PERKENALAN.
Pukul 09.45. Suasana ruang rapat mulai terasa hening. Tim penyelidik yang dibentuk satu-persatu mulai beranjak meninggalkan kursinya. Dua kasus yang berbeda dijadikan satu. Itu adalah saran yang kusampaikan pada pimpinan. Dan mereka menyetujuinya.
Dua hari yang lalu, sebenarnya aku diminta untuk menangani kasus bunuh diri asisten pribadi Amelia, aku menolaknya. Bukan karena kasusnya terlalu mudah. Tapi, karena kemarin baru saja aku menyelesaikan kasus pencurian di sebuah desa. Jadi, aku meminta komandan menyerahkan kasus asisten tersebut kepada Hana. Seperti biasa, Hana mengajak Riko dan Surya dalam penyelidikan kasus tersebut. Dan sampai hari ini penyelidikan itu masih separuh jalan. Oleh sebab itulah aku menyarankan kasus ini dibawah pimpinan yang sama. Selain itu instingku juga mengatakan, hilangnya Amelia ada kaitannya dengan bunuh diri asistennya.
Tim penyelidik dibentuk oleh resesi beranggotakan lima orang beserta satu komandan. Hana, Riko dan Surya. Mereka bertiga bertugas menyelesaikan kasus bunuh diri Lisdia Ningsih— Asisten Amelia. Aku dan Andi bertugas menyelidiki Amelia Earhart.
Aku mulai mencari tahu bagaimana sebenarnya keseharian Amelia selama ini. Tugas pertama yang kulakukan adalah mencari informasi dari keluarganya.
Amelia hanya memiliki seorang adik. Kedua orang tuanya sudah meninggal sejak ia kecil karena kecelakaan. Pihak agensi sudah memberikan semua berkas dan laporan mengenai Amelia yang menghilang kepada kepolisian. Agar sempurna aku harus menemui adiknya yang dititipkan di panti asuhan. Aku cukup terkejut mendengar laporan tersebut. Mengapa artis sekelas Amelia menitipkannya di sana.
"Senior, sepertinya kasus ini sedikit berbeda ya? Kulihat senior begitu serius meminta kasus ini digabung menjadi satu?" Sahut Andi ketika aku keluar dari ruangan.
"Itu hanya dugaan saja. Lagipula akan lebih mudah jika kita lakukan bersama-sama." Aku menjawab yakin.
"Apa perlu saya temani?"
Aku menggeleng. "Kali ini aku tidak perlu bantuan mu, biar aku pergi sendiri saja. Lagi pula kami sudah saling kenal... dengan begitu adiknya akan lebih terbuka padaku."
"Senior sudah mengenalnya... Bagaimana bisa?"
"Ya," aku sedikit tersenyum melihat reaksinya. "Amelia Earhart itu adalah teman masa sekolah ku."
"Aku baru tahu soal ini."
"Ya sudah, seperti yang kukatakan diruang rapat tadi, kau fokus saja mencari informasi dari teman-teman terdekatnya," Andi mengangguk.
"Kalau begitu, aku harus segera pergi." Aku menyodorkan tangan meminta sesuatu padanya.
"Oh itu, ini," Andi memberikan dua lembar dokumen. "Senior, kalau butuh bantuan... Aku harap senior dapat memintanya. Aku masih butuh pengalaman yang banyak dari detektif sekelas anda."
"Bisa saja kamu." Aku menepuk bahunya setelah mengambil dokumen itu.
"Surat ini apakah tidak perlu?" Wajahnya begitu terkejut ketika aku hanya mengambil dokumen keluarga Amelia.
"Simpan saja, aku akan menemuinya sebagai teman kakaknya bukan kepolisian. Jadi, itu tidak perlu lagi!"
"Siap?" Ia tersenyum. Sekalipun aku merasa ada kebingungan yang terpancar darinya.
"Baiklah, Kau fokus saja dengan tugasmu! Urusan keluarganya... aku saja yang akan melaporkan hasilnya kepada komandan. Kemungkinan ini akan jadi kasus yang lebih merepotkan."
Andi mengangguk sigap.
***
Nayla Syafitri itulah nama adiknya Amelia. Saat masih berteman dengannya di sekolah dulu. Aku cukup sering pergi bermain ke rumah Amelia. Dan disanalah aku bertemu dengannya.
