Pagi itu semua dibuat sibuk dengan dekorasi wedding Kanaya dan Rendra, semua haruslah terlihat sempurna tanpa celah sedikitpun.
Mengingat pernikahan mereka tinggal tiga hari lagi, jantung Kanaya semakin berdebar setiap kali wajah Rendra terlintas di fikirannya sesaat darahnya mendesir dengan hebat sekujur tubuhnya menjadi kaku.
“Kanaya ada apa? Cepat mandi.” Perintah Hera.
“Ibu..” Kanaya duduk dengan menyilakan kakinya.
“Ada apa?”
“Dulu saat ibu menikah apakah ibu juga merasa gugup seperti ini?”
Hera tersenyum, dan mengelus rambut putrinya, “Tentu. Semua wanita yang akan menikah pasti merasakan hal itu. Tidak perlu khawatir semua akan berlalu dengan baik.” Kanaya mengangguk.
“Cepatlah mandi.” Hera melanjutkan kalimatnya.
***
Viona sedang menikmati segelas ice cream disebuah restaurant elit bersama seorang teman wanitanya yang berambut pirang dengan potongan bob, “Lily, kapan kalian akan menikah?”
Lily menggeleng, “Entahlah. Sepertinya hubungan kami sama sekali tidak ada kemajuan.”
Viona menepuk-nepuk pundak Lily dan tersenyum, “Sabar.”
Dari jauh mata Viona menangkap sosok wanita yang tak asing baginya, dia, kebetulan sekali bertemu ditempat seperti ini.
“Viona ada apa?” Tanya Lily yang terlihat khawatir.
Viona menggeleng, “Bukan apa-apa, hanya salah lihat.”
“Oh..!”
Usai menikmati segelas ice cream buru-buru Viona berpamitan kepada Lily dan beralasan bahwa dirinya harus membantu Tristan di Perusahaan Leng.
Setelah keluar dari restaurant Viona membuntuti seorang pemuda yang tampak familiar. Hanya orang bodoh yang tidak sadar bahwa dirinya sedang diikuti, Viona kehilangan jejak pemuda itu. “Ah, shit! Aku kehilangan jejaknya.”
Dan saat Viona berbalik ia terkejut sesaat seorang pemuda membiusnya hingga pingsan.
***
Perlahan Viona membuka matanya.
Kepalanya terasa sangat pusing, “Aku dimana?” Viona mencoba untuk berdiri.
“Sudah sadar?” Suara itu mengejutkan Viona.
“Kau? Kenapa kau menculikku?” Tanya Viona sedikit ketakutan.
Pemuda itu menaruh semangkuk bubur dan susu diatas meja, “Hm, menculikmu?” Pemuda itu melirik Viona, “Lalu, kenapa kau mengikutiku.”
Pemuda berambut cepak, dengan setelan kemeja biru dipadukan jeans hitam itu berjalan mendekati Viona dan memegangi dagunya.
“Sepertinya sekarang aku ingat siapa dirimu.” Pemuda itu tersenyum licik.
Glek! Viona menelan ludah dan merasa takut juga gemetaran, “Ja-jangan salah sangka. Lepaskan aku!”
Pemuda itu mencium leher jenjang Viona dan meninggalkan kissmark disana, “Emh.. He-Hentikan, kumohon jangan.”
“Kenapa aku harus berhenti? Sayangku, kau sudah banyak berubah. Seperti inikah caramu menyambut mantan pacarmu, hm?” Pemuda itu semakin gila dan merobek dress Viona.
“Tidak! Hentikan, Bima aku akan membunuhmu!” Dengan setengah berteriak Viona mendorong tubuh Bima.
Viona segera melarikan diri dari rumah mewah itu. Sebelum sempat keluar dari kamar Bima menarik erat tangan Viona dan merebahkannya diatas ranjang.
Satu persatu Bima melucuti pakaiannya sendiri, sementara itu Viona menggeliat dibawah tubuh Bima, memohon untuk dilepaskan.
“Jangan! Apa yang akan kau lakukan!”
Viona menitikan air mata, tubuhnya gemetaran.
“Tentu saja menikmatimu sayangku. Aku akan membuatmu melahirkan anak-anakku.” Bima mulai membuka kedua paha Viona selebar pinggulnya.
“Jangan, kumohon! Lepaskan aku!”
“Melepaskanmu? Katakan, sudah berapa banyak hartaku yang kau ambil? Kau fikir wanita miskin sepertimu bisa hidup nyaman bersama Tristan?!”
“T-Tristan? Bagaimana bisa kau mengetahui nama tunanganku?”
Perlahan Bima mulai menjamah dinding kewanitaan Viona dan membuatnya meringis kesakitan, “Jangan! Kau berengsek! Lepaskan aku!”
Rasa sakit itu semakin menjadi, Bima sengaja memperkuat hentakannya dan membuat Viona membelalakkan matanya dan berteriak kesakitan, “Sakit!!”
Darah itu begitu segar mengalir, “Hm? Kau masih perawan? Tidak kusangka aku juga yang akan mendapatkannya.”
