Tingtong...
Siapakah gerangan tamu yang datang di tengah malam, tingtong.... tingtong... tingtong...
Bel di rumah itu terus berbunyi, bi Sri sudah tertidur pulas, suara bel itu terus
mengusik kenyamanan Viona yang tengah tertidur.
Dengan langkah berat Viona memaksakan dirinya untuk membuka pintu, krieeet... Pintu
rumahnya perlahan terbuka, “Siapa?” Tanya Viona dengan suara berat, ia mengucek
mata untuk menerangkan kembali penglihatannya.
Tepat di hadapannya berdiri sosok pria bertubuh tinggi semampai dengan rambut cepak,
menggunakan pakaian cassual, mata Viona terbelalak saat tahu siapa yang datang,
“Kau!!” dengan cepat Viona menutup kembali pintu rumahnya dan menguncinya dengn
rapat.
Jantung Viona berdebar cepat seolah telah siap untuk meledak saat itu juga, wajahnya
menjadi pucat pasi. Viona berlari menuju setiap penjuru jendela dan pintu
rumahnya memastikan semua itu terkunci dengan baik.
Viona buru-buru lari ke kamar dan menelfon Tristan, entah demi apapun nomor Tristan
sangat sulit untuk dihubungi. Dengan tangan yang gemetaran Viona mencoba sekali
lagi untuk menelfon Tristan namun hasilnya sama saja, “Shit!”
Tak ingin putus asa, Viona mengirimi Tristan chat dan memintanya untuk segera
datang.
Kepanikan Viona membuatnya lupa soal bel itu, ia hampir lupa entah sejak kapan bel itu
sudah tidak berbunyi lagi.
Penasaran ingin mengecek apa yang terjadi, tetapi nyalinya begitu ciut. Ia sangat takut
kejadian waktu itu akan terulang lagi.
20 menit kemudian Tristan menelfonnya, terdengar suara panik diujung telfon itu.
Tristan memintanya untuk menunggu.
Rasa ngantuk itu kembali memburu Viona, sulit sekali berdamai dengan rasa kantuknya.
“Mungkin kopi bisa mengurangi rasa ngantukku.”
Kredek.. kredek..
Viona bergidik merinding mendengar suara dari luar dapur, ia menelan ludah dan mulai
panik.
Viona memberanikan dirinya untuk mengintip melalui celah korden itu, dilihatnya
dengan teliliti tidak ada hal yang aneh ataupun orang yang mencurigakan.
Viona menghela nafas panjang, segera ia menyeduh kopi hangatnya.
Usai minum kopi Viona kembali ke kamar. Begitu tiba dikabar betapa terkejutnya
Viona.
Dua bola matanya menangkap sosok Bima diatas ranjangnya dengan keadaan telanjang
dada.
Tidak munafik, pemandangan itu sesaat membuat wajahnya memerah, “Bi- Bima?”
“Hm... Kenapa kau terlihat ketakutan sayang... Aku datang kemari untuk bercinta. Katakan sudah berapa bulan kita tidak melakukannya.” Bima mendekati Viona yang gemetar ketakutan.
Viona menepis belaian dirambutnya, “Kau.. Mau apa kau?! Jangan menyentuhku.”
Bima semakin senang melihat bagaimana ia diperlakukan seperti itu, “Aku jadi semakin
bergairah, ayo.” Bima memaksa Viona untuk melayaninya.
“Tidak!! Lepaskan aku, kau brengsek!” Viona memberontak sekuat tenaga.
Satu kali tarikan Bima berhasil merebahkan Viona tepat dibawah tubuhnya, wajah Viona
semakin memerah.
“Aku suka kau yang seperti ini..”
Bima sibuk membuka kancing baju Viona dan perlahan menciuminya, tangan kanannya
mulai meraba paha mulus Viona.
“Ada apa? Kau tidak melawan?!” Tanya Bima dengan senyum puasnya.
Viona hanya diam membisu dan memalingkan wajahnya sembari menggigit bibir bawahnya.
“Kau ditakdirkan hanya untukku.” Imbuh Bima yang semakin tidak sabaran dan mulai
memasukan kejantanannya.
“Eeemh...”
Viona memejamkan mata kedua alisnya saling bertautan, ia merasakan barang milik
Bima mulai menerobos masuk kedalam kewanitaannya.