Saat itu usia Nayla masih berusia tujuh tahun. Aku tak tahu apakah dia masih mengenalku atau tidak. Dan hari ini adalah hari pertemuan kami kembali setelah sepuluh tahun berlalu.
Berarti dia sudah menginjakkan usia 17 tahun pasti dia sudah menjadi gadis yang cantik.
Jam di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 14.00. Angin berkabut bertiup kencang di jalan, menebarkan suasana suram pada jalanan yang sesak akan padatnya kendaraan, antrean di lampu merah, dan angkot yang berhenti sembarangan. Aku bisa melihat kesibukan kota pada siang hari ini. Suasana yang membuat pikiran remang-remang. Tiba-tiba terbesit di kepala mungil ku sebuah pertanyaan... Mengapa Nayla tinggal di panti asuhan? Apa yang sebenarnya yang Amelia pikirkan?
Alamat panti asuhan yang diberikan agensi Amelia tidak di bagian kota lagi, jarak yang harus di tempuh cukup jauh memakan waktu 30 menit.
Jalanan yang padat membuat pikiranku kalang kabut, sungguh jalanan yang memuakkan bahkan kepulan asap dari kendaraan sudah menumpuk sampai ke langit, sehingga membuat langit yang seharusnya berwarna putih menjadi hitam pekat. Hari yang begitu buruk.
Air dari langit pun mulai berjatuhan menguyur orang-orang yang beraktivitas di jalan-jalan yang padat.
Mereka mulai berlarian dan para pedagang sibuk membuka payungnya untuk menyelamatkan dagangan dari hujan yang semakin lebat.
***
Aku sudah sampai setengah jalan. Hujan masih mengguyur jalanan yang berkelok seolah membelah perbukitan.
Jam masih pukul 14.45 wib, tetapi hari sudah seperti malam yang yang beranjak larut keheningan bertahta selama perjalanan. Kepak sayap burung hantu mencari mangsa yang terdengar dari pepohonan. Beberapa kendaraan menyorotkan cahaya memantul di aspal yang basah lajunya tak begitu cepat menelusuri perbukitan.
Sampai aku melihat pamflet yang bertuliskan PANTI ALAM DINGIN. Pelan aku masuk kesana, terlihat bangunan yang tua, mirip seperti bangunan Eropa kuno, langit yang gelap membuat rumah itu temaram di poles lampu redup kekuningan.
Pagar besi menjulang dipasang berkeliling. Halamannya cukup luas, ditumbuhi beberapa pohon beringin yang sudah sangat jarang terlihat di kota, suasana hujan ini membuat diriku merasa ada di film horor terkenal itu.
Alang-alang tumbuh disana-sini di antara semak yang tak terawat, seolah bangunan ini tak berpenghuni.
Aku tak menyangka Amelia membuat adik kesayangannya tinggal di tempat seperti ini?
Took... Took.
Seorang pria berambut gondrong tiba-tiba muncul mengetuk kaca mobil membuatku terkejut.
"Maaf, saat ini kami tidak menerima sumbangan!'' Sambutnya tanpa ucapan selamat datang.
''Bukan, bukan..., saya kemari ingin menjenguk seseorang!"
"Maaf sekali lagi, saat ini waktu jenguk tidak diperbolehkan..." suara pria itu tiba-tiba terputus. Ia langsung berdiri menghadap ke arah pintu masuk. Terlihat seorang wanita paruh baya berkaki jenjang berdiri. Rambutnya yang sebahu diikat rapi. Setelan blus kelabu gelap memegang buku kecil di tangannya.
Wanita itu mengangguk sepertinya memberikan izin untukku.
Aku pun turun dari mobil kemudian menghampirinya. Tanpa ragu aku menyodorkan tangan pada wanita paruh baya ini. Namun ia menatap dengan tatapan aneh. Alisnya yang jarang nyaris bertemu di pertengahan kening.
''Selamat sore,'' aku menyapa dengan sopan.
''Anda...?"
''Misya, Misya Alexandra teman baik Amelia.'' jawabku memperkenalkan.
Matanya yang tajam itu seketika terbuka kemudian berkata. ''Selamat datang, ada yang bisa kami bantu? Misya.''
Kepala mungil ku memberi sinyal wanita ini adalah pengurus panti, sepertinya...
