Tinggal minggu terakhir proses ujian akhir akan selesai. Berarti masih tiga hari perjuangan. Melati dengan rasa lelah dan lapar bergegas pulang.
Baru turun dari angkot HP nya berbunyi. Telpon dari Lily. Tumben. Adiknya itu jarang menelponnya apalagi kalau jam-jam sekolah.
"Ya, Ly?" Melati menjawab sapaan Lily sambil berjalan menuju gang rumah.
"Ibu sakit, Kak. Panas sekali badannya. Dan sangat lemas. Bagaimana ini?" Kedengaran suara Lily cemas.
"Iya, sebentar kakak sampai. Tunggu, ya." Melati langsung mematikan HP dan cepat-cepat lari menuju rumah.
Sampai di rumah dia ke kamar ibu. Benar, ibu panas tinggi. Sudah dari kemarin sebenarnya ibu kurang sehat. Tapi ibu bilang ga apa, paling kurang istirahat saja.
"Ibu rasa mual," kata ibu. Mencoba bangun dari tempat tidur. Melati memapah ibu ke kamar mandi. Benar saja. Ibu muntah-muntah.
"Li, buatkan minum hangat, ya," kata Melati. Lily segera mengerjakan perintah kakaknya. Lalu Melati membawa ibu kembali ke kamar.
"Bu, kita ke dokter saja, ya," kata Melati.
"Ibu tidak apa-apa. Paling masuk angin," jawab Ibu.
"Tapi, Bu, masa dari kemarin masuk anginnya? Biar Ibu dapat obat yang tepat la." Melati mengusap kaki Ibu dengan minyak kayu putih. Lalu juga di leher dan dada atas Ibu. Ibu kelihatan pucat.
"Ibu akan istirahat full malam ini sampai besok pagi. Pasti baik kembali." Ibu masih mencoba menenangkan Melati.
"Iya, bu. Kalau besok Ibu masih belum sehat, harus ke dokter, ya," pinta Melati. Ibu mengangguk.
Lily datang dengan teh hangat. Melati membantu ibu duduk dan minum. Lalu dia tinggalkan ibunya istirahat di kamar.
Sampai saat makan, lagi-lagi Ibu muntah-muntah. Dan badan Ibu semakin panas, dia menggigil dan merasa kedinginan.
"Ibu, tidak bisa tunggu besok. Ibu bisa tambah parah. Obat yang Ibu minum tidak ada pengaruhnya. Ibu juga muntah terus. Sekarang saja ya bu, ke dokternya." Melati masih membujuk ibunya.
"Bu, biar pak dokter kasih obat yang cocok, jadi Ibu cepat sehat." Jati ikut membujuk ibu.
"Ya sudah. Ayo, kita ke dokter." Ibu akhirnya mengalah.
Melati mengajak Damar menemaninya membawa ibu ke dokter. Sedang Lily di rumah menemani Jati. Melati memesan taksi online dan bergegas ke dokter begitu kendaraan datang.
Ternyata ibu kena gejala typus. Untung ibu bersedia periksa. Kalau telat ketahuan bagaimana, batin Melati. Dokter menyarankan ibu harus bedrest selama dua minggu. Makan makanan yang halus dan tidak boleh yang pedas.
Sebenarnya dokter sarankan untuk opname, tapi ibu tidak mau. Dia tahu anak-anaknya akan kesulitan untuk menjaganya di rumah sakit. Sebaiknya dia tetap di rumah saja, masih bisa mengawasi mereka.
Melati lega karena tahu penyakit ibu, tapi juga agak kuatir dengan situasinya sekarang. Ini ujian belum selesai. Bagaimana dia bisa mengatur rumah dan adik-adiknya? Selama ini semua ibu kerjakan. Dia dan adik-adik hanya bantu sesekali karena memang sudah sibuk urusan sekolah. Sedang ibu, meskipun dia juga mengajar di TK, ibu bisa handle semua dengan baik. Beresin rumah, siapkan keperluan mereka sekolah, menyediakan makanan di rumah, bantu belajar khususnya Jati, dan banyak lagi lainnya.
Melati makin bangga dan sayang ibu. Dia baru tahu betapa berat yang ibu lakukan untuk mereka. Apalagi ayah selalu jauh. Makanya kadang ibu akan ngomel kalau mereka tidak mau nurut. Maafkan aku ya, bu, yang kadang bikin ibu emosi karena susah diatur, bisik hati Melati sementara mereka perjalanan pulang dari dokter.
