Hati Putih Melati

Hati Putih Melati

Chapter 1 - Kerinduan Melati

Tidak seorangpun pernah meminta dilahirkan

Tidak seorangpun dapat meminta pada waktu dan tempat seperti apa dia akan ada di bumi ini

Semua semata kedaulatan ilahi

Yang pasti Dia punya maksud untuk setiap kehidupan yang diciptakan-Nya

*

*

Menjadi anak pertama dari empat bersaudara bukan sesuatu yang mudah. Harus lebih sering mengalah, menjadi teladan, dan bisa menjaga adik-adiknya. Tapi Melati tidak merasa itu menyusahkannya. Karena ia sangat menyayangi adik-adiknya. Unik juga orang tuanya memberi mereka nama. Untuk anak pertama dan kedua yang perempuan diberi nama Melati dan Lily, nama-nama bunga. Sedang anak ketiga dan keempat yang lelaki diberi nama Damar dan Jati, nama-nama kayu. Ayah bilang bunga itu cantik, pohon itu kuat. Dan semua berguna untuk hidup manusia. Begitu pula harapan ayah untuk anak-anaknya kelak jadi orang yang berguna bagi sesamanya.

"Makanan sudah siap. Sana panggil adik-adikmu. Kita makan bersama," kata ibu. Sekar, wanita yang lembut tetapi tegas. Kadang-kadang cerewet juga kalau anak-anaknya mulai membuatnya kesal. Begitulah ibu-ibu.

"Iya, Bu." Tanpa menunggu menit berikutnya Melati sudah meninggalkan ruang makan yang nyambung dengan dapur. Dia ke ruang tengah, Damar dan Jati ada di sana, sedang mengerjakan PR. "Makan dulu, yuk..." ajak Melati.

"Hmm... Memang sudah lapar ini," kata Jati. "Ibu masak apa, Kak? Tempe penyet?"

"Kamu ini tiap makan kok nanya tempe penyet, spagetti kek, berkelas dikit gitu," sahut Damar.

Melati tertawa mendengarnya.

"Emang kenapa? Orang suka," ujar Jati sambil nyengir.

"Damar panggil Kak Lily, ya..." kata Melati. Lily sukanya belajar di kamar. Damar berdiri dan segera menuju kamar depan, kamar Lily dan Melati.

Melati dan Jati sudah ke ruang makan dan duduk di sana. Tak lama Damar dan Lily bergabung. Ibu mengajak mereka berdoa baru mereka mulai makan bersama malam itu.

Bu, ayah bulan ini tidak pulang?" tanya Damar. Mereka sudah menikmati makanan sederhana tapi nikmat buatan ibu.

Ayah memang bekerja di Jakarta sudah empat tahun ini. Pulang setiap dua atau tiga bulan sekali. Di rumah paling tiga atau empat hari lalu balik lagi bekerja. Tapi komunikasi yang intens membuat hubungan mereka tetap baik. Awalnya tidak mudah harus berjauhan dengan ayah. Karena ayah biasanya yang antar ke sekolah. Ayah juga suka membantu berbelanja menyediakan kebutuhan di rumah.

Ayah memang pekerja keras. Sering dari pagi sampai malam bekerja supaya kebutuhan cukup untuk empat anaknya. Zaman sekarang punya empat anak itu banyak ya, dan biaya hidup tidak sedikit.

Sedang ibu, dia wanita tangguh. Sejak ayah kerja jauh, semua harus bisa diatasi sendiri. Mengurus rumah, menyediakan makanan, membantu belajar, dan menjadi tempat curhat anak-anak dengan sabar. Ibu sebenarnya bukan orang yang suka memasak, tapi dengan senang hari setiap hari memasak dan menyiapkan makanan, karena biar lebih irit pengeluaran dibanding beli makanan jadi terus.

"Bulan depan baru pulang. Kenapa memangnya?" Ibu balik bertanya.

"Mau ditemani beli HP baru. Aku sudah nabung beberapa bulan. Ayah bilang kurangnya nanti ayah tambah," jawab Damar.

"Sama ibu saja ga apa-apa, kan?" lanjut ibu sambil menuang air di gelas minumnya.

