BAB 4 :: MELIRIK KENANGAN

"Hati perempuan siapa yang tidak sakit bila pujaan hatinya lebih memilih mendapat perhatian dari orang lain daripada dirinya sendiri." - Marutere Althea.

Sepulang sekolah, Maru tidak langsung pulang. Dia ingin sesekali melihat Mate latihan basket. Siapa tahu dengan begitu, Mate mulai perhatian kepadanya. Kini, Maru sedang berada di kelas bersama Morin dan Magis. Karena tadi jam kosong, jadi Magis baru menyalin tugas Bahasa Inggris dari Pak Mhan. Padahal, jika sudah disalin sejak tadi mungkin Maru tidak perlu repot-repot untuk menunggu Magis. Sambil menunggu, Maru memutar musik di ponselnya.

Baru semenit berlalu, ada yang mengetuk pintu. Semuanya menoleh, termasuk juga Maru. Bukankah itu Magen?

"Dek, ayo pulang. Mama udah nunggu," ajak Magen langsung. Dia masih di ambang pintu. Kedua sahabat Maru itupun melongo. Mereka memang belum tahu jika Kakak tiri Maru pindah sekolah ke sini. "Gue ada acara habis ini. Lo pulang duluan aja," suruh Maru.

"Pulangnya mau gue jemput, nggak?"

"Nggak perlu. Gue dianterin teman kok."

"Siapa?"

"Nih, Morin sama Magis. Jadi lo nggak perlu khawatir."

Magen mengangguk. "Oke. Kalau ada apa-apa hubungin gue, ya? Gue balik dulu, Dek. Lo hati-hati pulangnya. Bye, semua."

"Bye," jawab Morin dan Magis saling berpandangan.

Ketika Magen sudah tidak tampak, Morin dan Magis menatap Maru dengan berbagai pertanyaan yang akan dilontarkan. Maru memang cerita jika dia memiliki Kakak tiri yang sudah menginjak kelas 12. Tetapi, Maru belum menceritakan perihal kepindahan Magen ke sekolahnya. Sebenarnya akan diceritakan tadi, tetapi gara-gara membahas tentang Megi semuanya jadi lupa.

"Lo utang cerita sama kita," tegas Magis.

"Iya, iya, ngegas banget sih kalian. Btw, Kakak tiri gue ganteng nggak? Dia alone lho. Siapa tahu di antara kalian ada yang mau ngegebet."

"Astagfirullah Maruuu. Gue udah punya Mesky. Ya kali gue selingkuh. Ehm, tapi ... lumayan juga sih Kakak tiri lo," Magis terkekeh.

Mendengar jawaban Magis, baik Morin maupun Maru langsung menoyor jidat Magis. Memang terkadang pikiran Magis tidak normal. Apalagi kalau sudah lihat yang bening-bening. Lupa deh sama pacar kesayangannya. "Lama-lama berlubang deh jidat gue," gerutunya.

Maru dan Morin tertawa lebar.

"Magen mau lo embat juga?" tanya Maru kembali penasaran.

"Mesky gimana nasibnya?" Morin ikut bertanya juga. Namun, Magis malah mengangguk. Membuat kedua temannya tidak habis pikir dengannya. Sekali lagi Maru menoyor jidat Magis lagi. Hampir beberapa kali dalam sehari ia lakukan. Ya habis, sikap Magis sangat tidak waras. Tujuan menoyornya supaya setan ataupun jin yang terdapat di dalam tubuh Magis segera keluar. "Lo gila, ya?" Maru terheran-heran.

"Gue Magis, Ru, bukan gila. Aneh lo."

Maru menatap Magis tajam. "Sampai lo selingkuh beneran, gue doain lo punya sepuluh anak nanti. Pegel-pegel deh lo ngeluarinnya." Sedangkan Magis menepuk pipi kanan-kirinya berulang-ulang dan bergantian. Dia masih tidak percaya dengan ucapan Maru yang tega seperti itu. Magis mendekatkan wajahnya ke Maru, seolah ingin membisikkan sesuatu. "Emang, Mesky nafsunya gede ya?"

