PDDM Bab 9

[BAB REVISI]

Pagi harinya Kania terbangun lebih awal dari pada jam biasanya. Ia langsung turun ke lantai paling dasar untuk mencari salah satu maid yang bekerja di rumahnya. Gadis itu ingin meminta pertolongan salah satu dari mereka untuk membersihkan kamarnya. Saking lelahnya kemarin, ia sampai lupa membersihkan kekacauan yang telah ia perbuat. Itu juga karena Daffa yang seenaknya saja memasuki kamar miliknya.

"Maaf ya, Bi. Jadi ganggu waktu tidur Bibi, ya?" Kania mengaku salah hingga harus membangunkan salah satu maidnya. Tapi ia tidak bisa membersihkan kekacauan ini hanya seorang diri. Karena itu ia bangun lebih pagi supaya kedua orang tuanya tak mengetahui kejadian semalam. Ia bahkan tak tau Daffa tertidur di mana, yang jelas tak ada di dalam kamarnya.

Maid itu tersenyum dan mengangguk. "Gak papa, Dek," balasnya dengan santai dengan tangan yang bergerak lincah membersihkan pecahan kaca. "Tapi kenapa bisa kayak gini? Semalam ada apa sampe ada pecahan kaca begini?" Sambungnya penasaran karena seingatnya kemarin ia sudah membersihkan kamar gadis itu, dan sekarang kembali kotor karena kekacauan yang telah dibuat Kania sendiri.

"Nia kira ada serangga kemaren. Aku kaget terus reflek ngelempar semua barang yang ada di deket aku pas itu. Eh ternyata bukan apa-apa, Nia udah kaget banget kemaren. Ternyata cuma bayangan hitam dari lampu tidur." Ucapnya bercerita dengan sangat lancar, padahal ia sedang berbohong saat ini. Sedangkan maid yang mendengar itu terkekeh lucu karena kelakuan anak majikan nya.

"Untung sekarang hari minggu, Dek. Jadi Dek Nia juga bisa lebih santai beresin kamarnya." Balas sang maid menaggapi cerita Kania.

"Tapi harus tetep cepet, Bik. Nanti Ayah Bunda tau. Nia takut kena omel." Setelah mengatakan itu Kania kembali fokus pada barang yang sedang ia bersihkan. Sang maid mengangguk setuju. Menghentikan obrolan mereka dan fokus dengan kegiatan nya masing-masing.

___________

Keheningan di atas meja makan itu melanda. Hanya terdengar suara sendok serta garpu yang saling beradu. Kania menatap kedua orang tuanya bergantian. Ia merasa tak lengkap ketika tak ada obrolan pagi itu.

"Ayah, Bunda…" kedua orang tuanya menoleh ketika Kania memanggil mereka berdua.

"Nia kangen deh sama Mas Revan. Mas Revan gak pulang, ya?" Tanyanya seperti terdengar basa-basi. Gadis itu mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil yang sedang merajuk.

Husein dan Alfira saling bertatap sejenak kemudian menatap anaknya kembali. "Ayah sampe lupa hubungi Revan." Ucap Husein yang benar-benar tak ingat.

"Kok bisa sih, Yah? Kasian Mas Revan gak dikasih tau. Adek juga kangen sama Kak Dinda dan Rena…" Rajuknya lagi-lagi terlihat seperti anak kecil. Daffa yang berada di sana hanya terdiam mendengarkan. Ia tak mengetahui siapa itu Revan, Dinda ataupun Rena.

"Kita susul mereka, yuk!" Usulnya dengan semangat.

"Sekolah, Nia." Senyum Kania luntur mengingat ia masih sekolah. Padalah ia sudah sangat rindu dengan ketiga sosok itu.

"Itu ada suami kamu, masa dianggurin. Kamu bisa peluk dia dulu." Ucap Alfira gamblang, membuat pengantin baru itu menunduk malu.

"Ih Bunda…"

Husein dan Alfira kembali dibuat tertawa karena tingkah Kania. Mereka tetap saja menganggap gadis itu sebagai anak kecil yang harus mereka urus selalu.

"Oh iya, tadi pagi Ayah liat ada pecahan kaca di luar. Siapa yang pecahin kaca?" Tanya Husein membuat gerakan tangan Kania terhenti.

Daffa tersenyum licik karena ia telah membawa masuk kembali pecahan kaca itu dan menaruhnya di ujung teras. Tak membiarkan Kania bebas dari interogasi kedua orang tuanya.

