Vivi keluar dari depot dengan perasaan gelisah. Pasalnya selipan daging tadi masih menyangkut di giginya, dia berpikir keras bagaimana caranya agar selipan daging itu bisa segera lepas, untung saja dia sudah mengantongi beberapa tusuk gigi sebelum meninggalkan depot tadi.
Memang Vivi tipe orang yang tidak sabaran atau memang takut dibilang jorok, yang jelas memang sangat mengganggu baginya.
Selama berkeliling Vivi pun tak berani membuka mulutnya sama sekali, dia hanya mengangguk dan menggeleng-gelengkan kepala, dan sesekali tersenyum.
"Beb, kita naik bebek gowes itu, yuk." ajak Sandra pada Dio.
"Kita double date aja, gimana?" Lukman setuju.
"Cantik-cantikku, kita berempat naik bebek gowes dulu, ya. Kalau kalian mau naik juga, kalian naik berdua aja. Oke?" tutur Niyas dengan centilnya.
"Hhmmm," Vivi pun hanya mengangguk pasrah.
"Kita duduk di pinggir danau itu yuk Vi, sambil lihat anak-anak naik bebek gowes" Nasya langsung menarik tangan Vivi, dan lagi lagi Vivi pun hanya bisa menurut
"Vi?"
"Hhmmmm?"
"Aku kebelet, nih! Aku ke toilet dulu ya, Kamu jangan kemana-mana. Oke?" sebelum mendapat jawaban, Nasya langsung saja pergi.
"pergi aja semua! hemm!
tapi lumayan bisa nuntasin nih, yang dari tadi nyangkut," Vivi tersenyum dalam hatinya
Baru saja dia mau mengeluarkan tusuk gigi dari kantongnya, dia melihat beberapa gerombolan kecil laki-laki tinggi dan bertubuh tegap, dan diantaranya.
Eng, ing, eng,
"Dia? *Yang tadi bukan, sih? Aduh, malu aku, apa aku kabur aja ya, dari sini? Tapi kemana? Aduh, tapi ntar dikira aku ngapain* lagi?"
Vivi buru-buru mengantongi lagi tusuk giginya dan mencoba bersikap biasa, sambil berpura-pura melihat ke arah danau, Vivi terus saja menyundulkan lidahnya ke helaian daging yang menyangkut, berharap bisa lepas.
Rupanya Vivi melakukan kegiatan kecilnya ini dengan ekstra sabar.
"Ehem!"
Vivi seketika langsung menoleh ke samping
"YaAllah, nih orang kapan datangnya? kok udah duduk di sebelah aja? "
"Terus temen-temennya dia pada kemana semua? mati aku!"
Vivi dibuat grogi bukan main
Jantungnya pun berdegup kencang,
"udah dong jantung, jangan bikin malu,
ntar dia denger lagi,
rileks, rileks, rileks"
"Apa masih sakit, yang jatuh tadi?"
tanya laki-laki itu,
"Emmm," Vivi menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
Laki-laki itu tersenyum,
"waduh senyumnya, langsung meleleh coklat di mulut, Bang,"
"Saya Alif" laki-laki itu mengulurkan tangan untuk yang kedua kalinya.
Vivi pun hanya tersenyum dan menjabat tangan Alif dengan malu.
Alif menyerngitkan alisnya, seolah meminta jawaban.
Vivi yang peka, langsung memutar otaknya. Diambilnya buku note di tasnya dan bulpen.
Memang Vivi selalu membawa barang-barang itu kemana pun dia pergi
aku Vivi
disodorkan buku note itu ke Alif.
Alif pun memandang aneh buku note itu, seolah bingung dengan sikap Vivi.
"Kenapa harus nulis?" Alif mengembalikan lagi buku itu ke Vivi
Vivi pun menatap tak suka.
Karena sedari tadi dia pun masih telaten dengan kegiatan kecilnya.
Konsentrasinya pun jadi buyar.
"susah adek jelasinnya, bang! "
Hm, Vivi pun menghela nafas panjang sambil menatap Alif.
"Oh, maaf! Saya nggak tahu" Alif jadi merasa tidak enak.
Trenyuh, seperti ada yang mencubit hatinya, ia jadi bertambah simpati pada gadis malang di sampingnya kini.
Vivi pun menatap bingung.
"apa'an sih nih orang?"
"Maaf, saya nggak tahu kalau kamu ternyata tunawicara." Alif memandang tulus
Darrrr!!!
"*What? Apa dia bilang? Maksudnya apa'an coba ngatain aku bisu?
YaAllah, dosa nggak sih bunuh laki-laki ini?
Seenak jidatnya aja kalau ngomong*."
