Part. 4 (Nila)

Setelah gue urus kepindahan ke kelas karyawan. Akhirnya gue masuk kerja tanpa sepengetahuan anggota keluarga.

“Dareen, kenapa Lu mau kerja di mari?” tanya bang Andi.

“Buat membiayai uang kuliah, Bang.”

“Kenapa? Lu sebatang kara?”

“Enggak, Bokap Gue udah nyerah biayain kuliah Gue, Bang.”

“Pekerja keras juga ya, Lu! Gue bangga.” Sambil nepokin pundak gue.

“Tapi maaf ya Bang, Gue masih banyak banget belajar dari Abang. Jujur aja, ini kali pertama Gue servis mobil,” kata gue.

“Iya, nyantai aja sih!” jawab bang Andi.

Ternyata bang Andi orang yang baik. Walau waktu awal gue sangka ini orang galak kek bokap gue. Tapi gue salah.

“Ayok Dareen. Itu ada mobil yang mesti diservis.” Ajak bang Andi.

Gue mengekor dari belakang. Bang Andi pun menanyakan kepada customer keluhannya apa dan bla ... bla ... bla ... Gue dengerin dan mulai melihat bagaimana ia bekerja.

“Bang Andi, ada yang bening nih, Montirnya?” ucap si customer.

“Ho’oh, barang baru. Bening ya, Tan?” jawab bang Andi.

“Ih ... jangan Tante dong Bang Andi. Panggil Kakak aja deh.” Tante mulai ganjen.

“Oke Kakak,” jawab bang Andi.

Sementara gue cuma mendengarkan kicauan mereka berdua. Lebih fokus melihat cara bang Andi servis mobil.

“Namanya siapa, ganteng?” tanya Tante ganjen.

“Dareen, Tan,” jawab gue singkat.

“Jangan Tantelah, kan tadi udah dibahas, panggil Kakak aja ya, ganteng?” suaranya mulai genit.

Gue tersenyum masam. “Iya Tan, eh Kakak,” jawab gue keceplosan.

“Gitu dong. Bang Andi, udah beres belum? Kakak ada acara penting nih,” ucapnya manja.

“Bentar lagi Kak.”

“Oke! Kakak tungguin deh, yang penting mobil lancar.”

Kami berdua sibuk memperbaiki mobil. Namun, tak disadari si tante itu ngeliatin terus. Jujur, gue jadi enggak nyaman. Bukan karena ge’er tapi lebih ke risih di lihatin terus tante-tante yang mungkin usianya enggak jauh dari nyokap gue.

“Nih Kak, udah selesai,” ucap bang Andi.

“Oke! nih uang tips buat kalian ya.” Sambil mengeluarkan uang 100 ribu dua lembar.

“Wih! banyak banget Kak!” kata bang Andi.

“Udah, enggak apa-apa. Dibagi dua aja, ya. Yang adil!” Pesan si customer.

“Oke!” bang Andi mengakhiri.

“Dareen, ni buat Lu.” Bang andi ngasih 100 ribu.

“Loh, buat apa bang?” tanya gue bingung.

“Ini halal kok Dareen, kan tadi di kasih tips dari customer.”

“Enggak bakal ada masalah dari Bos kan?” tanya gue meyakinkan.

“Ya enggaklah. Ini merupakan bonus langsung dari customer, beda lagi dengan gaji nanti.”

“Oh. Ya udah thank’s ya, Bang.”

Bang Andi tersenyum.

Walau gue kerja, tapi gue selalu bawa buku catatan. Lumayan di sela waktu gue bisa tetep baca buku. Bang Andi pun tidak mempermasalahkan. Jadi gue enjoy.

“Dareen. Ada lagi tuh customer.” Bang Andi langsung berdiri menyambut mobil yang mau di perbaiki.

Gue mengekor dari belakang.

“Bang Andi .... ” Omongnya terpotong malah terfokus ke gue.

“Apa yang rusak, Mba?” tanya bang Andi.

“Hati Aku, Bang!” sembari melempar senyum pada gue.

“Hah?” bang Andi merespon.

“Maksud Aku, ada yang rusak. Entah apanya. Bang Andi cek aja sendiri.”

“Owalah, gagal fokus ya, Mba?” Bang Andi meledek.