Viona memalingkan wajahnya dan terus menangis, didalam hati ia mengutuk dirinya sendiri.
“Kenapa menangis? Kita baru saja memulainya sayang. Aku akan membuatmu melayang hingga ke surga.”
Bima mulai memaju mundurkan barang miliknya itu, nafasnya menderu terengah-engah menikmati tubuh wanitanya.
Rasa sakit itu terus menjalar keseluruh tubuh Viona, belum puas disitu Bima mulai meliarkan tangan dan lidahnya untuk menikmati setiap inci tubuh Viona.
“Ah...!” Meskipun suaranya pelan namun Bima bisa mendengarkan suara desahan Viona.
“Akhrinya, kau menikmatinya juga sayang. Aku semakin mencintaimu. Nikmatilah setiap sentuhan yang kau dapat dariku.”
“Ah..! Ah..! Emh..! Ah..! Sa-sakit!” Viona meremas seprei biru itu hingga kumal.
“Hm? Masih sakit? Bukankah aku sudah menembus dan memasukannya?”
Viona menggeleng.
Tubuhku tidak mau mendengarkanku, berengsek!
Bima semakin intens memainkan perannya dan terus menyiksa Viona dengan rasa sakit dan kenimkatan baginya, dinding kewanitaannya semakin lama semakin kuat mencengkram membuat Bima tak ingin berhenti.
“Kau mungkin bisa melupakan kejadian ini dan menganggapnya tak pernah terjadi, tapi ingatlah, tubuhmu tidak akan pernah melupakanku dan juga tidak akan pernah bisa menerima pria lain untuk menyentuhmu.”
Bima mendekatkan wajahnya ditelinga Viona dan membisikinya, “Hanya aku yang berhak memiliki dan menyentuhmu, sayang.”
Satu hentakan kuat yang lagi-lagi membuat Viona menjerit kesakitan, tak lama kemudian cairan kental itupun keluar dan menyembur kedalam dinding kewanitaan Viona. Bima mengerang puas dan rebah diatas tubuh Viona, nafas mereka tersengal-sengal.
Setelah selesai dengan aktifitas mereka Bima segera bangun dan mengambil handuk yang tergantung, “Tristan adalah adik tiriku, kami lahir dari ibu yang berbeda dengan ayah yang sama. Aku sangat membencinya, tidak akan kubiarkan dia hidup dengan tenang, hmmph..!!”
Deg!
Viona terkejut membelalakkan matanya, air matanya semakin deras mengalir.
“Tidak perlu menangis, aku sangat menikmatinya. Sekarang tubuhmu milikku. Aku tidak peduli dengan hatimu. Kau bebas mencintai siapapun. Di dalam laci itu ada kartu kredit milikku, pakai saja sesukamu dan segera pergi dari rumahku.”
***
Lima hari berlalu sejak kejadian itu, hari-hari Viona seperti di neraka setiap malam tidak bisa tidur dengan nyenyak, saat tertidur mimpi buruk itu terus terulang.
Lagi-lagi Viona tak menggubris panggilan masuk dari Tristan, pagi ini sudah ke 50 kalinya Tristan menelfonnya namun sama sekali tak ada respon.
“Viona, ada apa denganmu? Aku punya kabar baik. Keuangan dan perusahaanku sudah stabil dalam waktu dekat kita bisa menikah.” Chat itu membuat hati Viona remuk, air matanya tak bisa berhenti mengalir. Viona membanting ponselnya hingga pecah.
“Aaaaah!!!” Viona menghamburkan semua barang yang tertata rapih dikamarnya. Aku ingin mati, mana bisa aku membiarkannya menjadi yang kedua setelah pria brengsek itu merenggut kesucianku!
Viona berjalan dengan lunglai dan mengambil foto yang terjatuh dilantai, dipandanginya foto itu dengan nanar sendu, “Maafkan aku Tristan! Kau sangat mencintaiku, tapi apakah aku pantas mendapatkan cintamu?”
Viona mengunci pintu kamarnya dan memecahkan cermin, praang...!!
Suara pecahan itu cukup nyaring dan membuat bi Sri terkejut, “Suara apa itu?” Segera bi Sri memeriksa seluruh ruangan untuk memastikan keamanan.
Viona mengambil pecahan cermin yang berserakan dilantai, maafkan aku..
Seeer...
Darah itu mengalir deras dari pergelangan tangannya.
***
Tiba waktunya makan siang, tok tok..
Bi Sri mengetuk pintu kamar Viona, “Non, waktunya makan siang. Nanti keburu dingin makanannya.”
Lama tidak ada respon, “Non..” Bi Sri terus mengetuk pintu kamar Viona, khawatir tak mendapatkan respon segera bi Sri menelfon Tristan dan memintanya untuk segera datang kerumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
💐Tuti Komalasari💐
kasihan Viona 😞
2022-03-26
1
Epi Martini
biarkan sajah wanita ular... dia menuai apa yg dia tanam
2021-08-04
0
MandaNya Boy Arbeto❤️
kasian 😢
2021-04-18
0