Gue teringat Nila. Gue belum simpan nomor hand phone-nya. Segera gue mencari secarik kertas yang tertuliskan data diri Nila.
Setelah gue simpan, terus gue kirim pesan singkat yang memberitahukan kalau nomor hand phone dia sudah tersimpan di daftar hp gue.
‘Kak Nila, ini nomor Gue. Dareen.’ Kirim WA ke nomor Nila.
‘Oke! Aku simpan, jangan panggil Kakak deh. Nila aja,’ balas WA dari Nila.
Hmm ... Mulaikan, pengen PDKT kek nya.
‘Oke!’ balas gue singkat.
Setelah gue nunggu di showroom, akhirnya bang Andi datang juga.
“Pagi bener Lu udah nyampe di mari?” sapa bang Andi.
Gue melempar senyum sambil memegang hp di tangan. Kami pun masuk ke bengkel showroom. Sapai jam sebelasan belum juga ada yang datang.
Akhirnya, gue memutuskan buka buku pelajaran di kampus yang gue bawa. Gue duduk di lantai dan menaruh buku di atas ban yang ditutup dengan kayu seperti meja bundar. Biasanya bang Andi suka menaruh kopi di situ.
“Dareen, customer!" bang Andi memberi kode.
Segera gue tutup buku dan mendekati bang Andi.
“Mbak Nila, yang kemarin mobilnya masih rusak?” tanya bang Andi.
“Bukan, Bang. Saya ke sini cuma mau ganti oli mobil saja,” ucap Nila.
“Dareen, Lu gantiin gih! Gue mau ke toilet dulu.”
“Oke!”
Nila yang tadi duduk di kursi tiba-tiba menghampiri gue.
“Dareen! ini, Aku bawa makan siang buat Kamu.” Satu bungkus nasi kotak Nila kasih buat gue.
Gue tersenyum, “Thank’s, ya!”
Nila pun tersenyum.
“Dareen,” ucap Nila memanggil.
“Hem.”
“Kamu udah punya pacar belum?” Nila bertanya sembari mendekatkan tubuhnya pada gue.
“Belum,” Jawab gue sambil masih fokus kepada oli mobil yang mau diganti.
“Nanti malam, Kita jalan yuk?” Ajak Nila.
“Belum tahu, Nil!” jawab ku gantung.
“Kenapa?”
“Enggak apa-apa. Nanti deh, Gue WA ya! bisa atau enggaknya." Gue gelagapan karena terus dipepet Nila.
“Ya udah, Aku tunggu kabarnya nanti, semoga bisa ya? Aku berharap banget.”
Hati gue mulai tidak karuan. Ada debar di dada. Ada rasa yang entah seperti apa. Antara rasa senang dan takut telah menghantui.
“Udah beres Dareen?” Suara bang Andi mengagetkan kami.
“Iya, udah. Tinggal dikit lagi kok, Bang. Nanti di cek lagi sama Bang Andi, ya?”
“Oke!"
Nila kembali duduk di kursi yang memang disediakan untuk customer yang sedang menunggu mobilnya diservis.
“Udah, Bang!” kata gue.
Bang Andi mengecek pekerjaan gue.
“Udah Oke kok! Udah beres Dareen."
Akhirnya, Nila bergegas kembali ke kantornya. Ia melempar senyum pada gue.
“Ihiyyy ... kek nya ada yang sebentar lagi jadian.” Ledek bang Andi.
“Apaan sih, Bang! enggak jelas banget.” Gue mulai gelagapan.
“Tuh, ada nasi kotak. Pasti pemberian calon Pacarnya, tuh!” Bang Andi menggoda terus.
“Ayok, makan berdua Bang!” Ajakku.
“Najis! Entar kalau ada orang yang lewat nyangkanya Kita homoan lagi. Gak mau!”
“Ya, terus gimana? Nasinya cuma ada satu doang.”
“Lu makan sendiri deh. Gue juga udah bawa makanan sendiri kok,” ujar bang Andi.
Akhirnya, gue buka nasi kotak yang dibawa Nila. Wangi parfumnya masih tercium di kardus kotak nasi, mungkin karena tadi tangannya menyentuh dus dari tempat pembungkus nasi, hingga masih tercium aroma tubuh Nila.