"Wah, ga seru, Bu... Kalau sama ayah selera kita sama. Selera lelaki," ujar Damar sambil memainkan alisnya. Ibu langsung tertawa melihatnya.

"Selera lelaki... Jangan sampai selera ayah itu selera bapak-bapak. Beda sama kita, kaum milenial," sahut Lily.

"Eehh... ayah kita itu ga jadul, yaa... lihat aja nanti, Kak Lily pasti ngiri lihat HP baruku." Damar tidak mau kalah.

"Ga bakal deh... HP-ku sudah bagus, yeee..." Lily mencibir.

"Ayo, sudah... kapan makannya selesai.. kalian masih harus lanjut belajar loo..." ibu melerai keduanya.

Begitulah. Suasana rumah keluarga Adinata selalu ramai dan riuh. Anak-anaknya semua suka bicara dan cerita. Rumah baru sepi kalau mereka tidur atau pas memang tidak ada di rumah.

Lima belas menit kemudian acara makan selesai. Melati dan Lily membantu membereskan dapur. Sedang ibu sudah ke ruang tengah membantu Damar dan Jati melanjutkan belajar. Kemudian Melati dan Lily juga masuk ke kamar mereka belajar.

Melati sangat suka belajar. Sejak kecil dia selalu senang mengetahui hal-hal baru. Dia juga aktif di sekolah. Sejak SMP ikut organisasi OSIS. Bergabung dengan Ekskul dance dan musik. Main gitar cukup bagus dan kalau bernyanyi suaranya

lumayan dengan suara merdu dan menyayat hati saat bernyanyi. Pernah ikut kelas khusus untuk jurnalis. Memang komplit bakat Melati. Itu tumbuh karena dia suka mendapat pengetahuan dan pengalaman baru.

Melati sadar keluarganya hanya keluarga sederhana. Dia harus bisa berprestasi maksimal supaya bisa dapat beasiswa untuk kuliah. Jika tidak dari mana orang tuanya bisa bayar kuliahnya. Sementara tiga adiknya juga perlu bawah sekolah. Lily masih kelas 1 SMU, Damar kelas 2 SMP, dan Jati baru kelas 2 SD. Melati bahkan berencana dia akan cari kerja paruh waktu jika sudah kuliah nanti. Dia tidak mau menjadi beban lebih lama. Dia harus bisa mandiri. Bahkan jika sudah selesai kuliah dia akan bantu orang tuanya menyekolahkan adik-adiknya. Itu cita-cita Melati.

Malam makin larut. Melati melihat jam di dinding kamarnya, sudah lebih jam 10 malam. Pantas matanya sudah mulai perih. Dia lihat Lily, sudah merapikan peralatannya.

"PR apa, Ly?" tanya Melati pada adiknya. Lily kelihatan serius mengerjakan tugasnya di depan laptopnya.

"Sejarah. Mau presentasi. Ini bikin power point," jawab Lily tanpa menoleh.

"Oo..." Melati mengambil bukunya, duduk di ranjang dan mulai sibuk membaca, mempelajari dan menghafal materi yang akan diujikan.

Sampai lebih sejam kemudian waktu berlalu.

"Tidur, Kak. Aku sudah ngantuk banget," katanya. Lily menguap. Lalu dia naik. Ke ranjangnya.

"Sudah selesai?" Melati menoleh ke arah Lily. Rupanya dia sudah membereskan peralatan sekolahnya.

"Dikit lagi, sih. Tapi presentasi lusa kok. Jadi masih ada waktu selesaikan besok," jawab Lily.

"Ya uda. Aku juga dikit lagi," kata Melati sambil tetap menatap bikin di tangannya. "Jangan lupa doa, Ly." Masih menyahut juga.

"Ya, Kak." Adiknya yang mulai lebih tinggi darinya itu manut. Melipat tangan menutup mata, mengucapkan doa sebelum tak lama lelap di kasurnya.

Beberapa menit kemudian Melati menutup bukunya, memasukkan ke dalam tas. Lalu dia baringkan tubuhnya yang mulai penat. Matanya juga sudah terasa agak perih. Karena banyak membaca dan mulai mengantuk juga.

