik, aku akan memberimu bonus hari ini, lima juta rupiah. Pasti kau senang, kau pasti sangat butuh uang. Gadis miskin sepertimu, pasti rela melakukan apa saja demi uang, iya kan?!" Vian merendahkan Putri, tapi wanita itu berusaha untuk tetap tenang. Bayangan wajah keluarganya ada di pelupuk mata. Di hina Vian pun, itu tak jadi masalah besar untuknya.

Terpopuler

Comments

harwanti unyil

harwanti unyil

jangan terlalu banyak menghina entr malah jadi buncin

2023-08-20

0

luiya tuzahra

luiya tuzahra

keren amat gaji 3jt bisa kuliah bisa ngebiayain adiknya 2 sekolah SMP blum lgi bwt bayar kos + makan sehari2....

2023-01-13

0

Adriana uri doni

Adriana uri doni

si vian ember ya😟😰

2022-09-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!