Setiap akhir pekan pada hari Sabtu adalah hari libur Ara. Para karyawan di restoran tidak bisa libur bersamaan, mereka mempunyai hari liburnya bergantian.
Seperti biasa, jika di hari libur Ara selalu berziarah ke makam ibu dan ayahnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang ini, mendoakan ayah dan ibunya agar bisa tenang di alam yang berbeda dengannya.
***
"Papa, mama ... Ara datang lagi. Kalian tahu, nggak?Kemarin atasanku mengatakan cintanya lagi sama aku, tapi aku tolak. Aku belum siap, aku takut tersakiti lagi. Lagipula aku terlalu sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu untuk pacaran." Ara berceloteh sendiri.
Sambil menaburkan bunga ke makam ayah dan ibunya bergantian. Ara memang selalu menceritakan tentang masalahnya di depan pusara ayah dan ibunya. Walaupun dia hanya berceloteh sendiri tanpa ada balasan, tetapi hatinya terasa lebih tenang jika sudah bercerita kepada makam ayah dan ibunya itu. Cukup lama Ara berdiam diri di antara kedua makam orang tuanya. Setelah selesai berceloteh mengenai dirinya, akhirnya Ara memutuskan untuk pulang.
"Papa, mama ... aku pamit, yah! Jika libur kerja aku pasti kesini lagi untuk jenguk kalian," pamit Ara sambil memegang pusara ibunya. Lalu beranjak berdiri hendak bersiap untuk pergi.
Namun, ketika dia baru saja hendak melangkah. Tiba-tiba ada seorang pria muda yang hanya menggunakan kaos oblong dan celana pendek, menabrak tubuhnya hingga keduanya pun terjatuh ke tanah.
Pria itu tampak ketakutan seperti sedang dikejar seseorang. "Hei ... kenapa kamu menabrakku?" tanya Ara sedikit menyentak, sambil memegang bahunya yang sedikit sakit karena terbentur tubuh kekar pria tersebut.
Sang pria hanya diam saja, dia menatap Ara dengan tatapan sayu, seperti tatapan ingin meminta tolong. Entah kenapa Ara seakan tersihir oleh tatapan mata pria itu. Ara pun merasa iba karenanya. Keduanya pun lantas berdiri.
"Kamu kenapa? Lagi dikejar seseorang?" tanyanya dengan suara lebih pelan.
Si pria itu hanya mengangguk, lalu dia bersembunyi di balik tubuh Ara saat melihat dua orang laki-laki kekar memakai jas hitam yang seperti sedang mencari seseorang. Ia sangat ketakutan.
"Tolong aku!" pinta pria itu, tatapannya terus tertuju pada kedua orang kekar yang berjas hitam. Mengintip di balik tubuh mungil Ara. Ara menoleh ke arah dua orang berjas hitam, lalu beralih menatap pria di belakangnya bergantian.
"Penampilannya bukan seperti orang susah. Walaupun cuma pakai kaos dan celana pendek, tapi wajahnya sangat mulus dan terawat dengan baik, apakah orang-orang itu akan menculiknya?" gumam Ara dalam hati. Dia pun berpikir untuk menolong orang itu.
"Ikut aku!" Tanpa berpikir panjang Ara menarik tangan laki-laki muda itu, saat dia melihat dua orang yang mengejarnya semakin mendekat.
Ara dan pria muda tersebut bersembunyi di balik semak di dekat pemakaman orang tuanya Ara.
Ara memperhatikan kedua orang berjas hitam itu di balik semak-semak, sampai mereka benar-benar pergi dari pemakaman.
"Hah ... sudah aman," ucap Ara sambil mengelus dadanya dan bernapas lega, lalu keluar dari tempat persembunyiannya.
"Keluarlah! Mereka udah pergi," seru Ara pada laki-laki itu.
Laki-laki itu keluar dengan perlahan, kedua matanya tetap menengok ke kiri dan ke kanan. Sorot matanya terlihat tajam, seperti mata elang yang tengah mencari makan, tetapi gurat ketakutan masih terlihat jelas pada keningnya yang sedikit berkerut.