Malam bergulir. Rumah itu makin sepi. Semua penghuninya sudah tenggelam dalam peraduan. Damar dan Jati yang letak kamarnya di sebelah kamar Melati juga sudah tidur. Ibu pun sudah mematikan lampu kamar, tanda dia mengakhiri semua aktivitasnya.

Sedang Melati, matanya sudah berat, tapi pikirannya belum mau istirahat. Akhir-akhir ini dia sering susah tidur, karena memikirkan rencananya setelah lulus. Apakah bisa dia lolos ke perguruan tinggi negri yang dia inginkan? Kalau iya, apakah bisa dapat beasiswa yang lumayan, sehingga tidak kesulitan membayar kuliah? Misal tidak lolos apa dia harus tunggu tahun depan? Ah, dia tidak mau menunda waktu studinya.

Misal sudah kuliah, dia mau ambil waktu kerja paruh waktu. Lalu kerja apa? Jadi pramusaji di restoran? Atau jadi penyanyi di kafe? Hmm, apa mungkin jadi guru les? Pikiran Melati semakin jauh ke mana-mana. Karena terlalu letih akhirnya dia terlelap juga.

Malam semakin dalam, lambat tapi pasti hari berganti, pagi pun datang.

"Pagi, Bu... Pagi, Kak..." Suara Jati. Dia masuk ruang makan. Sudah siap dengan seragamnya.

"Aduh, anak ini kok ganteng, sih?" sapa Melati sambil mencubit pipi adiknya, pelan saja, agar tidak membuat Jati sakit.

"Iya laa..." sahut Jati santai. Melati tertawa.

"Ibu buatin roti bakar loo..." kata Melati lagi.

"Aku suka... Mana punyaku?" Jati duduk di kursi menghadap meja.

"Ini... pakai selai coklat, kesukaanmu." Melati meletakkan piring dengan roti bakar di depan Jati.

"Hmmm... yummy..." gumam Jati sambil mencium aromanya.

"Dihabiskan ya, Nak," ujar Ibu. Dia tersenyum melihat Jati nampak cerah pagi ini.

"Iya... Terima kasih, Bu." Jati tersenyum dan mulai menikmati sarapannya.

"Lily dan Damar, mana?" tanya ibu. Ibu sudah mulai menyiapkan sarapan dan bekal makan siang mereka.

"Sedikit lagi pasti siap, Bu," jawab Melati.

"Hadir!" Damar muncul. "Ahh... Roti bakar. Coklat, kan?" Dia kelihatan senang.

"Yup. Ayo cepat makan," kata ibu.

"Punyaku mana?" Lily nongol juga.

"Ini. Sudah cepat dikit, yaa..." jawab Melati.

Mereka segera sibuk menghabiskan sarapan karena tidak mau terlambat sekolah. Ibu akan pergi dengan Jati. Melati, Lily, dan Damar berangkat bersama dengan angkot ke sekolah. Sekolah mereka memang jadi satu. Jati yang beda. Sekolah Jati dekat dengan TK tempat ibu mengajar. Sedang sekolah ketiga kakaknya agak jauh dan berlawanan arah.

"Berangkat..." kata Melati. Dia mendekati ibu dan mencium pipi ibu. "Doakan lancar ya, Bu..."

Damar dan Lily menyusul mencium pipi ibu.

"Dah... Kakak jangan nakal, yaaa..." Suara Jati. Ketiga kakaknya tertawa. Ibu juga ikut tertawa.

Melati dan kedua adiknya sudah keluar gang dan menyeberang jalan. Tidak lama angkota yang ditunggu sudah datang. Segera perjalanan dimulai. Begitu setiap hari. Berdesakan, tapi menyenangkan. Perjuangan untuk meraih cita-cita. Kadang lelah, pingin libur saja yang lama. Tapi waktu tidak bisa diajak kompromi. Dia menuntut anak-anak itu berlarian mengisinya. Baik atau buruk itu keputusan penggunanya.

Bagi Melati waktu tidak boleh disia-siakan. Dia menyadari dia bisa dapat sekolah di salah satu sekolah terbaik di kota Malang ini adalah anugerah besar buatnya. Dia bisa sekolah di sana karena ada beasiswa. Jika harus bayar normal cuma mimpi laa.. Makanya tekat Melati dia harus berprestasi, tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan dan anugerah yang dia terima.

