Hati Putih Melati
Tidak seorangpun pernah meminta dilahirkan
Tidak seorangpun dapat meminta pada waktu dan tempat seperti apa dia akan ada di bumi ini
Semua semata kedaulatan ilahi
Yang pasti Dia punya maksud untuk setiap kehidupan yang diciptakan-Nya
*
*
Menjadi anak pertama dari empat bersaudara bukan sesuatu yang mudah. Harus lebih sering mengalah, menjadi teladan, dan bisa menjaga adik-adiknya. Tapi Melati tidak merasa itu menyusahkannya. Karena ia sangat menyayangi adik-adiknya. Unik juga orang tuanya memberi mereka nama. Untuk anak pertama dan kedua yang perempuan diberi nama Melati dan Lily, nama-nama bunga. Sedang anak ketiga dan keempat yang lelaki diberi nama Damar dan Jati, nama-nama kayu. Ayah bilang bunga itu cantik, pohon itu kuat. Dan semua berguna untuk hidup manusia. Begitu pula harapan ayah untuk anak-anaknya kelak jadi orang yang berguna bagi sesamanya.
"Makanan sudah siap. Sana panggil adik-adikmu. Kita makan bersama," kata ibu. Sekar, wanita yang lembut tetapi tegas. Kadang-kadang cerewet juga kalau anak-anaknya mulai membuatnya kesal. Begitulah ibu-ibu.
"Iya, Bu." Tanpa menunggu menit berikutnya Melati sudah meninggalkan ruang makan yang nyambung dengan dapur. Dia ke ruang tengah, Damar dan Jati ada di sana, sedang mengerjakan PR. "Makan dulu, yuk..." ajak Melati.
"Hmm... Memang sudah lapar ini," kata Jati. "Ibu masak apa, Kak? Tempe penyet?"
"Kamu ini tiap makan kok nanya tempe penyet, spagetti kek, berkelas dikit gitu," sahut Damar.
Melati tertawa mendengarnya.
"Emang kenapa? Orang suka," ujar Jati sambil nyengir.
"Damar panggil Kak Lily, ya..." kata Melati. Lily sukanya belajar di kamar. Damar berdiri dan segera menuju kamar depan, kamar Lily dan Melati.
Melati dan Jati sudah ke ruang makan dan duduk di sana. Tak lama Damar dan Lily bergabung. Ibu mengajak mereka berdoa baru mereka mulai makan bersama malam itu.
Bu, ayah bulan ini tidak pulang?" tanya Damar. Mereka sudah menikmati makanan sederhana tapi nikmat buatan ibu.
Ayah memang bekerja di Jakarta sudah empat tahun ini. Pulang setiap dua atau tiga bulan sekali. Di rumah paling tiga atau empat hari lalu balik lagi bekerja. Tapi komunikasi yang intens membuat hubungan mereka tetap baik. Awalnya tidak mudah harus berjauhan dengan ayah. Karena ayah biasanya yang antar ke sekolah. Ayah juga suka membantu berbelanja menyediakan kebutuhan di rumah.
Ayah memang pekerja keras. Sering dari pagi sampai malam bekerja supaya kebutuhan cukup untuk empat anaknya. Zaman sekarang punya empat anak itu banyak ya, dan biaya hidup tidak sedikit.
Sedang ibu, dia wanita tangguh. Sejak ayah kerja jauh, semua harus bisa diatasi sendiri. Mengurus rumah, menyediakan makanan, membantu belajar, dan menjadi tempat curhat anak-anak dengan sabar. Ibu sebenarnya bukan orang yang suka memasak, tapi dengan senang hari setiap hari memasak dan menyiapkan makanan, karena biar lebih irit pengeluaran dibanding beli makanan jadi terus.
"Bulan depan baru pulang. Kenapa memangnya?" Ibu balik bertanya.
"Mau ditemani beli HP baru. Aku sudah nabung beberapa bulan. Ayah bilang kurangnya nanti ayah tambah," jawab Damar.
"Sama ibu saja ga apa-apa, kan?" lanjut ibu sambil menuang air di gelas minumnya.
"Wah, ga seru, Bu... Kalau sama ayah selera kita sama. Selera lelaki," ujar Damar sambil memainkan alisnya. Ibu langsung tertawa melihatnya.
"Selera lelaki... Jangan sampai selera ayah itu selera bapak-bapak. Beda sama kita, kaum milenial," sahut Lily.