Pertanyaan Magis sangat di luar jangkauan. Maru meremas ujung roknya, berusaha mengontrol emosi. Dia masih menatap temannya itu dengan serius. "Kok lo makin nggak waras sih, Gis? Ya mana gue tahu nafsunya Mesky besar apa enggak! Mending lo tanya ke dia langsung deh biar jelas."

"Gue takut kalau dia ngajakin gue anu...," Magis sok polos.

Semakin ke sini, jalan pikiran Magis semakin tidak bisa dikontrol.

"Anu apaan kambing?"

"Ya itu anu, ah! Masa lo nggak tahu sih?!"

"Gue kan masih 16 tahun. Belum tahu yang begituan. Kecuali kalau lo jelasin ke gue," ungkap Maru jujur.

"Kalian berisik, ya? Kalau Mesky ngajakin lo anu, suruh dia hafalin doa-nya dulu biar nggak haram." Morin akhirnya ikut menimbrung. Lama-lama jika dia masih tetap diam, mereka pasti tidak ingat akan pulang sekolah.

"Oh gitu," Magis mengangguk paham.

Maru menguap. "Udah belum? Gue mau liatin pacar gue latihan basket nih."

"Udah nih, udah," Magis memasukkan semua bukunya ke dalam tas dan beranjak dari tempat duduknya.

"Gue nggak ikut nonton. Bokap udah nunggu di depan. Gue duluan." Tanpa menunggu balasan dari Maru dan Magis, Morin melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda. Kini dia meninggalkan teman-temannya di ambang pintu. Sepeninggal Morin, akhirnya Magis menghela napas berat. Magis menepuk bahu Maru, hingga membuat gadis itu menoleh seketika.

"Apa?"

"Emang, doa sebelum anu itu apa sih? Kok gue nggak pernah dengar, ya?"

"Lo percaya sama omongan Morin?"

"Lumayan, sih."

"Hah?" ujar Maru asal. Magis membuka ponselnya segera. "Oke, google. Bacakan doa sebelum melakukan anu. Tahu anu kan? Kalau nggak tahu tanya Mbah google. Oke?"

Sudah, kali ini Maru pasrah. Magis memang mulai tidak waras. Maru jadi merinding sendiri. Ia pun mulai cepat-cepat berjalan kembali menuju ke lapangan untuk melihat Mate berlatih. Jika masih menetap bersama Magis, pikirannya sudah merujuk ke mana-mana.

***

Ternyata, sejak dari kelas tadi Magis mengekori Maru sampai ke lapangan basket. Bukan tanpa alasan, kali ini pacarnya juga latihan. Makanya Magis juga ikut menonton. Latihannya sudah berlangsung sejak tadi. Maru terlambat datang karena Magis yang selalu meribetkannya. Maru masuk ke dalam lapangan dan duduk di pinggir. Dekat dengan Meta, tetapi tidak dekat-dekat sekali.

"MATE AYOO SEMANGAT!!"

"MATE PASTI BISA!!"

"YO AYO YO YO, YO AYO!!"

"SEMANGAT META KEPADA MATE!!"

"APA NIH, KATANYA PACAR. KOK BARU DATANG SIH? NGGAK NYEMANGATIN LAGI," teriak Meta sangat kencang. Lebih tepatnya menyindir Maru yang baru saja datang. "MENDING PENSIUN AJA DEH, JADI PACARNYA MATE," Meta kembali berteriak. Dia memang gadis yang tidak tahu malu. Kerjaannya di sekolah teriak-teriak.

"MATE SEMANGAT!!"