Beruntung juga adik-adiknya juga menunjukkan prestasi baik. Sering diikutkan lomba untuk mewakili sekolah. Dan itu juga yang mendorong Melati ingin jadi wanita yang berhasil, bisa membantu orang tuanya membiayai adik-adiknya.

Tidak mudah, tapi pasti ada jalan. Itu keyakinannya.

Terpopuler

Comments

Indah Nihayati

Indah Nihayati

bagus banget

2022-02-16

0

Mawar Berduri

Mawar Berduri

mampir dan masih nyimak

2021-05-05

1

Nurul Fitriasih

Nurul Fitriasih

Hay Thor ..AQ mampir mmbaca karyamu...Moga bisa mnghburr

2021-04-08

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - Kerinduan Melati
2 chapter 2 - Musim Ujian
3 Chapter 3 - Ibu Sakit
4 Chapter 4 - Menjaga Ibu
5 Chapter 5 - Kesedihan Ranita
6 Chapter 6 - Ayah Pulang
7 Chapter 7 - Suka Kamu
8 Chapter 8 - Aku Tidak Bisa!
9 Chapter 9 - Ingat Aku Terus
10 Chapter 10 - Batas Air dan Awan
11 Chapter 11 - Tidak Akan Terlupakan
12 Chapter 12 - Perjalanan Tiada Tara
13 Chapter 13 - Siap Terbang ke Langit
14 Chapter 14 - Rumah Elvan
15 Chapter 15 - Akan Tetap Bersama
16 Chapter 16 - Pertolongan Tak Terduga
17 Chapter 17 - Kencan Pertama?
18 Chapter 18 - Terima Kasih
19 Chapter 19 - Pengakuan Melati
20 Chapter 20 - Sampai Jumpa
21 Chapter 21 - Memasuki Masa Baru
22 Chapter 22 - Alfaro?
23 Chapter 23 - Curhat Total
24 Chapter 24 - Be With Me
25 Chapter 25 - Permintaan Alfaro
26 Chapter 26 - Liburan!!
27 Chapter 27 - Surprise Elvan
28 Chapter 28 - Kamu Cemburu?
29 Chapter 29 - Ada Apa dengan Hatiku?
30 Chapter 30 - Keputusan Elvan
31 Chapter 31 - Nama Kontak Jelek
32 Chapter 32 - Malam yang Menakutkan
33 Chapter 33 - Berpisah dengan Red Sky
34 Chapter 34 - Maafkan Aku
35 Chapter 35 - Rahasia Ranita
36 Chapter 36 - Mengikuti Ranita
37 Chapter 37 - Aku Memang Bodoh!
38 Chapter 38 - Sampai Kapanpun Jaga Hatimu untukku
39 Chapter 39 - Bisakah Kita Bersama?
40 Chapter 40 - Elvan di mana?
41 Chapter 41 - Anakku Telah Kembali
42 Chapter 42 - Elvan Pasti Pulang
43 Chapter 43 - Mati Rasa Buat yang Lain
44 Chapter 44 - Hidup Elvan Hidup Bagus
45 Chapter 45 - Kapan Kamu Pulang?
46 Chapter 46 - Aku Hanya Ingin Kamu Bahagia
47 Chapter 47 - Aku Ingat Janjiku... Aku Ingat...
48 Chapter 48 - Terima Kasih untuk Semuanya
49 Chapter 49 - Akhirnya Dia Pulang!
50 Chapter 50 - Kejutan Lagi dari Elvan
51 Chapter 51 - Married, Azka dan Adista
52 Chapter 52 - It is My Prayer
53 Chapter 53 - Di Stasiun TV
54 Chapter 54 - Lily dan Fara
55 Chapter 55 - Kamu Cuma Anak Magang!
56 Chapter 56 - Pembelaan Krista
57 Chapter 57 - Melepas Rindu
58 Chapter 58 - Bertemu Dewi
59 Chapter 59 - Aku Tetap Anak Bapak dan Ibu
60 Chapter 60 - Haruskah Aku Percaya?
61 Chapter 61 - Aku Sangat Cinta Kamu
62 Chapter 62 - Aku Kangen Kamu
