Malam minggu, Kanaya sedang disibukkan dengan kencan pertamanya, ia sibuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan.
Setelah selesai memilih pakaian, Kanaya mulai merias wajahnya, sembari menatap cermin Apakah ini benar? Meskipun aku hanya kekasih kontraknya saja tapi apakah ini memang dibenarkan? Kencan berdua seperti ini.
Dilain tempat Lou telah selesai mengatur tempat kencan Kanaya dan Rendra, semua harus berjalan dengan baik tidak boleh ada keslahan sedikitpun.
Kanaya menunggu taxi lewat didepan rumahnya sembari melihat jam di tangan kirinya. “Taxi.. Taman kerinduan ya mang.”
“Beres neng.”
Setelah sampai di taman Kanaya mencari sosok pria yang menjadi kekasihnya itu. Dari kejauhan seorang pria tampan mengangkat tangan dengan ketinggian setengah tangannya dan memaju mundurkan tangannya, “Kemari.”
Kanayapun berlari menuju tempat Rendra.
“Ku kira kau tidak akan kencan ditempat ramai seperti ini.”
“Kanaya, jangan berfikir yang tidak-tidak.”
Mereka berduapun duduk disebuah kursi taman berwarna putih, “Aku haus.” Kanaya sama sekali tidak menggubrisnya karena ia fikir Rendra akan mengajaknya untuk menikmati segelas jus dan semacamnya.
“Kau tidak dengar?”
“Ah, apa? Kalau kau haus beli saja sendiri.”
“Kau ingin melanggar kontrak kita.” Rendra menyenderkan pundaknya di dinding kursi putih itu.
Kanaya menepuk jidatnya sendiri sembari menggeleng Aku pasti sudah gila karena setuju menandatangi kontrak itu.
“Aku haus.” Rendra memegangi lehernya.
“Ya, ya, aku akan membelikanmu minuman.”
“Tidak disini, tapi disebrang jalan sana.” Rendra menunjuk minimarket yang ada di sebrang jalan taman tersebut.
“APA!!!” Kanaya mendengus kesal.
Kencan pertama Kanaya sama sekali tidak berkesan, apanya yang kencan ini malah lebih mirip menjadi pembantu tuan muda itu.
“Lama sekali, aku menyuruhmu membelikan minuman tapi begini saja kau lamban.”
Kanaya mengelus dadanya dan mengehela nafas pelan, “Tuan muda maafkan aku karena telah membuatmu menunggu.”
Rendra menaikkan satu ujung bibirnya dan membentuk setengah senyuman, Kencan denganku tidak akan semudah yang kau bayangkan.
Rendra mendongakkan kepalanya keatas, “Aku lapar.”
“Apa? Kau baru saja menghabiskan tiga bungkus roti kan?”
“Lalu?” Rendra melipat kedua lengannya di depan dada bidangnya itu.
“Baiklah, baiklah, akan kubelikan makanan.”
Kanaya mencari makanan kesana kemari tapi tak kunjung menemukan makanan. Krucuk krucuk kampung tengah Kanaya mulai berdemo. Ia sibuk mengurusi makan dan minum pacarnya namun Kanaya lupa dengan perutnya sendiri.
“Kencan, kencan apanya yang KENCAAAAAAAAAAANNNNNN!!!!!” Karena emosi tanpa sadar Kanaya berteriak dan membuat orang-orang disekitarnya memperhatikan dirinya.
Setelah berhasil mendapatkan nasi goreng Kanaya segera kembali ketempat Rendra menunggu.
Huh, huh..!! Nafas Kanaya tersengal-sengal.
“Lambat, aku sudah tidak mau makan lagi.”
Setelah susah payah Kanaya mencari makanan dan saat ia kembali membawa makanan dengan mudahnya Rendra berkata seperti itu.
Kanaya segera mengatur nafasnya dengan baik, “KAU!!” Darah di ubun-ubun Kanaya mulai mendidih dan Kanayapun mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan siap membombardir pria gila yang ada di depannya itu.
“Kau saja yang makan, aku sudah tidak lapar.” Rendra memalingkan wajahnya kearah lain.
“Hah?” Sejenak Kanaya terdiam bingung.
“Kalau kau tidak mau makan buang saja makanan itu.” Rendra beranjak berdiri dan mengambil bungkusan makanan itu dan hendak membuangnya.
“Ah tidak! Aku akan memakannya.”
“Bagus.” Sembari menikmati makanan itu Kanaya masih bingung, seolah-olah Rendra tahu jika dirinya belum menyantap makanan sedikitpun. Bola mata Kanaya mendapati pria yang ada di depannya itu sedang memegang smartphone nya dan ‘cekrek’.
“Uhuk.. Uhuk..” Kanaya terkejut setelah mendapati pacarnya itu yang tiba-tiba mengambil foto candid nya.
“Kau tersedak. Minum.” Rendra memberinya botol minuman.
Minum dari botol yang sama? Bukankah ini jauh lebih dari romantis, kyaa~~
“Tidak mau minum?” Rendra mengerutkan kening.