Gue jadi teringat ajakannya untuk makan malam bersama. Apa gue iya'in aja kalik ya? Toh malam inikan enggak ada jam kampus juga. Akhirnya, gue memberanikan diri mengirim pesan ke Nila.
‘Nila, Gue bisa jalan sama Lu. Kita janjian di mana?’ tanya gue lewat WA.
‘Di restoran rembulan aja. Nanti gue share loc, ya?’ balasnya.
‘Oke!'
Setelah semuanya beres. Showroom pun tutup karena waktu menunjukan jam tiga sore. Gue bergegas mandi, mumpung bang Andi masih ada di bengkel.
“Bang, tungguin bentar ya? Gue mau mandi dulu,” pinta gue.
“Hem,” Bang Andi masih terpaku melihat layar gawainya.
.
“Udah beres Lu?”
“Udah bang, thank’s ya, udah mau nungguin,” ucap gue.
“Iya, enggak masalah. Emang, Lu mau kemana sih?” tanya bang Andi.
“Bang Andi kepo!” Gue berlalu pergi.
Gue memacu R25 menuju lokasi yang sudah di share oleh Nila. Ternyata dia sudah memesan meja. Namun tata letaknya yang jauh dari keramaian.
Tempatnya di pojokan dengan bias lampu yang minim penerangan.
“Daren!” Nila melambaikan tangan.
Gue menghampiri. Alangkah kagetnya gue ketika melihat Nila memakai mini dress berlengan pendek yang memperlihatkan idah lekukan-lekukan tubuhnya.
Wangi cherry blossom yang semerbak menusuk hidung membuat hati menjadi tenang.
Nila tampil cantik dengan tatanan rambut panjang yang di curly, dengan disematkan jepit rambut kecil menambah kesan cantik pada rambutnya.
Wajahnya yang dipoles make up natural dengan sentuhan blus on berwarna pink muda menambah kesan segar pada wajahnya.
“Silakan duduk.” Nila menyambut.
“Thank’s,” ucap gue.
“Mau makan dan minum apa?” Nila menawarkan.
“Ngikut aja,” jawab gue.
Makanan dan minum telah dipesan, sambil menunggu datang. Tak hentinya mata Nila selalu memandang gue. Membuat gue menjadi kikuk apa bila mata kami telah bertemu.
Jujur, gue belum pernah menjalin hubungan dengan cewek yang lebih tua. Mungkin hal itu yang membuat gue kikuk apa bila saling bertatap pandang dengan Nila.
Belum puas Nila menatap gue. Ia menghampiri gue dan mendekatkan tubuhnya ke gue. Darah gue mengalir deras ketika mencium aroma tubuhnya yang kian mendekat. Dadanya hampir menyentuh pundak gue yang sedang duduk di kursi.
Segera Gue bangkit dari kursi dengan alasan mau ke toilet.
Gue rasa, ada yang enggak beres! ucap gue dalam hati.
Pikiran gue mulai kacau setelah disuguhkan pemandangan indah di depan mata gue. Akhirnya, gue memutuskan untuk pulang, dari pada semakin jauh terperosok ke dalam kemaksiatan.
“Maaf Nila, barusan Gue ditelpon Abang, suruh balik.”
“Loh! ada apa?”
“Entah. Tapi Gue mesti balik. Bye!"
Gue meninggalkan tanpa menatap lagi Nila. Di perjalanan pulang terdengar suruan adzan isya. Cepat-cepat gue memarkir motor untuk sholat berjama’ah.
Ya Allah, terima kasih karen Engkau masih melindungiku hingga detik ini. Gue mengucap syukur dalam hati. Hampir saja terjembak di kumbangan dosa bersama Nila.
“Dareen, udah pulang?” tanya Mama.
Gue tersenyum.
“Sana mandi gih, nanti lanjut makan.” Perintah mama seperti biasa.
“Iya, Mam.” Gue langsung masuk.
Entah kenapa, gue terpikir Nila. Membayangkan tubuhnya. Namun, dengan cepat gue menampik bayangan halu itu.
Gue pergi mandi dengan berharap semua pikiran kotor ikut larut bersana air.
.
Drett ... Dreett ....
Gawai gue bergetar, langsung gue baca isi pesan WA.
'Dareen, kenapa Kamu pulang cepat? Padahal, makan aja belum.' WA dari Nila.
Sengaja gue enggak balas.
“Dareen, Kamu marah?” Nila mengirim lagi pesan.