"Kenapa mereka mengejarmu?" tanya Ara yang membuat perhatian lelaki itu beralih padanya.
Laki-laki itu menghela napasnya, saat dirasa orang-orang yang mengejarnya benar-benar tidak ada. Lalu menepiskan senyuman pada Ara.
"Kenapa malah senyum? Aku nanya sama kamu," seru Ara sambil mengernyitkan kening.
"Mereka selalu memaksaku," jawab laki-laki itu sambil melipatkan kedua tangannya ke atas dada. Bibirnya cemberut, dagunya naik seolah sedang merajuk.
Ara mengernyitkan dahinya lagi, "Memaksa apa?" tanyanya bingung. Apalagi melihat reaksi aneh yang ditunjukkan oleh lelaki itu.
Alih-alih memberi jawaban, lelaki itu malah tersenyum kaku. Kedua tangannya sudah tidak lagi terlipat di depan dada, tetapi ia malah menggigit ujung kukunya.
"Kamu ini kenapa, sih? Ditanya malah kayak gitu!" omel Ara sambil mendengus kesal.Pria itu hanya diam saja mendengar omelan Ara. Hingga Ara gemas sendiri dengan sikap aneh lelaki tersebut.
Ara berdecak, "Udahlah, aku masih ada urusan. Kamu pulang aja! Hati-hati, jangan sampai bertemu dua orang tadi lagi!" Ara memberikan pesan seraya pergi.
Saat Ara melangkahkan kakinya hendak keluar dari area pemakaman, lelaki itu malah mengikuti Ara di belakang. Ara yang mengetahui jika pria muda itu mengikutinya terus, lalu dia berbalik badan.
"Kenapa ikutin aku?" tanya Ara geram.
Laki-laki itu melonjak kaget saat Ara membentaknya. Wajahnya merengut sedih, seperti ingin menangis. "Eh, ada yang salah, nih, orang," gumam Ara pelan, dia kaget dengan reaksi orang itu saat dibentak olehnya tadi.
"Memangnya kamu nggak bisa pulang sendiri? Kamu tahu rumahmu dimana, 'kan?" Ara mencoba mencari tahu, alibinya berkata jika ada yang aneh dengan orang itu. Ia pun bertanya Ara dengan suara yang lebih lembut.
Laki-laki itu hanya menggelengkan kepala. Raut wajahnya sangat menyedihkan, benar-benar minta belas kasihan.
"Wah, benar-benar sakit, nih, orang," Ara menguatkan alibinya dalam hati, ia pun bingung sendiri.
"Siapa namamu?" tanya Ara lagi.
"Jo," jawab laki-laki itu dengan cepat.
"Jo ... Jojo?" celetuk Ara memberikan tambahan nama dengan asal.
"Hmm ... Jojo?" Lelaki itu sejenak berpikir, sebelum ia melanjutkan kata-katanya, "Aku suka sebutan itu," seru laki-laki itu sambil mengangguk kegirangan.
Ara menautkan kedua alisnya, keningnya berkerut seraya menelan ludahnya. Tidak menyangka jika lelaki itu malah suka dengan nama pemberiannya. Dari sana Ara mulai paham, jika lelaki itu sepertinya tidak normal, dan tentunya butuh pertolongan.
"Ehm ... baiklah Jojo, di mana rumahmu? Aku antar kamu pulang," ucap Ara menawarkan bantuan.
"Tidak tahu," jawab Jojo seraya mengedikkan bahu, "Aku mau pulang sama Kakak cantik aja," imbuh Jojo dengan penuh harap.
Ara mengernyit heran, lalu dia menatap lekat tubuh Jojo dari atas sampai bawah. Rasa curiga mulai memenuhi pikirannya, apa lelaki itu sedang berpura-pura?
"Mana boleh! Kamu punya rumah, 'kan?" tanyanya kemudian.