Kanaya mengangguk, “Mau, mau tentu saja aku mau minum.” Buru-buru Kanaya mengambil botol minuman itu.
“Jangan dihabiskan!” Tanpa rasa berdosa Rendra mengatakan hal itu.
“Eh, kok airnya sama sekali tidak keluar?” Kanaya menggoncang-goncangkan botol minuman itu kebawah, “Loh, kok Kosong?”
Dengan kekonyolannya itu membut Rendra tertawa terbahak-bahak dan meninggalkan Kanaya sendirian.
“Idiot!” Rendra terkekeh melihat kekonyolan Kanaya. Emosi Kanaya memuncak ia tak bisa lagi mengukur batas kesabarannya, “ARGH!!!! BRENGSEK KAU RENDRA! AKU AKAN MEMBALASMU SEPULU KALI LIPAT!!!”
Pagipun tiba, Miranda menganjak Kanaya untuk menikmati secangkir kopi di coffe lentera, “Bagaimana kencanmu? Apakah berkesan?”
“Apanya yang berkesan, dia pasti sudah gila.”
Kanaya menceritakan kronologi tak mengenakan itu.
“Hahaha...” Miranda menyeka air matanya, menurutnya kencan mereka berdua sungguh lucu. Terlebih lagi Rendra tak pernah sekalipun memperlakukan kekasihnya yang dulu seperti itu.
“Kenapa tertawa?”
“Ya, soalnya aku belum pernah melihat Rendra seperti itu. Kurasa ini adalah kencan pertama yang mengagumkan untuknya.”
“Apanya yang mengagumkan?”
Jordy dan Rendra memarkinkan mobil di area parkir coffe lentera.
“Kenapa kau juga ada disini.”
“Jordy, apakah aku masih harus menjawab pertanyaan konyolmu itu.”
Dua lelaki tampan itu memasuki coffe dan duduk bersebalahan dengan Kanaya dan Miranda.
“Kalian sudah datang.” Sapa Miranda kepada dua lelaki itu
“Ada perlu apa memanggilku kemari? Aku tidak punya waktu yang cukup untuk meluangkannya meskipun sedikit.” Seperti biasa jawaban Rendra selalu ketus.
--- Berbincang-bincang---
“Hm, liburan? Kenapa tidak.” Rendra langsung menyetujui rencana liburan itu begitu saja.
Miranda dan Jordy sedikit tercengang karena menurut mereka tidak mudah untuk mengajak tuan muda itu berlibur. Sesaat bulu kuduk Kanaya merinding, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Rendra.
Kanaya meneguk minuman terakhirnya itu dan segera berpamitan. “Semuanya aku pergi dulu, hari ini ibuku keluar dari Rumah Sakit jadi aku harus bergegas kesana.”
“Aku akan mengantarmu ke Rumah Sakit.” Rendra bangkit dari duduknya dan menggandeng Kanaya menuju mobil.
Setelah beberapa menit meninggalkan cpffe Rendra menghentikan mobilnya ditengah perjalanan menuju ke Rumah Sakit, “Turun.”
“Hah? Kenapa menyuruhku turun. Kita bahkan belum sampai ke tempat tujuan.”
Dengan tegas Rendra mengulangi kalimatnya, “Turun!”
Kanaya menghela nafas dengan cepat, “OK!” Dengan penuh amarah Kanaya menutup pintu mobil itu dengan sekuat tenaga. BANG!!
Rendra menurunkan Kanaya ditengah jalan dan pergi meninggalkannya begitu saja.
Brrm..Brrm.. Mobil itu nelaju kencang.
“Awas saja kau, aku benar-benar akan membalasmu!”
Setengah jam menyusuri jalan dibawah terik matahari peluh membasahi wajah Kanaya, sesekali Kanaya mengusap wajahnya yang berkeringat. “Awas saja kau, suatu hari nanti aku pasti akan membalasmu. Lihat saja.”
Tiin.. Tiin.. Dari kejauhan terdengar suara motor yang bergerombolan. Suara kenalpot itu membuat bising ditelinga.
GME (Geng Motor Elang) itupun semakin mendekat lambat laun merekapun bertemu dengan Kanaya dan sesekali menggoda wanita malang itu.
“Nona, butuh tumpangan?” Tanya salah seorang anak geng motor itu.
“Swit, swit.” Ada juga yang menggoda Kanaya dengan siulan. Meskipun mendapat godaan seperti itu Kanaya sama sekali tidak takut dan juga tidak menggubris mereka.
“Hey nona cantik kau sudah pacar belum? Bagaimana jika kita menikah? Seorang anggota geng motor yang mengenakan kalung tengkorak, tiga tindikan ditelinga kanan dan lima tindikan ditelinga kiri itu mengajak Kanaya untuk menikah.
Mendapatkan godaan bertubi-tubi seperti itu Kanaya sudah tidak mampu lagi menahan rasa sabarnya.
“Tidak, pergi sana!” Setengah berteriak Kanaya mengusir geng motor itu.