Entah ini sudah teriakan yang ke berapa kali. Mendengar semua sindiran Meta lewat teriakan, Magis pun mendekat kepada Meta. Dia mendorong tubuh Meta. "Maksud lo apa nyindir-nyindir gitu?"

Maru berlari menghampiri Magis.

"Ya terserah mulut Meta dong mau ngomong apa. Memang, Magis tersinggung? Kok ke-geer-an sih jadi orang. Mama Meta nggak ngajarin kayak gitu, ya!" balas Meta membela diri.

"Nyokap lo ngajarin nyindir orang begitu?"

"Sok tahu, deh, Magis."

"Jualan tahu lo sekarang?"

"Ih Meta baru sekolah ya. Belum lulus juga. Kok udah dikatain jualan tahu sih?! Meta nggak terima," Meta menaikkan dagunya sambil berdecak pinggang.

"Udah, Gis. Balik aja yuk!" ajak Maru melerai percekcokan antara Magis dan Meta. Magis memanyunkan bibirnya ke depan sambil menoleh. "Nggak mau, ah. Habis dia nyolot dari tadi. Gue nggak suka sahabat gue digituin, Ru!"

Niat Magis memang baik, tetapi caranya yang salah.

"Daripada ngurusin Meta, mending urusin tuh pacar lo. Ayo!" bisik Maru sambil menggandeng tangan Magis. Tanpa menunggu balasan, dia langsung menarik tangan Magis. Mengajaknya kembali ke tempat yang jauh dari Meta. "Ta-tapi, Ruuu," Magis masih berusaha untuk bernegosiasi.

"Udah ayo."

"Ya udah, deh. Awas, ya, lo, mulut api!" Magis menunjuk Meta dengan kedua jarinya yang dibolak-balikan ke matanya dan ke Meta bergantian.

"Meta manusia, bukan mulut api."

"Gue tahu, nggak usah dikasih tahu."

"Kasihani mau?"

"Ogaahhh mulut apii."

Di ujung sana, Meta hanya mendesis saja. Magis dan Meta memang hampir sama. Iya, sama-sama suka nerocos kalau sudah berbicara. Kini, Maru sudah tidak peduli lagi dengan Magis yang berpandangan tajam dengan Meta. Yang diutamakan Maru kali ini hanyalah Mate. Mata terus tertuju kepada Mate. Namun sayang, Mate tak pernah sekalipun membalas pandangannya. Seketika dia mendengus. Entah mengapa, matanya kini tertuju kepada Megi.

Maru menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ah, kenapa matanya malah melirik ke mantan. Kenapa bukan ke pacar saja yang statusnya sudah masa depan?

Semakin Maru menolak, matanya malah semakin rinci memperhatikan cara Megi bermain basket. Tak disangka, Megi membalas tatapannya. Kini keduanya diam sejenak saling bertatapan. Tak bertahan lama, Maru tersadar dan segera mengalihkan pandangannya.

Aduuuhh, ketahuan lagi kalau gue ngeliatin dia. Ah, malu banget gue. Ceroboh banget sih, Ru. Ucapnya di dalam batin. Maru mencoba memfokuskan dirinya untuk memperhatikan Mate saja.

Di sisi lain, detakan jantung Megi semakin cepat. Ini karena bermain bola basket ataukah karena menatap Maru? Megi menuju ke pinggir lapangan sambil memegangi jantungnya. "Eh buseet, gue tadi nggak salah liat kan? Maru memperhatikan gue daripada Mate? Apa gue cuma halu ya?" Megi bermonolog.

"Tapi gue sempat tatapan sama dia kok. Masa iya itu cuma khayalan semata? Meg, kenapa jadi mikiran kenangan, sih?!" Megi mengacak rambutnya frustasi. Dia kembali masuk ke lapangan dan mulai memfokuskan diri untuk berlatih.