Jojo menunduk, jemari tangannya bertaut seolah mengusir rasa takut. "Aku punya rumah, tapi aku nggak mau pulang kalau mainnya harus sama pengawal. Aku bosan!" ucap Jojo sambil menggigit kuku jarinya lagi.
"Kamu jangan bercanda!" bentak Ara tidak sengaja, ia kesal karena Jojo seolah mempermainkannya.
Jojo membulatkan matanya, terlihat wajahnya seperti ketakutan. Matanya berkaca-kaca, dengan bulir air mata hendak keluar di ujung matanya, "Kakak jahat!" seru Jojo lalu berjongkok memeluk kedua lututnya, sembari menyembunyikan wajahnya di sana. Kedua bahunya yang bergetar menandakan jika lelaki itu tengah menangis tersedu sedan.
Ara jadi terpaku melihat pemandangan di hadapannya. Seorang pria tampan dengan tubuh yang kekar, bahkan bisa dikatakan sempurna itu mempunyai kepribadian seperti anak kecil. Ara semakin kebingungan. "Dia benar-benar sakit, aku harus bagaimana?" gumam Ara, lalu ikut berjongkok menepuk pundak Jojo.
"Jojo, kamu pulang ke rumahmu aja, ya! Nanti orang tua kamu nyariin gimana?" bujuk Ara dengan suara melunak.
Jojo menatap Ara dengan mata sembabnya, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Aku nggak tahu di mana rumahku," jawabnya sendu.
"Astaga ... sepertinya aku telah melakukan kesalahan besar karena udah menyelamatkan kamu." Ara menepuk keningnya, lalu menghela napas kasar seolah menarik rasa sabar.
"Aku mau ikut sama Kakak, aku janji nggak akan nakal," ucap Jojo sambil menunjukkan senyum imutnya. Sejenak Ara terpesona, padahal baru beberapa detik lelaki itu menangis, kenapa tiba-tiba ia bisa tersenyum sangat manis?
"Eh, nggak bisa! Aku juga numpang di rumah orang, aku nggak bisa ngajak kamu." Setelah tersadar, Ara menolak permintaan Jojo dengan halus.
Jojo memberenggut lagi, tetapi malah terlihat imut sekali. "Lalu Kakak akan ninggalin aku di sini?" Jojo menoleh ke arah kanan dan kiri, "Aku takut." imbuhnya sambil merapatkan tubuhnya dengan Ara. Ara jadi risih, dia harus tetap hati-hati. Mungkin saja Jojo hanya berpura-pura sakit.
"Kamu, tuh, bikin repot, ya!" decak Ara kesal.
"Aku mohon! Aku nggak mau di sini sendiri. Tu, lihat! Nggak ada orang, 'kan? Di sini banyak setan," rengek Jojo, sekali lagi ia mengedarkan pandangannya ke sekitar pemakaman.
Ara menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Pasokan kesabarannya seolah berkurang dengan sangat cepat, jika berhadapan dengan Jojo. "Oke, oke ... kamu ikut sama aku, tapi janji kamu nggak akan membuat masalah, sebelum nanti aku bantu cari rumahmu!" ujar Ara akhirnya setuju, walaupun masih ragu.
Jojo tersenyum senang, dia langsung melompat kegirangan. Membuat Ara melongo dibuatnya, tetapi setelahnya ia pun tertawa, karena tidak tahan dengan tingkah Jojo yang tidak sesuai dengan tampangnya.
***
to bi continue...
Kalau ketemu cowok kayak gini, kira-kira reaksi kalian gimana? Tulis di kolom komentar, yuk! 😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
airanur
baru aza mo bilang kyk flm s'ceceo eh udah ada yang nerka,,,, heee lanjut thor,, seru kayak nya,,, 😍
2022-07-30
0
💕febhy ajah💕
jodoh ara nih
sabar araaa, semuanya akan baik2 saja.
2022-04-22
0
erenn_na
wong edan Iki, edan tapi cakep, aihh gimana sihh
2022-02-24
1