Pesan dikirim berulang-ulang sampai gue tertidur.
Adzan subuh telah berkumandang, gue terbangun untuk mandi dan bergegas ke mesjid untuk sholat berjama’ah.
Sepulang dari mesjid, gue membuka layar gawai yang terdapat notif. Banyak sekali pesan dan panggilan masuk atas nama Nila.
‘Maaf Nila, semalam gue udah tidur. Gue enggak marah sama lu kok.” Balasan gue.
***
“Udah nongkrong aja Lu di mari?” ucap bang Andi.
“Iya, Bang.” Gue masih terpaku ke layar gawai yang gue mainkan.
“Kenapa, muka Lu kusut amat hari ini?” Bang Andi bertanya.
“Enggak apa-apa, Bang!” Gue berusaha menyembunyikan.
“Heleh! Bicara aja sih, sama gue Dareen. Rahasia dijamin aman!”
“Enggak ada apa-apa, Bang.” Gue bersikukuh.
Seperti biasa, kita kerja untuk menyervis mobil. Sebelum datang customer, ya kita hanya menunggu sambil ngobrol. Buku pun tak gue buka sama sekali.
“Dareen. Bicaralah. Enggak usah juga Lu pendem sendiri. Anggap aja gue sahabat, sekaligus Abang Lu, yang mungkin nanti bisa menasehati jikalau Engkau salah,” ucap bang Andi.
Gue terdiam.
“Dareen!” ucapan bang Andi memecahkan lamunan gue.
“Sebenarnya .... ” kata gue terpotong.
“Apa? ceritalah.” Ujar bang Andi.
“Abang, ingat sama Nila?” tanya gue.
“Iya. Mana mungkin Abang lupa sama gadis yang berbadan seksi!” Jawab bang Andi semangat.
“Gue, sebenernya ketemuan di resto.”
“Terus?” Bang Andi menyambung.
“Dia kok rada genit ya ke Gue, ya?”
“Genit, gimana maksud Lu?”
“Ya Allah Bang, Dia memakai baju yang seksi. Padahal, cuma buat makan aja.”
“Lah! mungkin Dia suka sama Lu, Dareen," ucap bang Andi.
“Tapi, gayanya itu membuat Gue khilaf.”
“Hah! Lu melakukan itu sama Dia?”
“Melakukan apa?” tanya gue.
“Hal yang mestinya enggak dilakukan,” jawab bang Andi.
“Iya. Gue pergi meninggalkannya.”
“Wah ... Lu parah! Gimana kalau Dia hamil?”
“What? Emang Gue ngapain Dia, Bang?” tanya gue.
“Katanya, Lu khilaf lalu meninggalkannya?”
Gue garuk-garuk kepala sepertinya ada yang salah mengartikan.
“Gue enggak ngelakuin apa-apa sama Dia!”
“Terus?” tanya bang Andi.
“Gue pergi meninggalkannya, karena Gue takut terjadi hal yang jelas dalam agama aja tidak diperbolehkan!” Jawabku panjang lebar.
“Oh ... Gue kira, Lu telah berbuat kekhilafan terhadapnya?” Mata bang Andi mendelik.
“Gelo! (gila!) Aink masih punya iman, Bang!"
Bang Andi senyum-senyum, karena sudah salah sangka sama gue.
“Masalahnya, Lu itu punya tampang, Dareen. Jadi, Gue pikir Lu itu memanfaatkan kegantengan Lu buat menaklukan cewek.”
“Hadeh, Bang! Ya enggaklah. Gue anak baik!” Sambil terkekeh.
“Oh iya, ya. Lu kan pekerja keras, tidak merokok, rajin menabung,” ucap bang Andi meledek.
“Lah ... itu tahu. Baru nyadar, Bang? Kemane aje?” Gue terkekeh lagi.
Karena kesalahpahaman akhirnya kita berdua tertawa bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
dapet brondong nih🤣🤣
2023-04-24
1
Qaisaa Nazarudin
Katanya Nila ini seumuran dgn Ariel iya,berarti tua Nila iya sama Darren..😅😅
2023-04-24
1
🌟æ⃝᷍𝖒ᵐᵉN^W^NH^Ti᭄💫
cwo aja takut ya klo dikejar kejar cwe😬.apalagi sebaliknya😇😇
2021-08-24
1