“Uh, judes sekali nanti cepat tua loh.”
“Berisik!”
Hari yang penuh tantangan itu tak akan pernah Kanaya lupakan, akan selalu terimpan di memorinya dengan baik hingga tiba waktunya untuk membalas semua perbuatan Rendra.
Dengan penuh perjuangan akhirnya Kanaya pun sampai juga di rumah sakit. Kanaya berlari menyusuri lorong rumah sakit itu dan sampailah di depan pintu ruangan delima yang bertuliskan nomor 302.
Kanaya menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan pelan lalu membuka pintu ruangan kamar itu.
“Ibu maaf aku terlambaaaat, (terkejut) eh kau? Kenapa bisa disini...?!”
Betapa terkejutnya Kanaya saat melihat Rendra ada dialam ruangan itu. “Sayang, kenapa tidak bilang kalau kau sudah punya pacar? Pacarmu membelikan ibu buah kesukaan ibu loh.”
Kanaya berjalan cepat mendekati ibunya, “Ibu janga tertipu, dia itu licik!”
“Benarkah? Tapi sepertinya tidak hehehe..”
“Ibuuu....” Ibuku bahkan tergila-gila padanya.
Rendra berdehem untuk megalihkan obrolan anak dan ibu itu, “aku datang kemari untuk menjemput ibumu.”
“Tidak perlu, pergi sana. Shuh.. Shuh..”
“Kanaya kau tidak boleh seperti itu. Nak Rendra maafkan putriku ya dia masih kecil.”
Rendra menyipitkan kedua matanya dan menatap tajam ke arah Kanaya. Kanaya membalas tatapan mata itu. Kanayapun menghela nafas pelan, “Baiklah, ayo.”
Kanaya, Hera, dan juga Rendra telah sampai di rumah kontrakan kecil . Begitu sampai dirumah itu Rendra terkejut melihat keadaan yang seperti itu. Bukankah aku sudah memberinya royalti tiga bulan? Kenapa dia tidak menggunkan uang itu untuk membeli sebuah rumah.
“Jangan melamun, turunkan barang-barang ibuku.”
“Kau kira aku kurir, turunkan sendiri. Aku masih ada urusan.”
Setelah mengantar Kanaya dan ibunya dengan selamat Rendra buru-buru menancap gas mobilnya dan melaju kencang menuju Hotel Delux.
Sesampainya di lobi hotel Rendra memasuki lift pribadinya dan menekan tombol 25, hotel itu memiliki 26 lantai. Dimana lantai ke 25 adalah ruangan kerja Rendra dan lantai yang ke 26 adalah ruangan istirahat pribadinya. Baginya lantai ke 26 itu sudah seperti rumah kedua.
Sesampainya diruangan kerja Rendra melepas jas yang ia pakai dan melemparkan jaz itu ke sofa biru yang ada disisi kanannya.
“Lou, keruanganku sekarang juga.” Lima menit kemudian Lou mengetuk pintu dan masuk keruangan CEO.
“Tuan muda memanggil saya?”
“Cari tahu latar belakangnya.” Lou mengambil selembar foto yang ada di atas meja kerja CEO muda itu, “Nona Kanaya? Kenapa fotonya seperti ini?” Lou tertawa dengan suara kecil, meskipun suara tawa itu kecil namun kedua telinga Rendra masih bisa menangkap suara itu.
“Kau mengatakan sesuatu?!”
“Ah, tidak tuan muda. Saya akan menyiapkannya.”
{Lou tertawa melihat foto kanaya saat sedang menyantap nasi goreng dikencan pertama mereka-}
Lou memulai penyelidikannya tak butuh waktu lama semua data-data yang diperlukan telah didapatkannya dengan mudah.
Setelah mendapatkan semua data-data itu Lou segera kembali ke Hotel Delux.
Lou menyerahkan sebuah amplop folio coklat didalam amplop itu berisi data lengkap yang di inginkan Rendra. Rendra pun mulai membuka amplop itu dan mulai membaca data-data itu, “Ini..!?” Rendra terkejut melihat data-data itu “Kau tidak salahkan? Semua data ini real.”
“Benar tuan muda, beberapa waktu yang lalu ibu nona Kanaya mendapatkan perlakuan kekerasan dalam rumah tangga dan mengakibatkannya mendapatkan luka parah di bagian kepala, dan nona Kanaya membutuhkan biaya oprasi yang tidak sedikit.”
“Hm, begitukah. Kau boleh pergi.” Jadi itukah yang sebenarnya? Kau meminta royalti tiga bulanmu di awal waktu kita baru mulai berpacaran. Kenapa tidak berterus terang saja..!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
💐Tuti Komalasari💐
tega amat si Rendra ngerjain Kanaya sampe segitunya 😠
2022-03-26
1
Budi Kustowo
😂😂😂😂😂😂😂😂 Ooooohhh...... Tuhan thor perutku kram....
2021-10-18
0
Har Tini
kasih visual ny thor
2021-07-20
0