"Emm… Itu… Kemaren-" Kania gugup saat ini. Mana mungkin ia berkata jujur mengatakan bahwa ia melemparkan cermin ke arah Daffa hingga membuat kaki pria itu terluka.

"Kania yang ngelempar kaca riasnya ke lantai." Daffa menyela ucapan Kania yang belum selesai. Membuat gadis itu menoleh dan melototi Daffa.

"Kenapa dek? Kamu gak papa kan?" Tanya Husein begitu khawatir. Alfira pun sama, ia langsung mendekati sang anak untuk mengecek bahwa putrinya baik-baik saja.

Senyum Kania mengembang sangat lebar. Ia lupa, orang tuanya sangat perhatian kepadanya, tak mungkin juga dirinya disalahkan. "Nia gak papa Ayah, Bunda," Kania membalas dengan sangat santai.

"Syukurlah…"

"Kemaren ada serangga, Nia kaget terus lempar kaca itu ke lantai. Ternyata bukan apa-apa." Sambungnya menceritakan hal yang sama seperti ia bercerita pada sang maid tadi pagi.

"Kamu ada-ada aja. Bunda takut kamu kenapa-napa, Nia!"

"Iya maaf Bunda…" Alfira kembali duduk di atas kursinya seperti semula.

Kania menoleh ke arah Daffa yang duduk di sebelahnya. "Lo gak bakal menang, Daffa!" Sentak Kania meremehkan pria itu. Suaranya berbisik ketika mengatakan hal itu sehingga kedua orang tuanya tak dapat mendengar apa yang baru saja ia katakan.

Daffa menggeram tertahan karena kalah dari gadis itu dan ia tak menyukai sebuah kekalahan. "Terserah." Balas Daffa terlihat seperti tidak peduli. Sedangkan Kania tersenyum puas karena berhasil membuat Daffa kesal.

__________

Hari berganti, senin pagi ini Daffa diminta untuk berangkat bersama dengan Kania. Namun dengan tegas gadis itu menolak saran dari kedua orang tuanya. Mau sampai kapanpun ia tak akan membiarkan Daffa berada di dalam mobilnya sebelum pria itu mengaku menyerah. Akhirnya pria yang menyandang status suaminya itu harus berangkat bersama sang supir dengan kendaraan lain milik ayahnya.

Selesai memarkirkan kendaraan nya di parkiran sekolah khusus siswa, Kania berjalan santai menuju kelasnya. Siapa sangka ia harus kembali bertemu dengan Daffa.

"Eh dianter supir, ya?" Kania pura-pura terkejut. Ia menutup mulutnya yang terkejut.

"Kenapa mobilnya? Rusak? Atau gak ada?" Sambung Kania kembali meledek pria itu. Seolah ialah yang saat ini sedang membully Daffa dengan kata-katanya.

Daffa hanya mamasang wajah datarnya namun tangan nya terkepal erat melihat kelakuan Kania yang sudah mulai berani padanya. "Ih kok minjem mobil orang sih… Udah miskin dong, hahaha" Kania benar-benar merasa sangat puas saat ini. Dan sepertinya takdir kembali berpihak padanya. Buktinya tak ada tanda-tanda kedatangan satupun penggemarnya saat ini.

"Udah ah, males lama-lama. Ntar dia ngadu ke penggemarnya lagi. Bye!" Setelah mengatakan itu Kania benar-benar pergi dari hadapan nya. Gadis yang tingginya hanya sebahu Daffa itu telah berani padanya. Sejauh ini tak ada yang pernah berlaku seperti itu padanya.

"Gue bakal buat lo nyesel gara-gara udah berani ngomong kayak gitu di depan gue, Kania Fellyta!" Ucapnya bersumpah. Sungguh ia tak rela. Ia merasa harga dirinya baru saja diinjak-injak oleh gadis tak tau diri itu.

Terpopuler

Comments

Rapa Rasha

Rapa Rasha

apa mereka bisa bersatu kak

2022-12-07

0

Nia Ajch

Nia Ajch

ya begitulah karakternya jdi gaje, ni mau jdi cengeng apa bar bar sih karakternya, gadis berhijab ko bhsa nya kasar

2021-10-30

0

Ayu Hps

Ayu Hps

kania knp dibuat berkata2b kasar dgb suami? pdhal ada byk bagian dia cengeng gampang nangis g berani apa2 jk dibully

2021-09-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!