PDDM Bab 16

[BAB REVISI]

Mendengar suara teriakan Kania yang sangat kencang, kedua mertuanya segera mendatangi asal suara tersebut. "Kenapa Nia?!!" Tanya mereka khawatir.

Si pemilik nama langsung berbalik badan ketika namanya disebutkan. Fahriz dan Kirana sudah berada di belakangnya, dengan wajah yang khawatir ketika mendengar suara teriakan Kania yang sangat begitu kencang hingga terdengar sampai lantai dasar.

"Eehh… Gak papa, Yah, Bun. T-tadi cuma kaget aja gara-gara Daffa." Balas Kania kikuk.

"Daffa?" Fahriz mengerutkan keningnya mendengar Kania menyebutkan nama sang putra.

"I-iya Yah."

Kania menatap takut ke arah ayah mertuanya. Ia takut salah bicara mengenai Daffa. Kirana pun menatap sang suami yang seperti ingin mengoreksi ucapan menantunya.

"Nanti kita bicara di ruang keluarga. Daffa juga ajak!" Ucapnya tegas membuat bulu-bulu halus Kania berdiri karena merinding.

Setelah mengatakan itu Fahriz langsung berlalu keluar dari dalam kamar Daffa. Tak lama diikuti oleh Kirana yang juga mengikuti langkah suaminya setelah memberikan senyum pada sang menantu.

Kania menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. "Apa aku salah ngomong ya?" Gumam Kania ketakutan.

Tak lama setelahnya Daffa keluar dengan memakai pakaian lengkapnya dan menatap Kania sebentar yang terlihat sangat tegang. Ia duduk tegak di atas sofa kamarnya membuat Daffa mengernyit bingung.

"Lo kenapa?"

Kania langsung menoleh ketika mendapati Daffa sudah berada di depan nya. "Gak papa." Balas Kania singkat.

Tak ingin terlihat sangat peduli pada Kania, pria itu langsung berjalan menuju keranjang pakaian kotor dan menaruh pakaian kotornya di dalam keranjang.

"Tadi Ayah, Bunda suruh kita ke ruang keluarga. Gue takut." Daffa langsung menoleh mendengar penuturan Kania.

"Takut?" Gadis itu mengangguk cepat membalas ucapan Daffa.

"Kenapa?"

"Gue takut salah ngomong. Kayaknya Ayah mau ngoreksi ucapan gue tadi." Balas Kania sekenanya.

Ucapan Kania mengandung tawa kencang dari pria itu. Kania langsung menatap tajam ke arah Daffa karena kesal ia ditertawakan. "Gak lucu!"

Tak lama Daffa menghentikan tawanya. "Oke. Sekarang lo ikut gue. Lo pasti gak tau kan di mana ruang keluarga?" Tanpa diminta, ternyata pria itu sudah mengajaknya menuju ruang keluarga membuat Kania mengangguk spontan karena ia tak tau letaknya.

Setelah mengatakan itu Daffa langsung meraih gagang pintu dan memutarnya. Keluar kamar membuat Kania berdiri dan langsung mengikuti langkah sang suami dari belakang. Menuruni satu persatu anak tangga menuju lantai dasar. Hingga sampailah mereka di dalam ruangan bernuansa putih dan abu-abu.

Tanpa disuruh keduanya langsung duduk bersebelahan, namun menyisakan sedikit jarak diantara keduanya tak ingin terlalu berdekatan.

"Kenapa, Yah?"

Fahriz berdehem ingin memulai berbicara. Menatap keduanya dengan serius. "Untuk Daffa," Fahriz menjeda sebentar kalimatnya. Daffa yang mendengar namanya disebut langsung duduk tegak. "Ayah harap hukuman yang Ayah berikan sudah cukup untuk kamu menyesal." Sambung Fahriz membuat Kania mengernyit bingung ada apa sebenarnya selama seminggu kemarin.

Daffa mengangguk. "Iya Yah. Daffa gak bakal mengulangi kesalahan yang sama." Ucapnya yakin.

"Bagus, itu yang Ayah harapkan." Baik Fahriz dan Kirana tersenyum puas. Perubahan sikap Daffa mampu membuat mereka sedikit lega. Namun kondisi fisik Daffa sedikit terlihat kurang baik karena seminggu lamanya ia menjalani hukuman, tak apa, itu tak sebanding dengan apa yang Kania rasakan saat itu.

Kania hanya diam, tak berani bertanya sebenarnya apa yang telah terjadi.

"Untuk Kania," Lagi-lagi suara tegas Fahriz mampu membuatnya merinding ketakutan. Ia langsung menatap lekat sang ayah mertua. "Ayah minta maaf…"

Mata Kania membulat karena terkejut. Begitupun dengan Daffa yang berada di sisi Kania. "Kenapa Yah? Ayah kan gak ngelakuin apa-apa ke Nia. Gak ada yang harus Nia maafin, Yah." Balas Kania cepat. Fahriz saja belum menyelesaikan ucapan nya, Kania sudah lebih dahulu membalasnya.