"Woi, Meg! Lo kenapa tiba-tiba minggir?" tanya Mesky kebingungan. Pasalnya tidak ada apa-apa, dan Megi langsung berlari ke pinggir lapangan. Tak ingin Mesky tahu apa yang terjadi pada dirinya, Megi segera menggelengkan kepalanya. "Gue nggak apa-apa, tadi cuma silau aja." Megi merangkul bahu Mesky, seolah ingin membisikkan sesuatu yang penting. Sebelum berucap, Megi tertawa kecil dahulu. "Lo kan tahu, gue ini alergi matahari. Tapi kalau gorengannya Mbak Muna gue doyan."

Mesky langsung melepas rangkulan dan menginjak kaki Megi. "Apa hubungannya ferguso?"

"Ya ada lah pokoknya," balasnya singkat.

"Apaan?" Mesky mulai mendekat lagi.

"Gorengan Mbak Muna berminyak, Ky." Sengaja atau tidak, tetapi Mesky sudah terlanjur kesal sendiri. "Semua gorengan juga begitu kali. Lo pinter apa gimana, sih, Meg?"

Terlihat jelas, Megi dan Mesky malah asyik mengobrol berdua. Sudah tidak berlatih, malah bercerita. Magis yang melihat itu langsung menyenggol bahu Maru. "Ru, itu mantan lo sama pacar gue ngapain ya?"

"Samperin gih."

"Gue serius anaknya Verrel Bramasta!"

Maru menyeriangi. "Lo bilang apa barusan?"

"Budek ya lo?" Magis menunjuk telinga Maru. Lalu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan pelan. "Ih kok malah ngatain sih! Gue kan cuma mau bilang, kalau Verrel itu belum nikah, apalagi punya anak." Maru menjelaskan.

"Yeee mana gue tahu."

"Iya juga sih. Lo pinter kalau tahu."

***

Selesai latihan, Maru baru saja akan menghampiri Mate tetapi sudah didahului oleh Meta. Sejenak, Maru mengembuskan napasnya. Dia membuang jauh-jauh rasa cemburunya. Sekali lagi dia mulai melangkah mendekati Mate. Namun, lagi-lagi Meta memanasinya. Membuat api berkobar lagi. Meta memeluk Mate dengan gembira. Tersorot jelas jika Mate sangat tidak menyukai hal itu. Dia langsung melepaskan pelukan Meta dan menyuruhnya jaga jarak.

"Kok dilepas, sih?"

Mate mengambil botol minumnya. "Gue keringetan," jawabnya. Maru mendengar itu. Dia sedikit tertegun. Kesal. Kenapa Mate tidak berkata jujur saja jika Meta itu menganggunya? Haruskah berbohong begitu di depannya?

Perasaan kecewa kini merasuki hati dan pikirannya.

Sejak selesai tadi, Magis sudah lebih dulu menghampiri pacarnya. Tanpa izin, dia langsung meninggalkan Maru begitu saja.

"Oh, iyaaa. Mate nggak mau kalau Meta kena keringat Mate, ya?" tanya Meta sambil memandangi Mate yang sedang minum. "Hemm," Mate mulai membereskan barng-barangnya. Maru diam mematung di tempat. Dia hanya memandangi Mate dan Meta. Tubuhnya tak mau diajak berjalan. Perasaannya tak karuan. Bahkan, sekarang Maru ingin bertanya siapa sih pacarnya Mate? Dia atau bukan? Kalau iya, kenapa tidak diperhatikan sama sekali. Detik itu juga, Maru merasa terabaikan oleh Mate yang sibuk berdua dengan Meta. Matanya mulai memanas.

Meta menarik lengan Mate, "Mate ayo pulang!"

"Mate, anterin aku pulang." Maru berjalan mendekati Mate dan Meta. Keduanya saling memandang Maru. Dengan sigap, Meta langsung bergelayut di lengan kanan Mate. Dia menggeleng seketika. "Nggak, nggak boleh. Mate pulang bareng Meta. Madu udah bilang begitu," tolaknya dengan mempererat lengan tangan Mate.

