3

“Uh-well ... bukankah itu mencerminkan kehidupan perekonomian dunia, benar tidak? Jawaban itu sudah melebihi ekspektasi sebuah kuisioner yang ditulis anak SMA!”

Aku terus menggumamkan kata-kataku. Aku sebenarnya gugup menjelaskan "Mahakarya"-ku kepada orang, tapi berbicara ke wanita yang lebih tua membuatku bertambah gugup.

“Biasanya, pertanyaan kuisioner seperti itu akan membuat para siswa menuliskan pengalaman tentang pelajaran kehidupan perekonomian yang terjadi di lingkungan sekitar mereka, benar tidak?”

“Memang benar pertanyaannya seperti itu, Buk Hilda. Kalau Anda menulis pertanyaannya lebih detail, mungkin saya bisa menulis jawaban kuisioner sesuai dengan apa yang Buk Hilda ingin baca di kuisioner saya. Namun kalau tidak sesuai harapan Ibu, bukankah itu salah Anda yang memberi pertanyaan kuisioner kurang detail?”

“Kau, jangan mengajariku hal dasar dalam membuat kuisioner, dasar bocah.”

“Bocah ... ? Ya, masuk akal juga kalau usia seperti Anda mengatakan itu kepada saya, mungkin saya memang bocah.”

Ada sebuah angin bertiup. Dan ternyata itu adalah sebuah tapak iblis. Tapak iblis yang dilepaskan tanpa adanya gerakan awalan. Dan kalau itu belum cukup, itu adalah tapak iblis yang sebenarnya biasa saja sehingga jarak antara lengan Buk Hilda hanya beberapa mili dari sebelah pipiku.

“Selanjutnya kupastikan tidak akan meleset.” Dia mengatakannya dengan tatapan mata yang serius.

“Maafkan saya. Saya akan menulis ulang jawaban essaynya.” Tanpa sadar aku mengatakannya dengan sangat cepat.

Untuk mengesankan penyesalan, aku akan menuliskan kata-kataku dengan bijak. Tapi sekarang, dari semua yang Buk Hilda lakukan, tampaknya menulis ulang jawaban kuisioner tidak termasuk dalam salah satu cara untuk memaafkanku. Kurasa yang tersisa untukku adalah berlutut dan membungkuk di depan kakinya.

Ketika aku sedang mempersiapkan diriku untuk itu, dia lalu berkata, "Kamu tahu, sebenarnya Ibu tidak marah kepadamu."

Oh, jadi begini. Hal-hal mengganggu yang selalu dia bilang. ‘Aku tidak akan marah, jadi tolong beritahu’. Dan setelah kuberitahu, ternyata mereka marah. Tapi anehnya, kali ini dia tidak terlihat marah. Well, kecuali adegan ketika aku membahas usianya.

Aku lalu melihat reaksinya ketika aku batalkan lututku yang hendak berlutut tadi.

Dari saku jas gurunya, dia mengambil rokok VA dan mengetuk-ngetuk mejanya dengan bungkus rokok yang ada sisi filternya. Persis seperti yang dilakukan para pria yang sudah tua. Setelah membuka rokoknya, dia lalu menyalakan korek— yang biasanya aku pakai untuk membakar mayat targetku— tersebut dan menyalakan rokoknya. Dia lalu menghisap rokoknya dalam-dalam dan mengeluarkan asapnya di depanku, dengan ekspresi wajah yang serius.

“Kamu tidak ikut kegiatan manapun, benar?”

“Benar.”

“.... Kamu tidak punya satupun teman, benar tidak?”

Dia bertanya seperti itu, seperti sudah menyimpulkan kalau aku memang tidak punya teman.

“Sa-saya beritahu saja, ya Buk! Saya ini hidup dengan pandangan yang buruk, sehingga saya tidak bisa punya hubungan yang dekat dengan orang lain!”

Apapun alasannya, yang penting mereka tidak boleh tahu kalau aku ini adalah seorang pembunuh! Jika itu terjadi, terpaksa aku harus menyingkirkan saksi. Hanya itu satu-satunya cara untuk melindungi kehidupan sekolahku yang sebentar lagi lulus!

Aku mempersiapkan kuda-kuda teknik pembunuh dan bersiap untuk menerjang Buk Hilda apabila ia memberikan reaksi yang tidak diharapkan.

Buk Hilda menatap datar kepadaku dan berkata, "Intinya kamu tidak punya teman kan?"

Good job, Buk Hilda!

Aku membatalkan kuda-kuda teknik pembunuh dan dengan hati yang sangat senang berkata, "Ya!"

Mendengar jawabanku, Buk Hilda jadi tertegun. Tentu saja dia menjadi seperti itu karena manusia normal tidak mungkin menjawab dengan bahagia seperti itu.

Ah, sepertinya aku sudah melakukan sedikit kesalahan ....

Semoga saja Buk Hilda tidak memberikan tanggapan yang tidak aku inginkan ....

♦♦♦

Dengan Author Zippim disini.

Per chapter cerita biasanya saya bagi menjadi 500 - 1000 kata karena saat mengetik saya juga menguras sedikit demi sedikit power otak saya.😂

Jika ada yang bertanya apa alur ceritanya diskip, jawabannya adalah "Ya". Seperti biasa, nanti akan ada chapter yang menceritakan alur mundur kenapa David bisa bersekolah di sana.

Terima kasih sudah membaca cerita ini, tetap semangat mengikuti alurnya ya!

Salam persaudaraan, Author Zippim & David Kall(MC)— Si Pembunuh Bayaran Pro yang sedang lanjut sekolah.

Terpopuler

Comments

Dewi chan

Dewi chan

critanya membingungkan

2021-02-26

0

Ephraim 25

Ephraim 25

Membayangkan Bu Hilda sungguhan dibunuh saat itu juga. Ngeriii

2020-03-06

4

Diey Senja

Diey Senja

dasar bocah...wkwkwk. lanjutttt

2020-03-05

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!