Wanita itu tersenyum manja.

Sepertinya usia customer ini seumuran sama bang Aril. Dia terus memandangiku. Cantik memang, anggun dan feminim.

Dia menghampiriku.

“Nama Kamu siapa?”

Gue melihat sorot matanya yang begitu tajam.

“Dareen.” Kita berjabat tangan.

“Nila,” ia menyebutkan namanya.

“Permisi Kak Nila, Gue mau lanjut servis. Gue masih belajar soalnya.”

“Oh iya, silakan.”

Mata Nila selalu melihat gue. Ada rasa gugup karena dia memang wanita yang cantik. Rambutnya terurai panjang, memakai kemeja dan rok mini pendek super ketat. Mungkin dia seorang sekretaris. Kakinya putih mulus memakai high heel.

Siapa yang memandang pasti akan tergoda. Terlebih melihat dadanya yang diatas rata-rata. Pasti semua cowok terpesona dengan kemolekan tubuhnya dan kecantikan dari wajahnya.

Ketika ia berjalan, wangi floral khas cherry blossom yang lembut tercium oleh hidung. Membuat siapa pun yang berdekatan dengannya pasti tenang mencium aroma parfum yang ia kenakan. Nila terus menatap gue lekat.

“Dareen, ini nomor hp Aku. Kamu save, ya? Nanti hubungi Aku.” Nila terpesona. Hingga lupa kalau dia yang kasih duluan nomor hp.

Gue mengambil kertas kecil itu dan menganggukkan kepala.

“Ya udah, Aku tunggu ya?” Nila lantas pergi.

Gue tersenyum. Ada rasa senang, namun rasa takut lebih mendominasi.

“Cie ... ada yang dapat nomor hp.” Bang Andi mulai meledek gue.

“Jiah! apaan sih, Bang?” wajah gue mulai memerah.

“Tuh kan, mukanya mulai merah,” ucap bang Andi.

“Kagak Bang! napa? Abang mau?” Gue coba sok cuek, dalam hati gue gak rela.

“Sini! Gue mau.” Tantang Bang Andi.

“Ah Abang, janganlah nanti Dia marah kalau Abang sampai tahu,” jawab gue ngawur.

“Hahaha ....” Tawa bang Andi pecah melihat gue yang mulai salah tingkah.

“Tapi, menurut Abang mending customer yang tadi, dia kasih uang tips masing-masing 100 ribu. Pan cepet kaya Kita kalau customer-nya kek gitu semua,” ucap bang Andi ngeledek.

“Idih! Gue malah takut Bang. Dia udah seumuran nyokap Gue.”

“Hahaha .... ” Bang Andi tertawa geli mendengar jawaban gue barusan.

Gue sama bang Andi ngobrol banyak, termasuk status dia saat ini yang menjadi duda karena istrinya meninggal. Bang Andi duda belum punya anak. Tuh siapa yang mau daftar sama bang Andi? Hehe

Bang Andi sudah menduda kurang lebih satu tahun.

“Kenapa Lu gak nikah lagi, Bang?” tanya gue.

“Belum ada jodohnya,” jawab Bang Andi.

“Heleh! mungkin Bang Andi terlalu pemilih, pengen yang perfect. Jadi susah nikah lagi,” jawabku ngasal.

“Sembarangan! Gue masih cinta sama alm.isrti Gue. Belum ada yang bisa gantiin posisi Dia dihati Gue saat ini.” Bang Andi menundukan kepalanya.

“Udah-udah Bang, malah jadi melow gini. Maafin Gue ya Bang, kalau salah?”

“Enggak kok. Gue cuma ingat kenangan-kenangan indah bersama Dia.”

Gue menepuk pelan pundaknya.

Jam kerja gue udah habis, kini saatnya meluncur ke kampus.

Gue pergi mandi dulu karena di showroom memang terdapat kamar mandi untuk karyawan yang mau bersih-bersih. Sengaja gue bawa baju ganti dari rumah biar fres nyampe kampus.

Gue cabut dari bengkel showroom melesat menuju kampus. Masih ada waktu sekitar 45 menit, jadi gue enggak terlalu panik.

Sial! kejebak lampu merah, lama lagi detikannya. Gue menggerutu kecil.