Maru menatap keduanya datar. Dia memanyunkan bibirnya ke depan. "Itu nggak benar, kan? Kamu pulang bareng aku 'kan?" tanyanya memastikan. Berharap semoga Mate membelanya. Sebaliknya, Meta malah menatapnya tajam bak ingin menerkam. Meskipun begitu, Maru hanya biasa-biasa saja. Semarah-marahnya Meta tidak akan terlihat mengerikan. Malah terlihat kekanakan sesuai dengan kelakuannya. "Benar kok. Meta pulang bareng Mate. Keputusannya udah bulat. Udah nggak bisa diganggu gugat. Maru jangan protes, dong!" sahutnya kemudian sambil memicingkan mata.

"Mate," panggil Maru pelan.

"Sori," ucap Mate tegas tanpa rasa bersalah. Harus berapa lama lagi dia bertahan untuk diacuhkan seperti ini?

"Oh," Maru menunduk.

Kemudian, Mate pergi begitu saja tanpa mengatakan sesuatu kepadanya. Begitupun dengan Meta, dia langsung mengekori Mate dari belakang. Maru masih menunduk. Keadaan lapangan basket kali ini sudah mulai sepi. Hampir kosong. Semuanya sudah pulang. Sama halnya dengan Magis dan Mesky, keduanya menghilang.

Tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya dan mengulurkan tangannya kepada Maru. "Mau pulang bareng, nggak?" ajaknya. Maru pun mendongak. Melihat orang yang mengajaknya untuk pulang bersama.

Terkejut setengah mati dia. Yang ada di depannya sekarang adalah ... Megi.

"Gimana?" tanyanya kembali.

Maru yang terdiam langsung tersentak. "B-boleh," jawabnya grogi. Megi pun tersenyum senang. Mereka pun bergegas menuju ke parkiran. Perjalanan pulang Maru kali ini sungguh tak terduganya.

Tetapi, dia juga senang. Rasa kecewanya hilang seketika.

______

Terpopuler

Comments

Sept September

Sept September

5 like mendarat syantiekkkkkk

2020-09-13

0

Sept September

Sept September

like

2020-09-13

0

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 BAB 1 :: LEMBAR TERBARU
3 BAB 2 :: PANCING EMOSI
4 BAB 3 :: HUKUM TERPANGGIL
5 BAB 4 :: MELIRIK KENANGAN
6 BAB 5 :: KEMBALI BERTEMU
7 BAB 6 :: RINDU TERUSIK
8 BAB 7 :: BISIK CURIGA
9 BAB 8 :: DEKAT TAKDIR
10 BAB 9 :: TITIK PUSAT
11 BAB 10 :: BERHARAP KHAYAL
12 BAB 11 :: KENANGAN TERJEBAK
13 BAB 12 :: PESONA LAMPAU
14 BAB 13 :: FAKTA HITAM PUTIH
15 BAB 14 :: DERU MENGGEBU
16 BAB 15 :: SEKILAS AKAL
17 BAB 16 :: MANTAN BERTEMAN
18 BAB 17 :: MULUT PENGANCAM
19 BAB 18 :: GEJOLAK RASA
20 BAB 19 :: ALIR ALUR TAKDIR
21 BAB 20 :: ORIGAMI HATI
22 BAB 21 :: MENGIKIS LUKA
23 BAB 22 :: LUBANG DIRI
24 BAB 23 :: PENGHIBUR PILU
25 BAB 24 :: ULAH PERANTARA
26 BAB 25 :: TARIK NAFSU
27 BAB 26 :: TEMU KEPING
28 BAB 27 :: TIANG REDUP
29 BAB 28 :: PELUK PENUTUP
30 BAB 29 :: KISAH BERSERI
31 BAB 30 :: TIPUAN TRAUMA 1
32 BAB 30 :: TIPUAN TRAUMA 2
33 BAB 31 :: SEJALUR MUNAFIK
34 BAB 32 :: TIKUNGAN ARAH
35 BAB 33 :: SAYAP TERKEPAK
36 BAB 34 :: PANGKAS HAMPA
37 BAB 35 :: SAKSI TIRANI
38 BAB 36 :: GEMURUH BERDURI
39 BAB 37 :: TELUK BERINGKUK
40 BAB 38 :: BAYANG PETAKA
41 BAB 39 :: TIRAI LAYANG
42 BAB 40 :: SILANG BALIK
43 BAB 41 :: SERPIHAN BATU
44 BAB 42 :: ULASAN FIKSI
45 BAB 43 :: BINGKAI UKIR
46 BAB 44 :: PELUANG LARA
47 BAB 45 :: TUKAR RAGA
48 BAB 46 :: JIWA BERHARGA
49 BAB 47 :: RAHASIA KEPOMPONG
50 BAB 48 :: RELUNG SUARA
51 BAB 49 :: KUNCI AKSARA
52 EPILOG
Episodes