63 Chapter 63 - Apapun Caranya Aku akan Mendapatkanmu
64 Chapter 64 - Itu Tidak Mungkin!
65 Chapter 65 - Perjuangan Hampir Berakhir
66 Chapter 66 - Tetap Percaya padaku, Please
67 Chapter 67 - Jadilah Lelaki Sejati
68 Chapter 68 - Lepaskan Aku
69 Chapter 69 - Lebih Baik Kabur
70 Chapter 70 - Ke Mana Elvan?
71 Chapter 71 - Pembuktian Elvan
72 Chapter 72 - Maafkan Aku, El
73 Chapter 73 - Happy Birthday, Bunga Cintaku
74 Chapter 74 - Meraih Impian
75 Chapter 75 - Bye Bye Sunny TV
76 Chapter 76 - Memulai Langkah Baru
77 Chapter 77 - Selalu Ada Maaf
78 Chapter 78 - A Different Dream
79 Chapter 79 - Guncangan Besar
80 Chapter 80 - Hati yang selalu Lapang
81 Chapter 81 - Our Step is Started
82 Chapter 82 - Kangen Kamu, Ran...
83 Chapter 83 - Apa Tidak Apa-apa?
84 Chapter 84 - Congrats for you!!
85 Chapter 85 - Menemui Bondan
86 Chapter 86 - Marah
87 Chapter 87 - Anakku Bukan Urusanmu!
88 Chapter 88 - Biarkan Saja, Mel!
89 Chapter 89 - Jangan Pernah Tinggalkan Dia
90 Chapter 90 - Peluk Aku Erat
91 Chapter 91 - Kencan Tak Sengaja
92 Chapter 92 - Jangan Bawa Anakku!
93 Chapter 93 - Galau dan Sesal
94 Chapter 94 - Mulai Langkah Baru
95 Chapter 95 - Lompat Sama-sama...
96 Chapter 96 - Menetapkan Hari Istimewa
97 Chapter 97 - Ke Sunny TV
98 Chapter 98 - Tinggal Selangkah Lagi
99 Chapter 99 - Tangisan Bondan
100 Chapter 100 - Memulai Lagi dari Awal
101 Chapter 101 - This is the Day
102 Chapter 102 - Apa yang Terjadi?
103 Chapter 103 - Hanya Bisa Menunggu
104 Chapter 104 - Akhirnya....
105 Chapter 105 - Berdua Denganmu
106 Chapter 106 - Masih Takut
107 Chapter 107 - Menembus Angkasa...
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Chapter 1 - Kerinduan Melati
2
chapter 2 - Musim Ujian
3
Chapter 3 - Ibu Sakit
4
Chapter 4 - Menjaga Ibu
5
Chapter 5 - Kesedihan Ranita
6
Chapter 6 - Ayah Pulang
7
Chapter 7 - Suka Kamu
8
Chapter 8 - Aku Tidak Bisa!
9
Chapter 9 - Ingat Aku Terus
10
Chapter 10 - Batas Air dan Awan
11
Chapter 11 - Tidak Akan Terlupakan
12
Chapter 12 - Perjalanan Tiada Tara
13
Chapter 13 - Siap Terbang ke Langit
14
Chapter 14 - Rumah Elvan
15
Chapter 15 - Akan Tetap Bersama
16
Chapter 16 - Pertolongan Tak Terduga
17
Chapter 17 - Kencan Pertama?
18
Chapter 18 - Terima Kasih
19
Chapter 19 - Pengakuan Melati
20
Chapter 20 - Sampai Jumpa
21
Chapter 21 - Memasuki Masa Baru
22
Chapter 22 - Alfaro?
23
Chapter 23 - Curhat Total
24
Chapter 24 - Be With Me
25
Chapter 25 - Permintaan Alfaro
26
Chapter 26 - Liburan!!
27
Chapter 27 - Surprise Elvan
28
Chapter 28 - Kamu Cemburu?
29
Chapter 29 - Ada Apa dengan Hatiku?
30
Chapter 30 - Keputusan Elvan
31
Chapter 31 - Nama Kontak Jelek
32
Chapter 32 - Malam yang Menakutkan
33
Chapter 33 - Berpisah dengan Red Sky
34
Chapter 34 - Maafkan Aku
