🌹VOTE🌹
"Lily, mana dasinya?"
Inilah yang Lily lakukan sekarang, mempersiapkan segala keperluan David ke kantor.
"Warnanya tidak serasi."
"Tapi ini sama dengan kemejanya berwarna hitam."
"Dasinya tidak akan terlihat."
Lily kembali, dia mengambil dasi lain.
"Pasangkan." David menundukan kepalanya supaya sejajar dengan Lily.
"Lebih rendah lagi," pinta Lily.
"Astaga kau pendek."
Lily kaget saat David mengangkat tubuhnya dan mendudukannya di salah satu rak sepatu yang kosong.
"Lakukan."
"Begini?"
"Terbalik."
Lily masih belajar, dia membenarkan kacamatanya guna memperjelas penglihatan. "Seperti ini?"
David tidak melepaskan tatapan matanya dari wajah Lily, dia tidak terlalu cantik dan jauh dari kriteria wanita pemuas David. Tapi entah mengapa dia sangat menarik untuk dilihat.
"Dan satu lagi."
"Apa?" Lily mulai gelisah saat David menempatkan kedua tangannya di pinggang Lily.
"Kecupan."
"Apa?"
"Kau benar-benar tuli."
Lily hanya menunduk, mencoba fokus pada dasi David.
"Jika aku berdehem, kau harus mengecupku. Seperti ini, ehem."
Lily masih terdiam.
"Lakukan."
Malu-malu, Lily mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir David. "Sudah."
"Ehem." Kembali berdehem.
Lily menatap meminta penjelasan. "Aku sudah melakukannya."
"Latihan, ayo lakukan."
Lily melakukannya, membuat David tertawa dalam hati.
"Ehem."
Belum juga Lily menjauhkan wajahnya, dia kembali mengecup bibir David.
"Ehem."
Iblis dalam diri David tertawa, dia menang banyak. "Ehem."
"Sudah….," Ucap Lily pada akhirnya, dia mendorong dada David.
"Satu kali lagi, ehem."
Lily menarik napas sebelum melakukannya lagi, ada rasa malu, gugup sekaligus takut dalam dirinya.
"Ambilkan jam tangan."
Saat turun dari rak, Lily memungut handuk bekas David. Dia memilih salah satu jam di sana. "Yang ini?"
"Berikan itu."
"Aku ingin makan siang, antar ke sana bersama Holland."
"Baik."
"Aku tidak ingin menu yang tertulis untuk pertama kalinya, buat makanan andalanmu dan antarkan."
Lily mengangguk paham.
"Ayo sarapan."
Lily mengikuti dari belakang, menaiki lift kaca yang selalu membuat Lily jantungan.
Di sana Oma sudah menunggu. "Lily, Oma sudah membelikan baju senam untukmu, nanti kita akan melakukannya bersama."
"Baik, Oma."
"Selamat pagi, Oma," sapa David yang diabaikan.
"Selamat pagi, David, kau sangat tampan dan pintar."
Kening David berkerut, tidak biasanya Oma memujinya. "Ada apa ini, Oma?"
"Oh, jika kau ingin lebih banyak pujian, segera hamili istrimu dan berikan cicit untuk Oma."
David terkekeh. "Kau mendengarnya, Lily?"
Wajah Lily merah padam akibat malu.
"Ayolah jangan malu-malu, Oma juga akan memasang peredam suara agar kalian bisa bebas."
"Berheti bicara saat makan, Oma, kau bisa tersedak dan mati lebih cepat."
"Dasar cucu kurang ajar!"
David tertawa, sarapan mewah kembali didapatkan Lily. Dia merasa berada di kurungan emas, mendapatkan segalanya tapi tidak bebas.
Saat sarapan berakhir, Lily mengantarkan David sampai di pintu sesuai permintaan pria itu.
"Ehem."
Lily yang melamun kaget, tangannya yang bergetar merangkup pipi David kemudian menciumnya.
"Bersikaplah senormal mungkin, kau seperti robot."
Setelah David pergi, Lily berbalik. Dia terkejut melihat Oma yang ketahuan mengintip di sana, Oma mengacungkan jempolnya untuk Lily.
🌹🌹🌹
"Oma, Lily tidak bisa memakai baju ini."
"Kenapa?"
Lily terlihat ragu menjawab, apalagi saat Oma menatapnya tajam. Membuat Oma mendekat dan menguap punggungnya. "Kau cantik, sudah ayo ikuti Oma ke ruangan senam."
Pakain yang Lily kenakan sangat minim, memakai g-string dengan kaos yang terbuka juga celana pendek.
"Lily cepat!"
"Iya, Oma."
Terlihat di ruangan yang dipenuhi kaca itu, Oma sedang menyisir rambut pendeknya yang berwarna putih. Walaupun sudah tua, Oma terlihat sehat dan bugar.
"Setelah senam kita akan berenang."
"Lily harus memasak untuk David, Oma."
"Oh iya." Oma menepuk jidat. "Setiap sore Oma selalu bersepeda di halaman belakang."
"Lily bisa menemani."
"Bagus. Mete! Dimana kau?!" