PDDM Bab 18

[BAB REVISI]

"Kak Daffa!" panggil Kania. Orang yang dipanggil menoleh. Begitupun yang lainnya, merasa penasaran dengan orang yang memanggil Daffa.

"Kenapa?" Tanya Daffa tak kalah lembut karena sedang drama di depan keluarga mereka.

Kania berjalan menghampirinya lebih dekat. "Besok sekolah?" Tanya Kania.

"Iyalah, emang kenapa?" Tanya Daffa balik.

"Mobil kita masih di rumah Bunda dan Ayah loh, besok gimana berangkat ke sekolahnya?" Tanya Kania kembali.

Daffa menepuk keningnya karena ia juga lupa akan hal itu. "Gimana dong?" Tanya Kania.

"Ayo kita balik ke rumah" ajak Daffa.

"Izin dulu."

"Iya." Balas Daffa seraya berdiri dari duduknya.

"Mas, Nia pergi dulu ya?" Kania berjalan mendekati sang kakak. Berpamitan kepada Revan, lalu setelahnya Iqbal dan Farrel yang lebih tua darinya. Revan 27 tahun, Iqbal 19 tahun dan Verrel 20 tahun saat itu.

"Iya."

Setelah itu Kania dan Daffa pergi menuju ruang keluarga yang dimana ada orang tua mereka.

"Ayah, Bunda." Panggil Daffa kepada Kirana dan Fahriz. Namun, karena kedua orang tua tersebut memakai panggilan yang sama, jadinya mereka berempat menoleh karena merasa dipanggil.

"Maaf, maksud Daffa, Ayah sama Bunda Daffa." Ucap Daffa mengoreksi ucapan nya. Meminta maaf karena sudah membuat mereka menoleh juga.

"Iya, gak papa."

"Mungkin, kita harus mengganti nama panggil kita Bun," tawar Fahriz kepada Kirana.

Sang istri menoleh ke arah suaminya. "Ya udah terserah mas aja" balas Kirana.

"Gimana kalau Mamah dan Papah?" Tanya Fahriz.

"Daffa, Nia mulai sekarang panggilnya Mamah dan Papah aja ya? Biar gak ribet." Sambung Fahriz ketika mendapat anggukan setuju dari sang istri.

"Iya Yah, eh maksudnya iya, Pah" ucap Daffa mengiyakan dan Kania mengangguk.

"Tadi kalian mau bicara apa?" Tanya Kirana yang baru ingat kalau anaknya ingin berbicara.

"Eh iya. Ayah, eh maksudnya Papah..." ucap Daffa terbata bata karena panggilan baru kepada kedua orang tuanya. Semua tertawa mendengarnya.

"Mobil Daffa sama Nia masih ada di rumah terus besok kita gak bisa sekolah kalau gak ada mobil," Daffa mulai bercerita. Memberitau alasan kedatangan nya.

"Oh iya," Fahriz menepuk keningnya.

"Ya udah, Papah telpon mang Ipul sama mang Dadang untuk antarin mobil kalian kesini." Sambungnya meraih ponsel miliknya. Ingin menghubungi kedua satpam di kediaman nya.

"Pah, mang Dadang kan gak bisa bawa mobil, juga mang Dadang sama mang Ipul gak punya SIM" ucap Kirana mengingatkan. Membuat Fahriz menghentikan gerakan tangan nya.

"Ya udah, Papah suruh Bian sama Dimas untuk bawa mobil kalian ke sini." Ucap Fahriz kembali, berniat menyuruh asisten pribadinya.

"Pah, gak usah. Kita bisa bawa mobil masing-masing. Kasian mereka lagi libur, jadi kita berdua aja yang ambil sendiri mobilnya." Tolak Kania memberika alasan.

"Iya Pah, kita cuma mau minta izin buat balik ke rumah sebentar untuk ambil mobil, habis itu balik lagi. Lagian, gak sopan kalau Daffa suruh Om Bian sama Om Dimas buat bawa mobil kita."

"Ya udah, kamu sama Nia hati hati. Ke sana naik apa?"

"Iya, Pah. Nanti pesen taksi."

"Oh, ya udah hati-hati di jalan." Fahriz mengingatkan.

"Iya Pah." Balas keduanya kompak.

Menghampiri orang tua mereka dan mencium punggung tangan nya satu-persatu. Barulah mereka pergi setelah selesai berpamitan.

"So sweet banget, jadi iri deh jalan bareng cewek cakep." Celetuk Ferrel saat Daffa dan Kania melewati ruang tamu untuk keluar rumah.

Tak ingin membuang tenaga untuk meladeni sepupunya, Daffa lebih memilih untuk terus berjalan. Kania sedikit menunduk dan mangatakan permisi ketika melewati ruang tamu.

Sampai di luar, keduanya berdiri di depan teras menunggu kedatangan taksi yang mereka pesan. Tak berselang lama datanglah mobil putih kecil yang pas di isi untuk empat orang saja, dua di depan dan dua lagi di belakang. Setelahnya Daffa mendapatkan pesan dari supir taksi tersebut.

'Mas, saya udah sampe di titik penjemputan, mas nya di mana sekarang?' Begitulah isi pesan dari supir taksi tersebut.

"Oke, saya ke sana."

Daffa memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jeans nya, berjalan menuju keluar rumah. Kania yang melihatnya segera mengikuti langkah sang suami.

"Udah dateng ya?" Tanya Kania menatap Daffa.

"Hmm..."

Pagar dibuka oleh Daffa dari dalam. Setelah terbuka pria itu langsung keluar dan diikuti oleh yang berjalan di belakangnya.

Sang supir menurunkan kaca jendela mobil yang ia kendarai."Mas Daffa Arian ya?" Tanyanya pada Daffa.

Daffa menundukkan kepalanya untuk membalas pertanyaan supir dan mengangguk. "Iya pak." Balasnya seraya tersenyum.

"Masuk mas!" Suruh sang supir pada Daffa.

Setelah itu Daffa membuka pintu depan dan diikuti Kania yang membuka pintu bagian belakang.

"Tunggu! Ngapain lo ikut masuk?" Ucapan Daffa langsung membuat gerakan tangan Kania terhenti.

"Mau masuklah. Pake tanya segala."

"Siapa yang suruh lo masuk? Gue pesen untuk gue sendiri!" Ucap Daffa kejam.

Kania bersedekap dada. Menatap sinis ke arah Daffa. "Rese benget sih lo!" Protes Kania kesal.

"Gue gak bakal pernah mau satu kendaraan sama lo!" Ujar Daffa membuat emosi Kania makin memuncak.

"Lo pikir gue mau satu kendaraan sama lo? Ya gak lah!!"

"Baguslah!"

"Heh! Anggep ini sebagai imbalan untuk gue dari lo karena udah ngingetin lo tentang besok!" Sambung Kania berucap sinis dan langsung memasukkan tubuhnya di dalam mobil taksi bagian belakang.

Daffa hanya menghela napas ketika ia kalah debat dengan Kania. Saat Daffa ingin masuk ke dalam mobil, tiba-tiba saja sang ibunda datang memanggilnya.

"Daffa tunggu!" Panggil Kirana, Daffa langsung mengurungkan sementara niatnya untuk masuk ke dalam mobil tersebut.

"Kenapa Mah?" Tanya Daffa yang masih belum terbiasa dengan panggilan tersebut.

" Mamah minta tolong sekalian mampir ke mall untuk beli bahan bahan masak. Di dapur belum ada persiapan makanan kalian. Uangnya nanti Mamah transfer dari e-banking. List belanjaanya juga nanti Mamah chat kamu biar gak lupa. Sama sekalian beli snack untuk tamu ya. Belinya yang banyak sekalian buat stok kalian!" Suruh Kirana panjang lebar

"Mamah kenapa nggak ngechat atau telpon aku aja? Kan kalau begini Mamah juga yang repot datengin aku," tanya Daffa heran.

"Gak papa, sekalian Mamah mau nganter kalian ke depan pager."

"Ya udah Mah, Daffa jalan ya?" pamit Daffa seraya mencium kembali tangan Mamahnya dan Kania yang berada dalam mobil kembali keluar untuk ikut menyalaminya.

Keduanya pun kembali masuk ke dalam mobil. Namun kali ini Daffa mengurungkan niatnya untuk duduk di bagian depan. Karena ada sang Ibu, Daffa ikut duduk di bagian belakang mobil taksi tersebut.

Mobil berjalan meninggalkan tempat awal mereka. Namun belum sampai pada tujuan, mobil taksi itu sudah berhenti membuat keduanya terheran-heran. "Kenapa Pak?" Tanya Daffa.

"Maaf Mas, Masnya pesen untuk satu orang penumpang, tapi yang naik dua orang jadi karena baru setengah perjalanan saya Berhenti. Harga itu pas buat dua orang." Balas sang supir yang tak terima jika ia dibayar dengan saldo yang kurang.

"Haduh…" keluh Daffa menepuk keningnya.

"Pak, Bapak jalan aja. Kalau soal tarifnya, tenang aja, saya bayar dua kali lipat karena yang naik dua orang." Ucap Daffa menjelaskan.

"Oh, gitu ya Mas? Ya udah saya jalanin lagi mobilnya."

Setelah itu mobil kembali berjalan menuju tujuan awal. Daffa mendengus kesal karena sang supir dan Kania mengulum bibirnya menahan tawanya karena ucapan sang supir taksi ada benarnya juga.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Diihh ku pikir Daffa bakal berubah dikit lebih baik setelah dihukum,,🙄🙄🙄

2023-02-01

0

Rapa Rasha

Rapa Rasha

duh gimana nanti Nia hidup 1 rumah Ama Daffa yg begitu, lanjut

2022-12-07

0

Sholeha Sholeh

Sholeha Sholeh

ih sebel ....jutek amt si Dava...Lok da yg naksir baru nyahok lo

2021-09-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!