Melihat lingkaran hitam di sekeliling netra Laras, Gwen memahami bahwa mamanya tak bisa tidur. Meski Gwen selalu menyiapkan pil tidur di nakas Laras, kelihatannya pil itu tidak diminum sama sekali. Hal itu membuat Gwen meragu, apakah ia tega meninggalkan Laras untuk kembali pada kehidupannya di New York?
Jane menyarankan gadis yang dia anggap sebagai putrinya sendiri itu melakukan shalat istikharah agar bisa menentukan tetap tinggal atau ikut pulang ke New York bersamanya. Berbeda dengan Gwen, Jane harus segera pulang karena mempunyai amanah anak-anak panti.
Esok paginya Gwen terlihat lemas. Dia sudah menetapkan sesuatu. Jane bisa memahami putrinya itu tanpa harus menunggunya bercerita. Jane memberikan pelukan hangat di pagi hari beserta secangkir teh untuknya. “Help me pack my things would you?” (Bantu aku mengemasi barang-barangku, mau kan?)
Gwen mengangguk sambil tersenyum.
****
Gwen membantu Bi Ijah di dapur ketika Naufal turun untuk sarapan. Sedang Jane melanjutkan mengemas barang pribadinya. “Apa ini gak kepagian?” Jarum kecil menunjuk ke angka enam. Di New York sana, anak-anak jam tujuh saja masih bergelung layaknya kepompong di bedcover mereka.
“Kalau siangan dikit macet, Kak. Jadi jam segini berangkatnya,” jawab Naufal sambil meletakkan tas ranselnya ke kitchen island, dan menyeret bangku untuk duduk.
Naufal menghidu aroma nasi goreng yang baru dimasak Bi Ijah. “Mama gak turun, Kak?”
“Belum,” jawab Gwen singkat sambil mengambil piring. Kemudian mulai mengisinya dengan nasi goreng.
“Oh ya, Kakak jadi balik ke New York?”
Gerakan tangan Gwen terhenti setelah meletakkan piring yang telah dia isi dengan nasi goreng ke depan Naufal. “Ha ... ha ... hasying!” Tidak ada angin tidak ada hujan, Gwen tiba-tiba bersin. “Alhamdulillah,” ucapnya.
“Yarhamukallah,” jawab Naufal dengan gerakan sigap, dia sudah memiringkan badannya sambil membawa piring sebelum Gwen menuntaskan bersinnya.
“Yaadikumullah,” jawab Gwen kembali sambil tersenyum.
Bi Ijah bergantian mengamati mereka berdua. Dengan dahi berkerut ia berkata, “Kok aneh, Non. Ndak ada apa-apa kok Noni bersin. Katanya kalau bersin seperti itu tandanya firasat. Kalau Ndak salah artinya ada yang sedang ngomongin Noni.” Hanya Bi Ijah di rumah ini yang memanggilnya Noni ketika tahu kalau warna rambut Gwen adalah pirang kecoklatan alami, seperti warna rambut Mommy atau menurut Bu Ijah seperti Noni Belanda makanya dia memanggil Gwen seperti itu. Sedangkan warna rambut Nafeera adalah hitam. Sebelum melihat warna rambut Gwen, Bi Ijah masih merasa Gwen adalah Nafeera.
Gwen menyeka hidungnya dengan tissue. “Ah Bi Ijah, mungkin tadi karena bumbunya nasi goreng yang terlalu kuat,” elak Gwen. “Lagi pula, jangan terlalu percaya sama firasat, tidak boleh.”
“Iya deh, Non.”
Tak berapa lama Laras turun untuk bergabung bersama mereka di dapur. Ruang makan rumah Atma ada sendiri, tapi sepertinya orang rumah ini lebih suka langsung menuju dapur untuk mencari makanan. “Pagi, Ma,” sapa Gwen.
“Pagi,” jawab Laras. Ia memberikan uang saku kepada Naufal lalu mengambil mug untuk membuat teh. “Jane mana?” Biasanya Jane selalu ikut memasak di dapur. Ibu Gwen itu sangat suka membantu Bi Ijah memasak karena dia ingin bisa juga memasakkannya untuk anak-anak panti. Meskipun belum pernah ke Indonesia, pasti mereka suka.
“Tadi masih packing, rencananya malam ini mau balik ke New York,” jawab Gwen. Laras diam menyimak, Gwen segera melanjutkan. “Gwen sementara tinggal di sini sampai Mama baikan.”
Terbit sebuah senyuman di bibir Laras sambil berbisik, “terima kasih.”
Gwen segera mendekat lalu memeluk Laras, “Gak perlu, Ma. Gwen yang minta maaf. Gwen punya keluarga di sini tapi tak pernah ada untuk kalian.”
*****
“Kenapa itu jidat?” tanya Adrian kepada Zach. Pandangannya tertuju ke dahi temannya yang tertutup plaster.
Luka di dahi Zach hampir sembuh, mungkin besok pagi dia sudah tidak perlu memakai plaster lagi. Seminggu mungkin bisa menyembuhkan luka yang diakibatkan heels dua puluh centimeter, tapi luka pada ego Zach masih tetap sama seperti seminggu yang lalu. Ketika Adrian menanyakannya, emosi Zach kembali meninggi. Gelas yang berada di kepalan tangannya ia banting ke atas meja. Adrian sampai terlonjak.
“Nafeera! Awas kamu, ya!”
“Hasyiing!” Kembali Gwen di belahan bumi yang lain mengeluarkan jurusnya.
______________________________________________
***Maaf update-nya lama🙏😌
Saya lagi ada tugas ke Bali
Di tengah kabar merebaknya virus Corona, Alhamdulillah sudah pulang dengan kondisi sehat wal Afiat sebelum perintah social distancing diberlakukan 😌
Ini oleh-oleh, pict-nya doang 😋
Pantai Pandawa Bali, 2020
Buat kalian, semoga Stay save and healthy 💗😍***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
nur
kok Gwen lepas hijab?
2022-02-10
0
Pratiwi Lusi Arifin
jodoh g kemana ya
2021-11-22
0
Nimranah AB
🤔🤔🤔
2021-07-12
1