"Mela, tidak usah kerjakan semua urusan rumah. Yang penting saja. Kalau ga sempat masak, beli saja di warung Bu Nani," kata Ibu. "Pesan saja bubur buat Ibu pagi dan siang. Sore baru ga apa Mela buatkan asal tidak lelah."
Mereka sudah kembali di rumah. Ibu sudah berbaring di kamarnya. Ibu sudah makan bubur yang Melati buat dan minum obat.
"Bu, ujian kan tinggal tiga hari. Ibu tenang saja. Kami sudah besar, pasti bisa mengatur semuanya. Pokonya Ibu harus cepat sehat." Melati memeluk ibunya.
Ya, dia harus bisa mengurus rumah. Adik-adiknya juga bukan anak yang bandel yang semaunya. Dia bersyukur, meski keluarga mereka sangat sederhana, tapi orang tuanya bisa mendidik semua anaknya dengan baik.
"Terimakasih ya, Sayang." Ibu tersenyum. Melati mencium pipi ibu lalu meninggalkannya untuk istirahat.
Hati Melati sedikit teriris. Bagaimana tidak, ini hari-hari penentuan buatnya. Dia harus fokus belajar untuk tiga hari terakhir ujiannya. Siapa yang mengira situasi begini ibu sakit. Dan ini bukan main-main. Harus dijaga benar atau bisa tambah parah.
"Tuhan, bantu aku atasi ini," batinnya. Jujur saja ada sedikit rasa cemas di hatinya.
Tapi dia tidak boleh kalut. Kasihan Ibu, kasihan adik-adiknya.
"Kak, bantu aku, yaa.." Damar mendekati Melati yang ada di kamar. Dia rupanya ada yang kurang paham dari tugas sekolahnya.
Biasanya ibu yang akan membantu. Sekarang ibu harus istirahat. Dengan sabar Melati menjelaskan beberapa soal yang Damar tidak mengerti. Lalu anak itu balik ke ruang tengah.
Melati mencoba fokus lagi dengan bukunya. Masih banyak yang harus dibacanya.
"Kak, aku lapar..." ganti Jati yang datang.
Melati menoleh. Wajah adiknya itu sudah layu. Dia pasti juga sudah mengantuk.
"Kakak masak telur dadar saja, nggak apa-apa?" kata Melati.
"Iya. Nanti kasih kecap ya Kak, di nasinya." Jati mengikuti Melati yang sudah menuju dapur.
Sepuluh menit selesai sudah. "Jati bisa makan sendiri, ya. Kakak mau belajar lagi," ujar Melati.
"Oke..." Jati tersenyum. Dia duduk dan mulai makan setelah berdoa pendek.
"Ly, nanti lihat Jati. Antar dia tidur selesai makan, ya... Kakak belajar dulu." Melati minta Lily membantu adiknya.
"Iya. Aku hampir selesai, kok." Lily mengangguk.
Melati kembali berkutat dengan buku dan soal-soal latihan. Besok ujian matematika. Selama ini Melati bisa pelajaran ini, tapi bukan yang mahir. Melati memang lebih menikmati belajar bahasa dan hal-hal sosial ketimbang angka dan hitungan. Untungnya nilainya tidak pernah jeblok di matematika.
Dengan situasi ini Melati tidak yakin besok ujiannya bisa bagus. Mau bagaimana lagi? Yang penting dia berusaha saja semaksimal mungkin. Seperti pesan ayah, lakukan segala sesuatu yang terbaik kamu bisa, maka hasil tidak akan mengecewakan. Itulah yang membuat Melati tidak pernah main-main dengan tanggung jawabnya.
"Kumohon, Tuhan... berbaik hatilah padaku... Besok berikan soal yang ga terlalu susah. Pikiranku benar-benar lelah sekarang." Melati meletakkan kepala di atas meja. Terasa berat tengkuknya dan pedih di matanya.
Yaa... penat... itu yang dia rasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Radin Zakiyah Musbich
up up up.... 🎉🎉🎉
ijin promo thor 🍿🍿🍿
jgn lupa mampir di novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE",
kisah cinta beda agama 🍿🍿🍿
jgn lupa tinggalkan like and comment ya 🍿❤️❤️❤️
2020-10-16
0
Esmeralda
Hay Thor aku mampir lagi ya😊
2020-07-13
0
Siska
next
2020-06-22
0