"Eehh... ayah kita itu ga jadul, yaa... lihat aja nanti, Kak Lily pasti ngiri lihat HP baruku." Damar tidak mau kalah.
"Ga bakal deh... HP-ku sudah bagus, yeee..." Lily mencibir.
"Ayo, sudah... kapan makannya selesai.. kalian masih harus lanjut belajar loo..." ibu melerai keduanya.
Begitulah. Suasana rumah keluarga Adinata selalu ramai dan riuh. Anak-anaknya semua suka bicara dan cerita. Rumah baru sepi kalau mereka tidur atau pas memang tidak ada di rumah.
Lima belas menit kemudian acara makan selesai. Melati dan Lily membantu membereskan dapur. Sedang ibu sudah ke ruang tengah membantu Damar dan Jati melanjutkan belajar. Kemudian Melati dan Lily juga masuk ke kamar mereka belajar.
Melati sangat suka belajar. Sejak kecil dia selalu senang mengetahui hal-hal baru. Dia juga aktif di sekolah. Sejak SMP ikut organisasi OSIS. Bergabung dengan Ekskul dance dan musik. Main gitar cukup bagus dan kalau bernyanyi suaranya
lumayan dengan suara merdu dan menyayat hati saat bernyanyi. Pernah ikut kelas khusus untuk jurnalis. Memang komplit bakat Melati. Itu tumbuh karena dia suka mendapat pengetahuan dan pengalaman baru.
Melati sadar keluarganya hanya keluarga sederhana. Dia harus bisa berprestasi maksimal supaya bisa dapat beasiswa untuk kuliah. Jika tidak dari mana orang tuanya bisa bayar kuliahnya. Sementara tiga adiknya juga perlu bawah sekolah. Lily masih kelas 1 SMU, Damar kelas 2 SMP, dan Jati baru kelas 2 SD. Melati bahkan berencana dia akan cari kerja paruh waktu jika sudah kuliah nanti. Dia tidak mau menjadi beban lebih lama. Dia harus bisa mandiri. Bahkan jika sudah selesai kuliah dia akan bantu orang tuanya menyekolahkan adik-adiknya. Itu cita-cita Melati.
Malam makin larut. Melati melihat jam di dinding kamarnya, sudah lebih jam 10 malam. Pantas matanya sudah mulai perih. Dia lihat Lily, sudah merapikan peralatannya.
"PR apa, Ly?" tanya Melati pada adiknya. Lily kelihatan serius mengerjakan tugasnya di depan laptopnya.
"Sejarah. Mau presentasi. Ini bikin power point," jawab Lily tanpa menoleh.
"Oo..." Melati mengambil bukunya, duduk di ranjang dan mulai sibuk membaca, mempelajari dan menghafal materi yang akan diujikan.
Sampai lebih sejam kemudian waktu berlalu.
"Tidur, Kak. Aku sudah ngantuk banget," katanya. Lily menguap. Lalu dia naik. Ke ranjangnya.
"Sudah selesai?" Melati menoleh ke arah Lily. Rupanya dia sudah membereskan peralatan sekolahnya.
"Dikit lagi, sih. Tapi presentasi lusa kok. Jadi masih ada waktu selesaikan besok," jawab Lily.
"Ya uda. Aku juga dikit lagi," kata Melati sambil tetap menatap bikin di tangannya. "Jangan lupa doa, Ly." Masih menyahut juga.
"Ya, Kak." Adiknya yang mulai lebih tinggi darinya itu manut. Melipat tangan menutup mata, mengucapkan doa sebelum tak lama lelap di kasurnya.
Beberapa menit kemudian Melati menutup bukunya, memasukkan ke dalam tas. Lalu dia baringkan tubuhnya yang mulai penat. Matanya juga sudah terasa agak perih. Karena banyak membaca dan mulai mengantuk juga.
Malam bergulir. Rumah itu makin sepi. Semua penghuninya sudah tenggelam dalam peraduan. Damar dan Jati yang letak kamarnya di sebelah kamar Melati juga sudah tidur. Ibu pun sudah mematikan lampu kamar, tanda dia mengakhiri semua aktivitasnya.
Sedang Melati, matanya sudah berat, tapi pikirannya belum mau istirahat. Akhir-akhir ini dia sering susah tidur, karena memikirkan rencananya setelah lulus. Apakah bisa dia lolos ke perguruan tinggi negri yang dia inginkan? Kalau iya, apakah bisa dapat beasiswa yang lumayan, sehingga tidak kesulitan membayar kuliah? Misal tidak lolos apa dia harus tunggu tahun depan? Ah, dia tidak mau menunda waktu studinya.