“Hai ... Oppa!” Suara cewek dalam mobil.

Gue menoleh melihat kaca jendela mobil yang muali terbuka.

“Keyra!” ucap gue.

“Kamu mau kemana Oppa sore-sore gini?” tanyanya kepo.

“Gue mau ....” hampir aja keceplosan.

“Mau ke mana? pacaran ya? Jangan dong, nanti Aku sakit hati, Oppa!” Gombalannya mulai beraksi.

“Bukan, Gue mau main ke rumah Ferdy.”

Untung lampu merah sudah terganti oleh warna hijau.

“Gue duluan ya, Key. Bye!” Gue melesat meninggalkan mobil keyra.

Sumpah! ternyata capek kerja lanjut kuliah. Tapi harus gimana lagi, gue ingin buktiin ke orang tua terutana papa kalau gue bisa berdiri sendiri di kaki gue tanpa bantuan bokap.

Walau uang kuliah tetap mengalir, gue tabung uangnya buat buka usaha kelak ketika lulus kuliah. Sembari mencuri ilmu dari bang Andi.

“Allhamdulillah ya Allah. Akhirnya kelar juga semuanya,” ucapku seraya berdiri dari tempat duduk.

.

“Assalamu’allaikum.” Gue buka pintu.

“Wa’allaikum salam.” Bokap sudah melipat kedua tangan di dadanya.

“Dari mana kamu?” tanya papa.

“Ada tugas Pa!”

“Nyampe jam segini?”

Gue merunduk. Tak menjawab apa-apa. Karena dengan alasan apapun pasti papa enggak akan percaya.

“Pa, udahlah jangan terlalu keras sama Dareen!” Bela si mama.

“Dareen, kamu mandi ya terus makan.”

Tak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut gue. Wajar memang kalau papa marah, tapi seumpama papa tahu yang sebenarnya mungkin akan berbalik menjadi bangga.

Apa yang mau dibanggain dari gue saat ini? mungkin tak ada hal yang membanggakan buat papa.

Bergegas gue mandi terus menuju ke meja makan karena memang perut sudah sangat lapar. Terdengar suara papa dan mama masih berdebat karena gue. Gue ambil makan banyak, langsung masuk kamar plus pasang earphone di telinga dengan harapan tak mau tahu tentang perdebatan yang terjadi.

Bukan karena gue ingin kedua orang tua bertengkar. Sumpah hari ini badan terasa lelah di sertai rasa lapar yang mendera memilih untuk menenangkan diri di kamar.

Gue lanjut tidur karena mesti bangun pagi. Selepas sholat subuh, gue harus bergegas mempersiapkan segala kebutuhan di bengkel showroom dan kebutuhan kuliah.

Langsung gue ambil dua lembar roti tawar yang gue olesi dengan selai coklat. Tak lupa gue bungkus juga untuk makan di bengel.

“Ma, Dareen berangkat ya?” teriakku pamit.

“Ya, hati-hati, Nak!” Jawab mama yang terdengar dari dapur.

“Si Dareen kemana Ma?” tanya Papa.

“Udah berangkat barusan,” jawab mama.

“Tumben, jam segini udah ngeloyor pergi?”

“Papa tuh aneh, anak berangkat pagi di curigain. Anak bangunnya siang, dimarahin. Papa tuh kenapa?” tanya Mama.

“Ya ... tumben aja Ma, bisa bangun pagi.”

“Mungkin bosen dengan omelan Papa!" ucap si mama sambil ngeloyor ke dapur.

Terpopuler

Comments

🌟æ⃝᷍𝖒ᵐᵉN^W^NH^Ti᭄💫

🌟æ⃝᷍𝖒ᵐᵉN^W^NH^Ti᭄💫

coba Darren pke baju APD klo di showroom 😳😳,biar gantengnya ga abs diliatin org🤣🤣🤣

2021-08-24

1

M.Javas Nararya

M.Javas Nararya

mama ia the best👍😂😂😂

2021-04-24

1

💕icha mUngiL IcPutsta💕 😘

💕icha mUngiL IcPutsta💕 😘

Jadi DaRreN ITU Serba SaLah DiMata PapahNya

2020-10-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!