Setelah emosi Nafeera mereda, ada hal yang menarik. Para gadis model tiba-tiba heboh, Mr. Devil akan berada di New York.
Anehnya, mereka tampak antusias sekali. Padahal tadi dia dihina karena pernah memenuhi undangan pribadi Mr. Devil. “Dasar munafik,” cela Nafeera dengan bisikan. Hanya Farah yang berdiri di depannya yang bisa mendengar celaan itu.
Farah tersenyum pada Nafeera. “Lo lihat, kan. Ga ada gunanya kebawa emosi.” Nafeera membalasnya dengan senyuman pula.
Farah kemudian menunjukkan beberapa busana yang akan Nafeera kenakan di runaway nanti. Nafeera sudah biasa memeragakan busana yang sedikit terbuka, namun kali ini designer-nya dari Indonesia, jadi masih agak sopan kalau ukuran budaya ketimuran. Ini adalah kali pertama Gwen melihatnya di catwalk. Meskipun Gwen tidak pernah berkomentar miring tentang profesi Nafeera, tapi dia ingin memberi kesan bahwa Nafeera masih bisa menjaga diri.
Lagipula ada sebuah rasa yang bernama malu. Gwen berjilbab meskipun hidup di luar negeri sejak kecil. Berbanding terbalik dengannya yang belum memakai jilbab meskipun hidup di Indonesia yang mayoritas warganya muslim.
*****
Operasi yang dilakukan Gwen berhasil, dia menyelesaikan dalam waktu empat puluh menit sesuai perkiraan. Pak Ahmad segera dikirim ke ruang perawatan intensif. Pak Iwan mengatakan bahwa cucu tuannya akan datang esok hari karena masih dalam perjalanan dari Indonesia.
Gwen menyempatkan diri untuk mengunjungi Pak Ahmad saat dia sadar karena pengaruh bius sudah hilang. “Bagaimana keadaan Anda?”
“Jauh lebih baik, terima kasih,” jawab Pak Ahmad. Bibirnya menyunggingkan senyum.
Gwen kemudian menarik kursi agar bisa duduk di dekat ranjang Pak Ahmad. “Sama-sama,” ucap Gwen tulus.
“Seingatku kalian ada dua, apa kamu kembar atau aku berhalusinasi?” tanya Pak Ahmad ragu, karena tadi dia dalam keadaan kesakitan.
“Yang Anda lihat tadi adalah adikku. Kami memang sangat mirip.”
Pak Ahmad mengangguk. “Bahasa Indonesia-mu lancar,” ujarnya.
“Terima kasih. Itu karena adik saya. Dia selalu mengajak saya berbicara dengan bahasa Indonesia. Awalnya terasa aneh, tapi lama-kelamaan saya terbiasa.”
“Kalian WNI?”
“Hanya adik saya, dia tinggal di Indonesia. Saya American,” jelasnya.
“Apa kalian ikut suami, kenapa tinggal beda negara?”
“Kami berdua belum menikah,” jawab Gwen sambil tersenyum. “Saya memang dari lahir di sini, sedangkan adik saya di Indonesia, kami beda ibu.”
Pak Ahmad terlihat antusias mendengar cerita Gwen. “Wah benarkah? Kalian sangat mirip,” ujar Pak Ahmad.
“Banyak yang mengira kami kembar.”
“I see,” jawab Pak Ahmad sambil mengangguk ringan.
Gwen merasa aneh, kenapa dia bisa seterbuka ini dengan orang lain. Ini pertama kalinya ia menceritakan keluarganya kepada orang asing. Sebelum banyak hal yang keluar dari lisannya, dia mengakhiri pembicaraan. “Maaf saya harus kembali bekerja, dan Anda juga harus istirahat. Kalau ada apa-apa silakan pencet tombol ini,” jelas Gwen sambil menunjukkan sebuah tombol yang diletakkan di dekat tangan Pak Ahmad.
“Terima kasih, Dok–ter ...” Pak Ilyas membaca name-tag pada jas sneli yang dikenakan Gwen, “Atma.” Ia merasa tak asing dengan nama itu, tapi pemilik nama itu adalah seorang pria di Indonesia–mitra perusahaannya.
Pagi menjelang, jam kerja Gwen berakhir. Saat sampai di rumah, Nafeera sudah bergelung nyaman di kasurnya. Kata Jane, gadis itu pulang jam satu dini hari. Gwen heran, kenapa Nafeera tidak tidur saja di hotel. Terlalu mengkhawatirkan kalau dia jalan sendiri. Memang New York cukup aman, tapi Nafeera bukan orang Amerika, bisa jadi malah mengundang orang lain untuk berbuat jahat padanya. Namun, Jane berpendapat mungkin saja Nafeera merasa nyaman jika pulang ke rumah mereka dan bertemu dengan saudaranya. Ada perasaan hangat menelusup dalam hati Gwen ketika Jane mengatakannya. Gwen lalu ikut tidur di samping Nafeera.
*****
Siang itu, Nafeera mengatakan bahwa dia sore nanti sampai tiga hari ke depan harus tinggal di hotel. Karena besok sudah hari H NY Fashion week. Jane ingin memasakkan sesuatu yang istimewa untuknya. Masakan kesukaan Papa sewaktu mereka masih bertetangga. Kalkun bakar, biasanya masakan itu dibuat pada waktu acara Thanksgiving. Namun, Jane merasa bahwa hari ini adalah waktu yang tepat untuk bersyukur meskipun belum waktunya Thanksgiving.
Nafeera sangat senang, bahkan dia membawa beberapa potong daging panggang ke kotak makan, supaya dia bisa menikmatinya lagi di hotel. Lagipula dia ragu kalau di hotel nanti makanannya terbebas dari yang haram. Dia tak bisa berharap banyak. Makanya sewaktu belanja ke pasar swalayan dengan Gwen kemarin, ia memborong mi instan dan sarden.
“Apa ada lagi yang kamu butuhkan?” tanya Gwen sewaktu membantu mengemas makanan untuk Nafeera.
“Tidak, itu cukup,” jawab Nafeera. “Oh ya, bagaimana kabar bapak yang kemarin kita bawa ke rumah sakit?” tanyanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Bunda
apa mungkin Mr.devil yg dijodohkan sama nafeera
2021-08-05
0
Cika🎀
jgn2 yg djodohkn sm nefara si devil itu
2021-06-24
0
Juan Sastra
saudara satu ayah wajarlah mirif..
2021-04-13
0