"Oh ya, saya hanya ingin menjenguk adiknya. Maklum saja karena beberapa minggu ini Amelia cukup sibuk sehingga tidak memiliki waktu kosong untuk menjenguknya. Jadi, saya yang disuruh kemari." Dengan penuh percaya diri aku menatap matanya. "Apakah saya bisa bertemu dengannya?"
"Oh..ya? Apa benar anda adalah utusan dari dik Amelia?'' Saut wanita ini dengan raut wajah penuh kehati-hatian.
''Ya, saya adalah teman sekaligus pengurusnya di Jakarta." Hatiku begitu penasaran, apa yang sebenarnya terjadi sampai adiknya di sembunyikan di tempat seperti ini.
''Anda mengetahui tempat ini saja sebenarnya sudah cukup membuktikan kalau anda memang benar mengenalnya," imbuhnya sambil tersenyum.
Setelah beradu senyuman dengannya, dia mempersilahkan untuk masuk ke ruangan yang cukup luas sepertinya ruang ini adalah ruang tamu.
Aku melihat sekeliling ruangan tidak ada tanda-tanda orang lain disini. Bukankah agensinya mengatakan ini panti asuhan?
Sungguh aku tertegun melihat ruang tamu ini. Ruangan besar yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen dan koleksi barang antik.
Beberapa foto anak-anak terpampang bersamaan dengan koleksi topeng-topeng khas jawa berwajah menyeringai menunjukkan giginya yang tajam menempel di dinding.
Aku tidak menyangka ada panti asuhan seperti ini. Hanya satu yang terbit di pikiranku. Aku harus menyembunyikan identitas ku.
Saat memandangi seisi ruangan, kedua mataku langsung terperanjat melihat di ujung ruang tamu sebagian anak tangga yang tertutup daun pintu yang setengah terbuka.
''Apa yang sebenarnya terjadi kepada mbak Amelia, jarang sekali dia menyuruh orang lain untuk menjenguk adiknya," kejutnya.
Keningku berkerut mencoba memahami pertanyaan serupa darinya. ''Ya, seperti yang saya katakan tadi Amelia belakangan cukup sibuk sehingga tidak punya cukup waktu untuk kemari."
"Apakah anda anggota kepolisian?" Tatapannya menerawang jauh sebelum akhirnya kembali kepadaku.
Kening ku seketika mengkerut karena terkejut.
Darimana wanita ini mengetahui identitas ku?
Belum sempat aku mengajukan pertanyaan yang membuatku bingung, dia langsung menyambar pembicaraan. “...Tunggu sebentar disini! Saya akan memanggilnya, sepertinya dia ada di kamar atas."
“Mbak tunggu! Darimana anda tahu kalau saya polisi,'’ tanya ku sambil memposisikan duduk di ruang tamu.
‘’Nayla, tanyakan saja nanti dengannya!'’ jawab nya singkat dan langsung pergi kearah pintu yang setengah terbuka.
Aku mencoba mencerna keadaan tapi belum bisa memahaminya.
Tak lama setelah wanita paruh baya itu pergi. Muncul sosok wanita kurus sedikit pendek, dari bibir pintu tempat wanita pengurus panti itu menghilang. Seorang wanita yang tak asing sangat mirip dengan Amelia.
‘’Hai, selamat sore!'’ Aku berdiri dan mengulurkan tangan padanya untuk bersalaman.
“Anda Misya? yang dulu sering bermain kerumah," jawabnya sambil mengulurkan tangan.
“Oh, ternyata kamu masih mengingatnya ya!''
“Jadi apa yang sebenarnya membuatmu datang kemari?"
"Sebenarnya...?" batinku. Mengapa dia seolah ingin mengetahui kedatangan ku?
“Aku hanya ingin bertemu denganmu... aku dengar dari Amelia, kamu tinggal disin...," belum sempat aku menyelesaikan kalimat, Nayla memotong nya dengan mata yang menunjukkan emosi yang dalam. “Amelia? Aku tidak mengenalnya!’’
Marah atau benci itu yang terlintas dipikiran ku saat melihat raut dari wajahnya.
Kelima indra ku memberi sinyal keadaan ini sangat tidak baik. Apa yang harus aku lakukan? Kondisi yang sangat aneh sekaligus membingung kan dan apa yang sebenarnya terjadi, apakah sekarang dia membenci kakaknya? Tidak mungkin. Setahuku mereka begitu akrab dan bahkan Nayla selalu menangis setiap kakaknya pergi meninggalkannya. Ya, mereka sedekat itu.
