Jalani Aja dulu

Pagi hari Aku dan Rangga bergegas kerumah sakit, pakaianku sudah di kirim oleh asisten Papa Rangga. Aku dan Rangga merasa canggung.

"Papa." Rangga dan Aku mencium tangan Papa Rangga.

"Nak, kamu kesini." Papa berusaha bangun dengan sigap Rangga membantu Papanya.

"Keadaan Papa gimana?." Rangga merapihkan bantal Papanya agar nyaman.

"Papa tidak apa-apa. Nak, Reina maafin Papa ya, telah memaksa mu menikahi cepat dengan Rangga." Papa Rangga memegang tangan ku.

"Tidak apa-apa, Om." Aku tersenyum, walau sebenarnya aku ngga mau menikah dengan Rangga.

"Jangan manggil Om, kamu sudah menikah dengan Rangga. Panggil aja aku Papa sama kaya Rangga memanggil ku." Papa tersenyum.

"I-iya Om, Eh Pah." Aku gugup.

Hari demi hari kesehatan Papa Rangga pulih kembali, walau kontrol setiap bulan. Aku dan Rangga tetap jalani pernikahan ini.

"Reina, Kita jalani aja dulu pernikahan ini, ya." Rangga memegang Tangan Ku.

"Iya, tapi kita harus saling menghargai." Aku menatap Rangga, lalu Rangga memelukku dan mencium kening ku.

Di Sekolah

Randy pindah ke sekolah dengan ku. Kegantengannya membuat cewek satu sekolah heboh, tapi tetap aja Rangga yang no. 1.

”Randy itu saudara kembar loe, Rei." Tanya Audy. Aku mengangguk kepala dan tersenyum.

"Ganteng banget." Tania heboh.

"Kenalin kita dong, Rei." Chika menggoyang-goyangkan tangan ku.

"Iya-iya." Dengan berat hati aku menurut kemauan 3 Sahabatku .

Aku dan 3 Sahabat ku menuju kelas Randy, kebetulan Randy sekelas dengan Rangga. Sampai kelas Rangga cewek-cewek satu kelas menatap tajam melihat kedatanganku dengan 3 Sahabatku.

"Rang, ngapain tuh musuh loe kesini." Alex menyikut Rangga.

"Mana gue tau, bukan urusan gue." Rangga menatap Ku dan mengedipkan mata. Wajahku jadi merah.

"Hai, Randy, Rangga." Genit Chika. Sebelum Randy jawab Rangga mulai bicara.

"Ngapain loe kesini, ada kerjaan aja." Ketus Rangga.

"Gue malay disini, ntar pulang sekolah aja loe gue kenalin Randy nya." Sinis Ku. Aku menarik 3 Sahabatku keluar kelas.

Pulang sekolah sesuai janji ku, aku mengajak 3 Sahabatku dan Randy berkenalan. Mereka pun ngobrol asyik, kecuali Tania wajahnya merah merona. Ketika Randy menatap Tania.

Dddrrrttt... Ponsel berbunyi ternyata Rangga yang menelpon.

"Sampai kapan loe disitu terus. Gue dah nunggu loe di persimpangan jalan. Nggak pake lama." Rangga Marah.

"I-iya." Aku kaget. Aku berpamitan 3 Sahabatku dan Randy. Aku lihat Rangga sudah di persimpangan jalan dengan motor Sportnya. Aku menghampirinya.

"Maaf aku..." Aku menunduk. Rangga memakai kan aku helm.

"Cepat Naik." Rangga menyala kan motor. Aku menaiki motor Rangga. Rok ku agak naik, Rangga membuka jaketnya dan meletakkan di paha ku agar tertutup.

"Gue bukan ojek, loe pegangan."

"Tapi-tapi..."

Rangga menarik tanganku dan aku dekat kan wajah ku di punggung Rangga. Jantungku berdetak kencang. "Deg-deg." Aku merasa panas. Rangga tersenyum dan melaju.

Di Apartemen

Rangga memakirkan motor.

"Rang, kenapa kita kesini." Aku heran Rangga berhenti di Apartemen mewah. Rangga diam dan menarikku. Tiba di depan Pintu berwarna biru, Rangga memencet tombol. Pintu kebuka, lalu kami masuk.

"Ini Apartemen siapa, Rang." Aku melihat sekeliling.

"Apartemen kita, dah jangan banyak tanya. Gue mau tidur." Rangga beranjak ke kamar yang berada di lantai atas. Aku berkeliling setiap ruangan dan merasa takjub. Aku melihat isi kulkas sudah terpenuhi. Tanpa mengganti pakaian, aku memasak.

Aku menata hasil masakan ku di meja makan.

"Masakan gue dah jadi, apa gue harus bangunin Rangga. Enggak ah malay banget gue." Sambil menunggu Rangga bangun. Aku menonton TV.

Waktu sudah menuju jam 4 sore, Rangga turun.

"Rupanya disini dia." Rangga mengucek mata. Lalu Rangga menuju dapur. Betapa kagetnya Rangga melihat meja makan penuh dengan makanan dan dapur berantakan.