35
Chapter 35 - Rahasia Ranita
36
Chapter 36 - Mengikuti Ranita
37
Chapter 37 - Aku Memang Bodoh!
38
Chapter 38 - Sampai Kapanpun Jaga Hatimu untukku
39
Chapter 39 - Bisakah Kita Bersama?
40
Chapter 40 - Elvan di mana?
41
Chapter 41 - Anakku Telah Kembali
42
Chapter 42 - Elvan Pasti Pulang
43
Chapter 43 - Mati Rasa Buat yang Lain
44
Chapter 44 - Hidup Elvan Hidup Bagus
45
Chapter 45 - Kapan Kamu Pulang?
46
Chapter 46 - Aku Hanya Ingin Kamu Bahagia
47
Chapter 47 - Aku Ingat Janjiku... Aku Ingat...
48
Chapter 48 - Terima Kasih untuk Semuanya
49
Chapter 49 - Akhirnya Dia Pulang!
50
Chapter 50 - Kejutan Lagi dari Elvan
51
Chapter 51 - Married, Azka dan Adista
52
Chapter 52 - It is My Prayer
53
Chapter 53 - Di Stasiun TV
54
Chapter 54 - Lily dan Fara
55
Chapter 55 - Kamu Cuma Anak Magang!
56
Chapter 56 - Pembelaan Krista
57
Chapter 57 - Melepas Rindu
58
Chapter 58 - Bertemu Dewi
59
Chapter 59 - Aku Tetap Anak Bapak dan Ibu
60
Chapter 60 - Haruskah Aku Percaya?
61
Chapter 61 - Aku Sangat Cinta Kamu
62
Chapter 62 - Aku Kangen Kamu
63
Chapter 63 - Apapun Caranya Aku akan Mendapatkanmu
64
Chapter 64 - Itu Tidak Mungkin!
65
Chapter 65 - Perjuangan Hampir Berakhir
66
Chapter 66 - Tetap Percaya padaku, Please
67
Chapter 67 - Jadilah Lelaki Sejati
68
Chapter 68 - Lepaskan Aku
69
Chapter 69 - Lebih Baik Kabur
70
Chapter 70 - Ke Mana Elvan?
71
Chapter 71 - Pembuktian Elvan
72
Chapter 72 - Maafkan Aku, El
73
Chapter 73 - Happy Birthday, Bunga Cintaku
74
Chapter 74 - Meraih Impian
75
Chapter 75 - Bye Bye Sunny TV
76
Chapter 76 - Memulai Langkah Baru
77
Chapter 77 - Selalu Ada Maaf
78
Chapter 78 - A Different Dream
79
Chapter 79 - Guncangan Besar
80
Chapter 80 - Hati yang selalu Lapang
81
Chapter 81 - Our Step is Started
82
Chapter 82 - Kangen Kamu, Ran...
83
Chapter 83 - Apa Tidak Apa-apa?
84
Chapter 84 - Congrats for you!!
85
Chapter 85 - Menemui Bondan
86
Chapter 86 - Marah
87
Chapter 87 - Anakku Bukan Urusanmu!
88
Chapter 88 - Biarkan Saja, Mel!
89
Chapter 89 - Jangan Pernah Tinggalkan Dia
90
Chapter 90 - Peluk Aku Erat
91
Chapter 91 - Kencan Tak Sengaja
92
Chapter 92 - Jangan Bawa Anakku!
93
Chapter 93 - Galau dan Sesal
94
Chapter 94 - Mulai Langkah Baru
95
Chapter 95 - Lompat Sama-sama...
96
Chapter 96 - Menetapkan Hari Istimewa
97
Chapter 97 - Ke Sunny TV
98
Chapter 98 - Tinggal Selangkah Lagi
99
Chapter 99 - Tangisan Bondan
100
Chapter 100 - Memulai Lagi dari Awal
101
Chapter 101 - This is the Day
102
Chapter 102 - Apa yang Terjadi?
103
Chapter 103 - Hanya Bisa Menunggu
104
Chapter 104 - Akhirnya....
105
Chapter 105 - Berdua Denganmu
106
Chapter 106 - Masih Takut
107
Chapter 107 - Menembus Angkasa...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!