“Bagaimana bisa, Kau mengenalku tapi tidak mengenal Amel?’’ Aku tersenyum lebar untuk mencairkan suasana.
“Sebenarnya aku juga tidak mengenalmu!'’
“Sebenarnya...? Apa maksudmu?’’ Aku bertanya kebingungan dan didalam hati aku mencoba memahami apa maksudnya.
“Sejujurnya aku sudah tahu kedatangan mu hari ini! Dan aku mengingat ingat kembali teman Amel, lalu ternyata kau yang datang. Karena itulah aku mengenalmu,’’ jawabnya dengan santai.
Aku menggaruk kepala dan menggeser punggung di tempat duduk. “Tunggu sebentar, maksudnya ada orang yang memberi tahumu kalau hari ini aku akan datang, karena itu kau mengenalku?"
“Ya,’’ sahutnya.
Ini sungguh gila, dari tadi aku belum bisa mencerna apa yang ia katakan. “Aku rasa perutku sedikit lapar. Nayla, mau ngobrol diluar? atau kau mau makan atau minum? Banyak hal yang ingin kutanyakan dan ceritakan kepadam__’’
“Amel tidak mengizinkan Nayla keluar dari panti asuhan ini tanpanya!’’ kejut seseorang dari belakang dan suara itu adalah suara ibu panti.
Dia memegang kantong plastik yang berisi sesuatu di tangan kirinya, kelihatan sekali ia basah kuyup sepertinya dia baru dari luar. Sejak kapan ia keluar? Mungkin kebingungan yang terjadi di kepala membuatku tidak menyadari langkahnya.
“Ya…’’ Nayla mengangguk samar menegaskan pernyataan ibu panti.
“Aku sudah menyiapkan minuman dan makanan untuk kalian, kalau ingin bertanya disini saja!’’ ketusnya.
“Baik, terima kasih.'' Aku menunduk sopan. Untuk wanita misterius yang belum memperkenalkan dirinya, dia terbilang cukup ramah juga.
Setelah menawarkan sajian kepada kami. Wanita paruh baya itu kembali ke pintu masuk mengambil payungnya yang tinggal diluar.
Payung itu berwarna hitam, jenis payung yang bisa terbuka hanya dengan memencet sebuah tombol. Kemudian, dia bergegas sambil terhuyung-buyung… kearah pintu di ujung ruang tamu dan menutup pintu akses masuk untuk naik tangga itu, kemudian sosok nya menghilang.
Dia sudah menaiki anak tangga terdengar hentakan kakinya berusaha cepat sampai.
“Ibu itu sebenarnya siapa?’’ tanyaku menoleh kearah Nayla.
Nayla terlihat tidak ingin menjawab. Wajahnya tiba-tiba tampak pucat dan meneteskan air mata.
“Ada apa…’’ Saat pertanyaan ku belum selesai, terdengar suara kegaduhan, kemudian pekikan pendek bergema dari arah pintu tempat ibu panti itu.
Segera aku berdiri dan merasa sudah terjadi sesuatu yang sangat tidak wajar.
“Hei Nayla, ada apa?’’ tanyaku.
Nayla hanya terdiam sambil mengusap dua matanya yang masih menangis.
“Kirana..., itu namanya. Dia pengurus panti ini” Sautnya dengan suara terenyuh-enyuh.
Sebelum sempat berpikir panjang, aku sudah bergegas kearah pintu tangga di ujung ruang tamu. Saat itulah...
Sebuah pemandangan mengerikan dan ganjil segera tampak.
Belum sempat pintu itu kubuka di bawahnya mengalir darah yang masih segar.
Kucoba menelan ludah di tenggorokan yang kering, dan membuka pintu. Terlihat payung yang berwarna hitam, yang bisa terbuka secara otomatis. Payung yang tadi diambilnya sewaktu menawarkan sajian. Kemudian diatas payung itu, ibu panti tertelungkup seolah menyelimuti payung tersebut.
“I.., ini…’’
Bagian kepalanya ada tepat di tengah-tengah payung yang membuka. Ujung kakinya menggantung di anak tangga kedua dan ketiga dari bawah. kedua tangan terentang di dua sisi tubuh. Kantong plastik yang kulihat tadi terlempar di sudut pintu.