"Memang… Tapi Daffa melakukan kesalahan sama kamu,"

"Yah!" Daffa dan Kania berujar tak terima.

"Ayah minta maaf karena tidak bisa mendidik Daffa dengan baik. Ayah sudah membalas semua perlakuan Daffa pada kamu sebelumnya, Kania."

"Bunda juga minta maaf karena sikap Daffa, Nia. Tolong maafin kami, ya?" Sambung Kirana menatap lekat sang menantu.

"Yah, Bun, apa yang Daffa lakuin ke Nia itu gak ada sangkut pautnya sama kalian. Seharusnya Daffa yang minta maaf, bukan kalian." Sela Daffa tak terima atas apa yang kedua orang tuanya lakukan.

Kania mengangguk setuju dengan ucapan Daffa. "Iya Ayah, Bunda. Kalian gak salah di sini. Lagipula waktu itu juga emang Nia yang salah," Kania ikut berujar.

"Itu karena kami tidak mendidik Daffa menjadi lelaki baik-"

"Nggak Ayah!!" Potong Daffa cepat. "Daffa yang salah. Daffa yang harus minta maaf ke Kania, bukan kalian!" Ucap Daffa kembali menegaskan kedua orang tuanya.

Daffa beralih menatap Kania dengan lekat. "Nia… Maafin gue karena-"

"Tunggu!" Kirana memotong ucapan Daffa yang hendak meminta maaf, membuat sang anak menatapnya bingung.

"Ulangi kata-kata kamu! Bunda gak suka dengernya!" Protes sang bunda membuat Daffa mengernyit bingung.

"Oke." Balas pria itu seadanya.

"Kania… Tolong maafin gue-"

"Daffa!" Lagi-lagi ucapan nya dihentikan oleh sang bunda membuat pria itu kembali menoleh.

"Kenapa Bunda?"

"Bunda gak suka denger kamu ngomong lu-gue sama menantu Bunda! Ulangi kata-kata kamu!" Ternyata itulah letak kesalahan Daffa. Membuat pria itu pasrah.

Untuk kali ketiga, Daffa mencoba meminta maaf pada Kania. "Kania… Maafin a-aku. Sikap a-aku udah kelewatan banget sama ka-kamu. A-aku akan berusaha untuk gak mengulangi hal yang sama ke k-ka-kamu." Ucap Daffa terbata-bata pada bagian pengucapan 'aku dan kamu'. Itu karena ia tak terbiasa dengan pengucapan kata itu.

Tak ingin terlalu lama berada di posisi seperti ini, Kania langsung mengangguk cepat. "I-iya Daffa, gu-eh, Nia maafin kok." Balas Kania hampir kelepasan mengatakan 'gua'.

Kedua orang tua itu tersenyum bahagia. Setidaknya tak ada lagi pembullyan yang terjadi. Tak ada lagi kesalahpahaman di antara keduanya.

"Dan lagi… panggilan Kania untuk Daffa harus sedikit diubah, begitupun sebaliknya!" Kania kembali menoleh ke arah Kirana yang menyebutkan namanya.

"Kania harus manggil Daffa pake kata 'Kakak', dan Daffa harus manggil Kania 'Adek'." Ucap Kirana disertai senyuman nya.

"Hah?!!" Keduanya terkejut mendengar ucapan Kirana yang bagi keduanya tak mungkin dan sangat sulit dilaksanakan.

"B-Bunda, kenapa harus begitu?" Tanya Kania takut-takut.

"Karena kalian suami istri. Gak sopan kalau panggil nama!" Balas Kirana seadanya.

"H-harus, Nda?!" Sekarang Daffa yang berganti bertanya.

Kirana mengangguk cepat. "Harus! Gak ada yang boleh bantah! Iyakan, Mas?" Kirana beralih menatap sang suami, meminta persetujuan sang suami.

Sedangkan Fahriz terkekeh kecil sebelum menjawab. "Lakukan apa yang Bunda kalian minta." Balas Fahriz tertawa. Yang berarti pria itu setuju dengan usulan yang Kirana berikan padanya.

Tak lama Daffa dan Kania saling menatap. Memasang wajah tak suka satu sama lain dengan sebutan baru itu.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Mereka bukannya kakak adek kan,,jd panggilan yg kek gitu juga salah bunda..😅😅

2023-02-01

0

Rapa Rasha

Rapa Rasha

seru

2022-12-07

0

Shanti Maulana

Shanti Maulana

ceritanya Bagus.. semangat Thor 😍

2021-12-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!