Vivi langsung melotot ke arah Alif, dengan tatapan ingin membunuh
"Kamu nggak usah berkecil hati. Semua manusia nggak ada yang sempurna kok, di balik kekurangan, pasti ada kelebihan. Dan saya yakin kamu gadis yang hebat", Alif terus memandang Vivi, seperti ingin menenangkan.
Dan yang sedang ingin ditenangkan, sepertinya sedang ingin membunuh.
"apa lagi? malah ceramah.
Sok ngasih motivasi!
bener-bener ya nih orang.
Tampangnya aja ganteng,
tapi tuh mulut lemes banget.
Sumpah ya, kalau aja ini gak ada yang nyangkut, pengen aku tabok aja tuh mulut!"
Vivi memutar bola matanya malas.
"Ehhm, ehhm, ehhmm" Vivi tiba-tiba menunjuk pedagang es krim keliling.
"Oh, kamu mau itu?"
Vivi pun langsung manggut-manggut.
"Tunggu di sini sebentar, ya. " Ucap Alif lembut seraya berdiri dan pergi
Setelah mengamati keadaan sekitar, dengan cepat Vivi menunduk dan mengeluarkan senjata mininya. Menuntaskan sesuatu yang mengganjal di mulutnya.
Dan???
Ciiuuuhhh.
Hemmmm, lega.
"eh dia balik,"
Vivi pun tersenyum, karena sudah merasa lega,
Alif yang melihat senyum Vivi pun jadi berdebar,
cantik banget kalau lagi senyum,
Ia segera menghampiri Vivi karena dirasa Vivi sudah menunggunya.
"Maaf, saya pilihin ini, soalnya saya nggak tahu kamu suka rasa apa." Alif menyedorkan es krim rasa coklat
Vivi yang memang pecinta coklat, merasa aji mumpung. Hatinya senang bukan main.
Langsung saja es krim itu disambar,
aeemmm, aeemmmm.
Dan?
"Ehhhm! ehhhmmm!
ehhhhmmmm!!!"
Vivi langsung menyerngit dan menutup mulut dengan tangannya rapat-rapat.
Dia menghentak-hentakkan kakinya terus menerus.
Dia bingung bagaimana meluapkan apa yang dirasa saat ini, rasa ngilu yang luar biasa, sakit sesakit sakitnya.
Ya memang, Vivi paling tidak bisa makan atau minum dingin, apalagi es.
"Kamu kenapa? Apa? Mau apa? Kenapa? Aduh, saya bingung. Maaf, saya tidak mengerti bahasa kamu" Alif panik, dia pun berdiri dan celingukan, dia bingung harus berbuat apa.
Karena dia memang tidak tahu Vivi kenapa.
"Kamu mau minum?" Alif terlihat frustasi
Vivi langsung saja mengangguk.
Dengan cepat Alif berlari entah kemana.
Tak lama Alif kembali dengan sebotol air mineral di genggamannya,
langsung dengan sigap Alif membuka tutupnya dan memberikannya pada Vivi.
glekk, glekk, glekkk.
hmmmmm.
Vivi bernafas lega, begitupun Alif yang sempat dibuat bingung.
"Kenapa?" Alif pun duduk. Ia sudah terlihat sedikit tenang.
Vivi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Alif pun menghembuskan napasnya dengan kasar.
"Ehm, teman-teman kamu kemana? Kok sekarang kamu sendiri?" Alif kembali menatap Vivi
pada naik bebek gowes.
Vivi menyodorkan kembali buku note nya.
"Kenapa kamu nggak ikut?"
hemmm, Vivi mendengus kesal.
nggak ada pasangannya.
Alif menyerngitkan dahinya
"Emangnya kemana pasangan kamu?" Alif belum puas dengan jawaban Vivi
nggak punya pasangan.
Vivi mendorong buku itu dengan kasar ke Alif.
"Kenapa nggak punya pasangan?"
Alif mengembalikan lagi buku Vivi.
"sumpah ya nih cowok.
nanya mulu kayak petugas sensus!"
Vivi mengambil lagi buku itu dengan kasar,
dan menuliskan sesuatu.
karna nggak ada yang mau sama orang bisu!
"hemmm,
kalau masih nanya lagi,
aku timpuk kepalanya pakai buku beneran nih orang!"
Alif membaca tulisan itu dengan tersenyum, seperti ada sesuatu yang meletup-letup di hatinya.
Entah kenapa, tapi jawaban Vivi justru membuat suasana hatinya menjadi tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Fitria Berkisah
degdegan yang khusus itu emang beda rasanya hehee. jangan lupa singgah ke SELEBGRAM Istri Settingan yaaa kak
2020-10-06
0
Ilham Rasya
jejak 💪💪💪
2020-08-15
0
ayyona
mampir kk
2020-08-07
0