“....Apa? Sebenarnya ada apa?'' suara ku yang keluar bergetar bersama dengan kakiku.
Sukar untuk mencerna kejadian itu dalam waktu singkat. Namun, aku langsung memperkirakan.
Apa ibu ini tergesa-gesa saat menaiki tangga, Wanita itu berlari dan terpeleset di tengah perjalanan. Payungnya terlempar ke bawah dan sepertinya terbentur, payung itu terbuka secara otomatis, bergulir sampai kebawah dekat pintu, Ujung besinya menghadap tepat kearah ibu panti. Kemudian..
Wanita yang tubuhnya oleng itu terjatuh tepat di ujung besi. Seakan wanita ini terbang tepat mendarat kearahnya. Tanpa bisa menghindar atau bisa menggerakkan tangan untuk berlindung.
Tubuh ibu panti yang tertelungkup itu tidak bergerak sama sekali. Warna merah yang mengalir dari payung hitam itu membuatku bergidik mulai merembes ke bawah sepatuku.
Darah…..
Darah yang sangat banyak.
“Bu..., bu Kirana…’’ Suaraku gemetaran saat memangilnya. Kedua kakiku yang menjejak di lantai pun gemetaran. Takut-takut aku mulai mendekatinya.
Tenggorokan ibu panti tertancap pada besi ujung payung, ujung besi itu tertanam dalam-dalam sampai ke pangkalnya. Darah memancar dan mengalir.
“Ini….’’ Tak tahan, aku mengalihkan pandangan.
''Hal seperti ini,,,’’
Takc.
Bersamaan dengan bunyi gedebuk, tubuh ibu panti pun tumbang. Keseimbangan yang sungguh ajaib— bukan, ini pasti ulah iblis penunggu bangunan ini—dari rangka payung yang menahannya, saat itu akhirnya patah.
“Oi!’’ Terdengar teriakan dari ujung pintu gerbang suara seorang laki-laki berlari ke arahku. Di Belakang nya berdiri seorang perempuan yang hanya diam berdiri di bawah rintikan hujan deras yang belum juga berhenti.
“Gawat! Panggil Ambulance!’’ Pria ini menjerit.
“Hubungi rumah sakit. Ugh… ini benar-benar gawat. Kenapa ini bisa terjadi…! Kau tidak apa-apa?"
Karena ditanya seperti itu, sebenarnya aku ingin mengangguk dan menjawab “Iya,’’ tapi yang keluar dari mulutku hanyalah erangan. Perutku seperti di tusuk. Gawat… rasa sakit ini.
“Ma, maaf.’’ sambil menekan perut. Aku bersandar pada sisi pintu. “Tubuhku sedikit…’’
…Wakhh…
Tanpa bisa menahan getaran yang muncul dari perut aku mengeluarkan sesuatu yang menjijikkan dari mulut. “Ma, maaf”
“Serahkan saja kepadaku yang disini, segeralah ke toilet lalu hubungi rumah sakit secepatnya.’’ Perintah pria yang berbaju hitam dan berambut gondrong.
Saat aku terhuyung-buyung meraba dimanakah letak toilet, aku melihat Nayla masih diluar terdiam seperti patung yang diletakkan dibawah hujan yang begitu deras. Dia berdiri di halaman panti asuhan, memandang tajam ke arahku yang ada tepat sejajar di depannya.
Raut wajahnya sangat pucat, terlihat biru. Kedua matanya membelalak sangat lebar. seperti boneka yang menyeramkan, milik mata merah kosong, bibir yang agak terbuka itu seperti ingin menuduh.
Seandainya kau tidak datang…Ini tidak akan terjadi!
Beberapa detik kemudian, saat aku sudah tiba di toilet sudut ruang tamu ada sepasang jendela yang mengarah tepat ke arah halaman depan, sosoknya sudah tidak ada, hilang seolah bersembunyi diantara tetesan hujan.
***
Panti asuhan saat ini sedang kosong semua anak panti beserta pengurus pergi tamasya ke danau di Bandung mereka berkemah beberapa hari disana oleh karena itu pak yandri menolak aku saat bertemu pertama kali.
“Saya Yandri, keamanan di panti asuhan ini.”
