Gwen terbangun saat matahari tergelincir sedikit dari tengah langit. Napas berat dan teratur terdengar di sampingnya. Tadi setelah Gwen tertidur, Nafeera juga ikut terlelap. Gwen meraih ponsel di atas nakas. Netranya membaca beberapa notifikasi.
Terasa gerakan halus dari orang di samping Gwen. “Kamu sudah bangun,” ujar Nafeera dengan suara sedikit serak.
“Baru saja,” jawab Gwen.
“Barusan,” koreksi Nafeera. Akibat sejak kecil tidak pernah tinggal di Indonesia, Gwen tidak terbiasa memakai bahasa tak baku. Nafeera sering mengajaknya chat dan panggilan video memakai bahasa Indonesia, agar Gwen tidak lupa dengan bahasa papanya.
“Iya, barusan,” ujar Gwen sambil tersenyum. Ia lalu membaca pesan balasan yang dikirimkan partner kerjanya, yang mengatakan bahwa Gwen bisa tukar jadwal.
“Apa rencanamu hari ini?” tanya Gwen.
“Aku harus kumpul ke hotel jam lima nanti. Jadi sekarang nyantai dulu.”
“Mau ikut aku belanja?” tawar Gwen.
“Tentu,” jawab Nafeera antusias.
Terdengar suara ketukan di pintu, Gwen berseru, “Masuuk!”
Kepala seorang gadis yang berkuncir dua menyembul, lalu disusul oleh dua orang anak laki-laki seusianya.
“Woa, she's really look a like you. You're like twin sisters, (Waa, dia mirip sekali denganmu. Kalian berdua seperti saudara kembar,)” komentar gadis berkuncir yang bernama Claire. Sedang dua anak laki-laki disampingnya bersikap biasa saja. Wajar, Claire belum ada di rumah ini saat Nafeera datang mengunjungi mereka dua tahun lalu.
“Yea. Did you just come home from school, Guys? (Yaa. Apa kalian baru pulang sekolah?)” tanya Gwen. Lalu obrolan seperti biasa terjadi. Mereka menceritakan berbagai kejadian di sekolah kepada Gwen.
Rumah Jane adalah panti asuhan. Jumlah anaknya tidak banyak, sehingga mereka mendapatkan perhatian yang cukup. Dua orang Nanny (pengasuh) yang juga Gwen anggap ibu sendiri selain Jane ikut merawat mereka. Namun, salah satunya masih ke luar kota, dan satunya lagi tadi pagi masih mengantarkan anak yang lebih kecil ke sekolah. SiangSiang ini mereka sudah berkumpul di ruang keluarga, jadi suasananya sangat ramai.
Nafeera sedikit lega mengetahui kalau Gwen terlihat benar-benar bahagia di antara mereka. Semula ia merasa tak enak hati dengan Gwen. Ia mendapat perhatian dari Papa setiap hari, sedang putri sulung Papa jauh terpisah di belahan bumi yang lain.
Semenjak meninggalnya Mommy, Gwen sudah tinggal bersama Jane, tetangga sekaligus pemilik sebuah panti asuhan di pinggiran kota New York. Sebenarnya Daddy sangat berat meninggalkan Gwen sendiri, tapi ia terpaksa. Melanjutkan hidup di New York dia tak mampu. Gara-gara salah perhitungan dan penghianatan rekan kerjanya, ia bangkrut. Ingin bangkit kembali pun tak bisa. Dia tak punya banyak koneksi di negara orang. Jalan satu-satunya adalah kembali pulang ke Indonesia. Merintis kembali usaha lamanya.
Sebulan sebelumnya, keluarga kecil mereka berencana pergi bersama-sama. Mommy, Gwen, dan Daddy. Namun, kemalangan terjadi. Mobil yang mereka tumpangi tergelincir dan jatuh saat perjalanan menuju bandara.
Mommy Gwen akhirnya meninggal. Sedangkan Gwen, putri kecilnya yang malang mengalami trauma dengan pesawat. Sedikit aneh, dia tak memiliki trauma dengan mobil karena kecelakaan mereka terjadi pada waktu perjalanan dengan mobil. Menurut psikolog, dia trauma dengan pesawat dan bandara. Gwen merasa andai mereka tidak ke bandara, semua ini tak akan terjadi.
Jane yang sangat baik, memberikan solusi kepada Daddy agar Gwen ia rawat sementara sampai kondisi Gwen membaik. Lagipula Daddy bisa bekerja lebih tenang jika ada yang mengasuh Gwen. Jane sudah terbukti orang yang penyayang anak kecil.
Daddy akhirnya berhasil, perusahaan yang didirikannya mulai stabil. Ia ingin mengajak Gwen pulang ke Indonesia, tapi Gwen menolak. Waktu itu umurnya sudah sebelas tahun, dia sudah berpikiran seperti orang dewasa. Mengetahui baik dan buruk sebuah keputusan. Daddy-nya sudah mempunyai keluarga sendiri. Nafeera berumur empat tahun kala itu. Gwen takut jika kehadirannya membuat mereka tak nyaman.
*****
Gwen dan Nafeera mengambil beberapa barang sesuai dengan yang dituliskan di secarik kertas pemberian Jane. Mereka menikmati waktu santai bersama yang jarang mereka dapatkan. Setelah membayar belanjaan, waktu menunjukkan pukul tiga sore. Mereka lalu jalan-jalan menyusuri jalanan di pinggir East River.
“Knok knok! (Tok tok!)” kata Gwen kepada Nafeera.
“Who’s there? (Siapa di sana?)” balas Nafeera.
“Ken,” jawab Gwen.
“Ken, who?”
“Kenapa kamu melamun,” jawaban Gwen adalah pertanyaan untuk adiknya. Sedari tadi seperti ada yang dipikirkan Nafeera. “Ceritalah.”
Mereka kemudian mencari tempat duduk. Seorang pelayan membawa dua cangkir kopi hangat dari untuk mereka.
“Aku sebenarnya sedang bingung. Kondisi perusahaan Papa sedang tidak sehat. Tapi ... aku tidak bisa berbuat apa-apa.”
Gwen menghela napas, rupanya masalah ini yang sedari tadi membuat Nafeera tak semangat. Biasanya dia banyak bicara, baik di chat ataupun di panggilan video.
“Mama bilang, Papa akan menjual saham perusahaan agar bisa tetap jalan. Resikonya perusahaan itu bukan jadi milik kita lagi. Bagaimana ini?” tanya Nafeera lebih kepada dirinya sendiri.
“Maaf, aku juga tak paham masalah perusahaan,” ujar Gwen tak enak hati. Profesinya adalah dokter. Dan masalah bisnis tak pernah jadi minatnya.
Nafeera menggigit bibir bawahnya. Genangan di pelupuk netranya sudah hampir tumpah. “Ada suatu jalan yang bisa menyelamatkan Papa,” ujarnya lirih sambil melihat ke arah burung yang terbang di atas East River.
“Apa itu?”
“Aku menerima perjodohan yang ditawarkan mitra bisnis Papa.” Jawaban Nafeera membuat Gwen mengerutkan dahi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Nahya
i do like your style, use more english.... so we are as reader, can learn more 😎😎🤗.
thanks a lot thor.....
2021-07-12
0
Sri Yati
langsung bahasa Indonesia aja ya,
2021-07-08
2
Cika🎀
pas baca bahasa inggrisnya pelan pelan saja😂
2021-06-24
0