Chapter 3

DINDA POV

"Sudah Kak, empt Om, eh..." aku membekap mulutku bingung harus memanggilnya apa.

Dia tertawa ringan membuatku terperangah kembali dengan senyumannya. "Jangan panggil aku August. Itu hanya panggilan sayang Ayahku terhadapku. Kau bisa memanggilku, Adinda atau Dinda pun tidak apa," ungkapku padanya yang sudah duduk di depan ruang TV. Apa laki-laki ini sesantai ini dan tidak memiliki pekerjaan?

Aku terus berdiri memperhatikannya yang sedang menggonta ganti channel TV. Sedetik kemudian dia melirik ke arahku dan menepuk bangku di sebelahnya. "Duduklah, kenapa kau diam saja di situ. Ayahmu tidak menyuruhmu menjadi patung di rumahku," ungkapnya dengan sangat ramah sekali. Tidak ada

kata-kata seperti menohok atau apapun itu.

Aku pun berjalan pelan ke arah sofa yang didudukinya. Sejenak dia mendekat ke arahku yang sudah mengambil

posisi di sampingnya. Entah kenapa bulu romaku naik seketika. "Panggil aku Ayah. Ayah Daniel," ungkapnya mengusap rambutku pelan membuat degup jantungku tak keruan.

Jadi, benar ini adalah Daniel yang Ayah katakan padaku. Kenapa ada orangtua setampan dan semuda ini.

Aku tidak percaya kalau dia ini sudah berkepala tiga.

"Apa kau sedang memikirkan sesuatu, anakku?" Apa? dia memanggilku anaknya. Tidak bisakah

dia berhenti ber-acting. Dia tidak pantas menjadi Ayahku. Dia pantasnya menjadi pacarku, upsss.

"Ti..tidak..Ayah, emm maksudku Om Daniel."

"Baiklah jangan panggil aku Ayah karena aku pun tidak punya anak. Panggil aku Daniel saja," ungkapnya dan kali ini benar-benar membuatku terperangah. Tidak memiliki anak dalam rumah semegah ini. Apa dia tidak sedang bercanda? Itu berarti dia perjaka tua. Serem sekali!. Aww atau jangan-jangan dia gay. Suka dengan sesama jenis dan bagaimana dengan pelayan? Apa di rumah ini tidak ada pelayan?

"Kau terlihat lelah sekali. Istirahatlah," dia mengusap rambutku layaknya aku ini anaknya. Dia benar-benar sangat lembut membuatku merasa nyaman sekali di dekatnya

"Iya aku lelah. Di mana kamarku? Apa aku bisa istirahat sekarang?" tanyaku padanya. Dia pun menggenggam tanganku dengan sangat erat. Menunjukkan arah kamar yang mungkin sewaktu-waktu bisa aku lupakan karena rumahnya yang mewah ini memiliki labirin yang memusingkan kepalaku.

"Ini," ungkapnya berdiam diri di depan kamar yang waaawww... dia membukanya dan aku terpukau

untuk kesekian kalinya. Ini sangat mewah, sangat, sangat, sangat mewah.

“Kau mau tidur di sini atau di kamarku. Kamarku juga mempunyai sekat. Terkadang tamuku tidak mau tidur di

sini karena mereka rasa kebesaran," ungkapnya dan aku tidak mungkin tidur di kamarnnya. Aku pasti tidak bisa bernafas setiap kali keluar masuk ke dalam kamar. Pasti!

"Di sini saja. Aku suka kamar ini,” ungkapku berbohong padahal aku juga tidak berpikir bisa tidur

di kamar sebesar ini dan tidak ada barang apapun di dalamnya selain beberapa hiasan rumah-rumah minimalis pada umumnya, seperti patung-patung kecil yang terlihat agak antik dan barang kaca yang siap kapan saja jatuh jika aku tidak berhati-hati.

"Baiklah, kau bisa istirahat. Aku akan membangunkanmu untuk makan malam," ungkapnya

mendaratkan ciumannya di keningku seperti yang Ayah lakukan jika aku akan istirahat malam, tapi berbeda dengan Ayah. Saat Ayah mencium keningku, aku akan selalu merasa senang sementara dengannya kenapa hatiku malah berlebihan menerimanya.

Ini sulit dimengerti! Apa dia sedang mencoba menarik perhatian anak temannya dan kenapa degupan jantungku tak bisa berhenti meski dia sudah menghilang dibalik tiang-tiang rumah ini. Tidak mungkin aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya.

........................................

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***