Gadis itu memperkenalkan dirinya, Farah. Gwen kemudian meminta tolong, ia ingin melihat catwalk dulu.
“Apa?! Kamu belum pernah jalan di catwalk?!” pekik Farah.
“Ssst, tolong pelankan suaramu,” ujar Gwen panik.
Farah lebih panik lagi. Model amatir saja tidak pernah bisa masuk ke NYFW apalagi yang belum pernah jadi model, sama sekali!
Farah sempat membayangkan hal yang ekstrim seperti para model terjatuh seperti domino akibat Gwen tersandung. Gwen mengingatkan Farah kalau ia sangat butuh melihat catwalk. Farah harus menjelaskan sesingkat mungkin bagaimana cara berjalan di atas sana.
Sepuluh menit. Oh Tuhan, bahkan seorang model profesional pun butuh waktu setidaknya latihan seminggu sebelum pergelaran diadakan.
“Yang kamu lakukan hanya jalan lurus sampai ujung depan. Tahan, bergaya sedikit, lalu jalan kembali ke sini. Jalannya jangan terlalu lambat.” Gwen mengangguk, cukup mudah pikirnya.
“Pandangan lurus ke depan, ke arah para fotografer, dagu turun ke bawah. Ingat! Jangan tersenyum. Yang ingin dilihat penonton adalah desain bajunya, bukan wajah si model. Sekarang kamu coba jalan.”
Gwen mencoba berjalan di depan Farah, masih di belakang panggung.
Farah menepuk dahinya dengan wajah frustasi. Gwen bahkan tidak bisa berdiri tegak karena sepatunya yang tinggi dan runcing. Apalagi saat berjalan, Gwen sempat terhuyung dan hampir terjatuh.
”Ini ide yang buruk,” ujar Farah sambil menggeleng lemah. “Bagaimana ini?” lanjutnya. Seharusnya Farah tidak perlu bingung. Tinggal lapor saja ke PJ dan desainernya. Mungkin desainer bisa memahami dan merelakan salah satu busananya tak diperagakan.
“Kita lapor saja ke PJ, ya,” ajak Farah.
Gwen mengurut pergelangan kakinya, lalu menyetujui pendapat Farah, tak mungkin dia bisa melakukannya. Sampai lebaran tahun macan pun, Gwen takkan mampu melakukannya. Berjalan dengan sepatu hak tinggi seumur-umur belum pernah dia lakukan. Di rumah sakit dia hanya memakai sneaker atau sepatu yang mampu menunjang mobilitasnya yang tinggi.
Namun, saat hendak kembali ke ruang makeup, para model sudah bersiap dan berjejer rapi. PJ meneriaki Gwen agar masuk ke barisan. Urutannya berada di nomer delapan. Gwen menarik kain lengan Farah, berpegangan pada benda tipis itu. Detak jantungnya kian bertalu-talu. PJ bule yang rambut pirangnya dipotong cepak, mengusir Farah untuk segera menyingkir dari barisan. Dengan berat hati Farah meninggalkan Gwen.
Para model bersiap-siap. Tamu-tamu mulai masuk dan menempati bangku yang tersedia. Tak ada waktu lagi. Musik mulai diputar. Model paling depan yang memakai jubah pengendara kuda berwarna merah membuka acara sebagai peraga pertama. Gwen akhirnya mengambil keputusan nekat.
Daripada terjatuh dan membuat heboh seisi gedung, Gwen melepas sepatunya.
“What the hell are you doing?!” pekik si PJ.
“Sorry, my ankle hurts,” (maaf pergelangan kaki saya sakit,) jawab Gwen.
“Oh, Lord! Not this time,” (Oh Tuhan, jangan sekarang,) keluh si PJ. Model pertama hampir sampai ke jalur keluar. Dalam kepanikan, PJ juga melakukan aksi nekat. “All of you, take off your shoes! Now!” (Kalian semua, lepas sepatu kalian! Sekarang!) serunya kepada para model.
Model urutan kedua sigap melepas sepatunya, lalu menenteng sepatu berbahan kulit buaya itu dengan tangan kiri. Dia keluar segera dan melenggang dengan profesional. Tak masalah baginya memakai atau tidak memakai properti semacam sepatu atau aksesoris lainnya. Begitu juga model yang lain. Gwen sedikit lega mengetahui hal itu, lebih-lebih Farah. Dalam hati dia merapalkan doa yang dia tahu agar Gwen tidak membuat masalah, agar acara ini sukses.
Gwen mempelajari cara jalan para model, dan mengira-ngira jarak antara model yang berjalan, juga kecepatan mereka. “Bismillah,” bisik Gwen, lalu ia mengayunkan kakinya untuk pertama kali di panggung catwalk. Degup jantungnya serasa memenuhi rongga rumah siput di indera pendengarannya sendiri. Meredam bunyi musik sebagai latar peragaan busana. Gwen terus maju. Ia berjalan seirama dengan ketukan detak jantungnya.
Gwen menghela napas panjang saat kakinya sudah sampai di pintu keluar. Desainer menaiki panggung, dan para model sekali lagi keluar untuk mendampinginya dan bertepuk tangan. Gwen belum bisa bernapas lega. Namun degup di dadanya sudah tak seberisik tadi.
Saat acara benar-benar usai, Gwen langsung menghambur ke Farah. “Tolong bawa aku ke manajer kamu, sekarang!”
Farah mengerutkan dahi. “Wanita yang berfoto dengan desainer itu manajernya,” tunjuk Farah kepada wanita yang memakai baju hitam elegan. Dress berlengan panjang dengan potongan selutut yang ia kenakan gemerlap terkena lampu Blitz dari kamera para fotografer.
“Namanya Samantha, kali aja kamu belum tahu,” lanjut Farah.
“Oke, terima kasih,” jawab Gwen. Ia menunggu sampai sesi foto-foto selesai.
Saat Samantha hendak meninggalkan ruangan, Gwen segera mendekat dan menepuk bahunya lalu berkata, “Saya harus bicara dengan anda.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
nur
kalo Gwen gk pake hijab tapi terlanjur difoto gimana?
2022-02-10
0
Juan Sastra
gween berhasil..
2021-04-13
0
Prince SuhoLee ❤
bukannya gwen pake hijab ya? mestinya saat pertama kali gwen datang kan udah ada yg tanya knpa nafera pakai hijab bgtukan, lah ini gwen disuruh pake busana mestinya lepas hijab kan gimana coba, masak gwen gk protes kan dia udah komitmen pake hijab msak harus lepas, ya walau dia punya keinginan menjalankan keinginan trkhir tmpil
2021-01-30
2