“Sakit...”
Rintih Viona, ia berusaha untuk bangun namun tangan Bima yang cekatan segera
mencengkram bahunya dan mendorong pelan Viona kembali berbaring.
Cengkraman itu tidaklah kuat, ia hanya ingin menyiksa kewanitaan milik Viona yang semakin
kuat mencengkram kejantanannya.
“Ah..!”
Suara Viona begitu indah terdengar membuat Bima semakin gencar menikmatinya.
“Bagaimana? Masih terasa sakit?” Bima meremas kedua gundukan itu dengan kuat dan memberikan
sensasi lain yang membuatnya mengerang penuh kenikmatan.
Viona menggeleng, “Kau berengsek! Sampai kapan kau akan melakukan ini padaku..!?”
“Sampai anak kita lahir.” Bima menguatkan hentakannya, hentakan demi hentakan itu membuat
Viona menggeliat, ia sudah tidak sanggup lagi melayani nafsu Bima.
Tubuhnya mulai kelelahan, tubuhnya ditumbuhi keringat namun kewanitaannya masih meraung
ingin terus merasakan kenikmatan itu.
Bima meremas, mencium, menghisap, dan menjilati setiap inci tubuhnya. Begitu banyak
kissmark yang ditinggalkan.
Viona hanya diam lemas tak bertenaga, “Kenapa? Sudah kehabisan tenaga? Padahal aku
berencana untuk bermain 10 ronde.”
Hentakan terakhir membuat Viona kejang meraung “Aaaaah...!” Tangannya meremas lengan
Bima hingga memerah, tak lama kemudian tangan itu terkulai rata dengan spring
bed.
“Aku tahu kau akan menikmatinya, sama sepertiku.” Bima mengecup kening Viona dan
menyemburkan cairan kental itu ke dalam kewanitaannya.
***
Beberapa jam kemudin Tristan datang kerumah Viona. Kamarnya sudah tertata rapi sejak
kepergian Bima.
“Maaf aku terlambat, aku –“
Viona menggeleng dengan mata sayu yang menatap lantai, Tristan terdiam dan mencoba
mendekatinya.
Viona mundur selangkah dan mengisyaratkan padanya untuk berhenti mendekat. Tristan
menghentikan langkahnya, “Ada apa? Apa yang terjadi padamu?”
Viona membuka pakaian mandinya dan memperlihatkan seluruh tubuhnya yang dipenuhi
kissmark.
Tristan terdiam melihatnya.
Perlahan Tristan mendekati Viona dan memeluknya dengan erat, “Ayo menikah..!”
Deg!
Dua kalimat itu membuat Viona terkejut, entah apa yang harus dilakukannya. Haruskah
dia menangis menjerit karena rasa bersalah, atau haruskah ia menangis bahagia.
Viona membalas pelukan itu dengan erat dan menagis sejadi-jadinya didalam pelukan
Tristan yang membuatnya hangat dan nyaman.
“Kau bersungguh-sungguh tetap ingin menikahiku meskipun kau tahu aku sudah tidak perawan lagi? Dan ini adalah kedua kalinya aku diperkosa.” Suara Viona yang
lirih gemetar itu terdengar parau.
Tristan mengelus lembut rambut Viona, “Aku yakin. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak
perduli, meskipun kakakku sendiri yang meakukannya. Aku pasti akan membalasnya.”
Viona terkejut dan terbelalak, Dia tahu Bima yang menodaiku? Apakah karena itu ia ingin bertanggungjawab atas namanya?
“Bersiaplah, Lusa kita akan menikah aku akan mempersiapkan dokumennya.” Tristan melepaskan
pelukannya, yang terlihat dari wajahnya hanyalah sebuah senyuman sama sekali
tak terlihat wajah kecewa.
Trsitan menerimanya dengan lapang dada.
“Kau yakin, tidak akan menyesali keputusanmu?” Imbuh Viona dengan nanar sendu.
Tristan mengangguk dan mencium mesra bibirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Har Tini
semoga niat tristan tulus menikahi viona
2021-07-20
0
weny
cinta sejati
2021-06-09
0
dite
ya kan namanya tubuh di rangsang, walo dia dipaksa kan tetep rangsangannya kena jg
orangnya ga mau, tapi udah masuk ya gmna lagi
2021-06-04
0