Misal sudah kuliah, dia mau ambil waktu kerja paruh waktu. Lalu kerja apa? Jadi pramusaji di restoran? Atau jadi penyanyi di kafe? Hmm, apa mungkin jadi guru les? Pikiran Melati semakin jauh ke mana-mana. Karena terlalu letih akhirnya dia terlelap juga.
Malam semakin dalam, lambat tapi pasti hari berganti, pagi pun datang.
"Pagi, Bu... Pagi, Kak..." Suara Jati. Dia masuk ruang makan. Sudah siap dengan seragamnya.
"Aduh, anak ini kok ganteng, sih?" sapa Melati sambil mencubit pipi adiknya, pelan saja, agar tidak membuat Jati sakit.
"Iya laa..." sahut Jati santai. Melati tertawa.
"Ibu buatin roti bakar loo..." kata Melati lagi.
"Aku suka... Mana punyaku?" Jati duduk di kursi menghadap meja.
"Ini... pakai selai coklat, kesukaanmu." Melati meletakkan piring dengan roti bakar di depan Jati.
"Hmmm... yummy..." gumam Jati sambil mencium aromanya.
"Dihabiskan ya, Nak," ujar Ibu. Dia tersenyum melihat Jati nampak cerah pagi ini.
"Iya... Terima kasih, Bu." Jati tersenyum dan mulai menikmati sarapannya.
"Lily dan Damar, mana?" tanya ibu. Ibu sudah mulai menyiapkan sarapan dan bekal makan siang mereka.
"Sedikit lagi pasti siap, Bu," jawab Melati.
"Hadir!" Damar muncul. "Ahh... Roti bakar. Coklat, kan?" Dia kelihatan senang.
"Yup. Ayo cepat makan," kata ibu.
"Punyaku mana?" Lily nongol juga.
"Ini. Sudah cepat dikit, yaa..." jawab Melati.
Mereka segera sibuk menghabiskan sarapan karena tidak mau terlambat sekolah. Ibu akan pergi dengan Jati. Melati, Lily, dan Damar berangkat bersama dengan angkot ke sekolah. Sekolah mereka memang jadi satu. Jati yang beda. Sekolah Jati dekat dengan TK tempat ibu mengajar. Sedang sekolah ketiga kakaknya agak jauh dan berlawanan arah.
"Berangkat..." kata Melati. Dia mendekati ibu dan mencium pipi ibu. "Doakan lancar ya, Bu..."
Damar dan Lily menyusul mencium pipi ibu.
"Dah... Kakak jangan nakal, yaaa..." Suara Jati. Ketiga kakaknya tertawa. Ibu juga ikut tertawa.
Melati dan kedua adiknya sudah keluar gang dan menyeberang jalan. Tidak lama angkota yang ditunggu sudah datang. Segera perjalanan dimulai. Begitu setiap hari. Berdesakan, tapi menyenangkan. Perjuangan untuk meraih cita-cita. Kadang lelah, pingin libur saja yang lama. Tapi waktu tidak bisa diajak kompromi. Dia menuntut anak-anak itu berlarian mengisinya. Baik atau buruk itu keputusan penggunanya.
Bagi Melati waktu tidak boleh disia-siakan. Dia menyadari dia bisa dapat sekolah di salah satu sekolah terbaik di kota Malang ini adalah anugerah besar buatnya. Dia bisa sekolah di sana karena ada beasiswa. Jika harus bayar normal cuma mimpi laa.. Makanya tekat Melati dia harus berprestasi, tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan dan anugerah yang dia terima.
Beruntung juga adik-adiknya juga menunjukkan prestasi baik. Sering diikutkan lomba untuk mewakili sekolah. Dan itu juga yang mendorong Melati ingin jadi wanita yang berhasil, bisa membantu orang tuanya membiayai adik-adiknya.
Tidak mudah, tapi pasti ada jalan. Itu keyakinannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Indah Nihayati
bagus banget
2022-02-16
0
Mawar Berduri
mampir dan masih nyimak
2021-05-05
1
Nurul Fitriasih
Hay Thor ..AQ mampir mmbaca karyamu...Moga bisa mnghburr
2021-04-08
1