Aku hanya terdiam menatapnya. Kedua kakiku gemetaran di bangku ruang tamu setelah melihat kejadian yang pertama kalinya aku rasakan.
“Istri ku sudah pergi ke rumah sakit mengantar bu Kirana.”
“Apa tidak apa-apa hanya dia yang mengurusnya?’’
“ Ya..’’ saut nya seolah semuanya sudah aman dan terkendali.
Saat ini aku masih di panti bertiga bersama Nayla dan Pak Yandri, pria berambut gondrong ini tidak mengizinkan Nayla keluar dari pintu panti walaupun selangkah, karena Itulah aku tidak ikut menemani istrinya ke rumah sakit.
“Kalau aku boleh tau, mengapa Nayla tidak diizinkan keluar dari sini?’’ Aku bertanya menatap kearah Nayla yang duduk disebelah ku. Dia masih tunduk terdiam.
“Kami dibayar kakaknya dengan janji seperti itu,’’ jawabnya. Pak Yandri kemudian berdiri, pamit kembali ke poskonya.
Janji…
Kepalaku lagi-lagi pusing. Nafas agak memburu, jantung seperti berdebar kencang tepat di sebelah telinga, perut dan tubuhku terasa lebih dingin dari tadi.
“Tidak enak badan?’’ tanya Nayla.
Aku menggeleng. Nayla menyipitkan matanya ke arahku. “Kalau tidak terbiasa, tempat ini mungkin tidak baik untukmu.’’
“Tidak baik? Apa maksudmu?''
“Suasana ini...,'' Nayla menipiskan bibirnya, lalu mengangkat kepalanya. Akhirnya dia melanjutkan. “Suasana yang tidak bisa dicerna oleh akal.’’
Aku hanya terdiam mencoba memahami perkataannya.
“Kamu lihat patung itu!'’ Nayla menunjuk ke arah pintu masuk terlihat patung wanita setinggi dua meter yang memegang payung yang diselipkan diantara tangannya. “Patung itu kosong.Tubuh juga hatinya. Sangat kosong... tidak ada apa-apa didalamnya. Kekosongan seperti itu sudah sangat lama aku rasakan.'' Nayla masih melanjutkan penjelasannya seolah sedang membicarakan kenapa keadaan ini terjadi. “Benda benda kosong seperti itu banyak terkumpul disini mereka seperti menghisap aura kehidupan. Hampa, aku tak tahu kapan persis aku merasakan kebingungan lagi..."
Kekhawatiran ku seketika muncul. Jangan-jangan dia benar benar sakit atau mengalami tekanan batin yang begitu kuat.
“Kak Misya, Apakah kamu saat ini sedang kebingungan?" Gadis ini tiba-tiba mengangkat wajahnya tepat di depan di wajahku dan kembali meneteskan air mata.
“Ya,'’ aku mengangguk perlahan tepat di depan wajahnya yang sangat pucat sekali. “Karena itulah aku kemari, tapi Nayla... apa kamu baik-baik saja?'’
Dia mengangguk memberi isyarat bahwa dia baik-baik saja.
“Kalau kau hanya ingin menanyakan keadaan saja, sebaiknya kau pulang karena aku ingin istirahat’’ Dia menurunkan wajahnya dan menunduk kembali. Seketika itu dia langsung berdiri dan melangkah.
“Amelia..., tiga hari ini dia hilang dan tak tahu pergi kemana? Perusahaannya melaporkan ke kepolisian.’’
Mendengar nama Amelia sontak dia berhenti dari langkah dan berbalik arah. Wajah yang sangat putih pucat pasih tadi tiba-tiba tersenyum kembali, matanya yang merah sejak tadi berubah seperti menunjukkan ekspresi orang kegirangan yang terlepas dari belenggu yang mengikat nya selama ini.
Aku melihat bibirnya tersenyum. "Nayla..., apa kamu tahu sesuatu?’’
“Misya, Maaf... Kak Misya apa kamu tahu Catatan Neraka?’’ Dengan wajah polos itu dia bertanya sesuatu yang membuat kepalaku terasa berat, seolah terserap oleh patung wanita yang memegang payung itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Astiah Harjito
Bahasanya tingkat tinggi
2023-01-19
2
Inru
Per bab berapa kata ini thor?
2022-07-24
0
❤️⃟WᵃfAlena ⍣⃝కꫝ🎸
ceritanya seru,,
2022-02-05
2