Updated 52 Episodes

1
PROLOG
2
BAB 1 :: LEMBAR TERBARU
3
BAB 2 :: PANCING EMOSI
4
BAB 3 :: HUKUM TERPANGGIL
5
BAB 4 :: MELIRIK KENANGAN
6
BAB 5 :: KEMBALI BERTEMU
7
BAB 6 :: RINDU TERUSIK
8
BAB 7 :: BISIK CURIGA
9
BAB 8 :: DEKAT TAKDIR
10
BAB 9 :: TITIK PUSAT
11
BAB 10 :: BERHARAP KHAYAL
12
BAB 11 :: KENANGAN TERJEBAK
13
BAB 12 :: PESONA LAMPAU
14
BAB 13 :: FAKTA HITAM PUTIH
15
BAB 14 :: DERU MENGGEBU
16
BAB 15 :: SEKILAS AKAL
17
BAB 16 :: MANTAN BERTEMAN
18
BAB 17 :: MULUT PENGANCAM
19
BAB 18 :: GEJOLAK RASA
20
BAB 19 :: ALIR ALUR TAKDIR
21
BAB 20 :: ORIGAMI HATI
22
BAB 21 :: MENGIKIS LUKA
23
BAB 22 :: LUBANG DIRI
24
BAB 23 :: PENGHIBUR PILU
25
BAB 24 :: ULAH PERANTARA
26
BAB 25 :: TARIK NAFSU
27
BAB 26 :: TEMU KEPING
28
BAB 27 :: TIANG REDUP
29
BAB 28 :: PELUK PENUTUP
30
BAB 29 :: KISAH BERSERI
31
BAB 30 :: TIPUAN TRAUMA 1
32
BAB 30 :: TIPUAN TRAUMA 2
33
BAB 31 :: SEJALUR MUNAFIK
34
BAB 32 :: TIKUNGAN ARAH
35
BAB 33 :: SAYAP TERKEPAK
36
BAB 34 :: PANGKAS HAMPA
37
BAB 35 :: SAKSI TIRANI
38
BAB 36 :: GEMURUH BERDURI
39
BAB 37 :: TELUK BERINGKUK
40
BAB 38 :: BAYANG PETAKA
41
BAB 39 :: TIRAI LAYANG
42
BAB 40 :: SILANG BALIK
43
BAB 41 :: SERPIHAN BATU
44
BAB 42 :: ULASAN FIKSI
45
BAB 43 :: BINGKAI UKIR
46
BAB 44 :: PELUANG LARA
47
BAB 45 :: TUKAR RAGA
48
BAB 46 :: JIWA BERHARGA
49
BAB 47 :: RAHASIA KEPOMPONG
50
BAB 48 :: RELUNG SUARA
51
BAB 49 :: KUNCI AKSARA
52
EPILOG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!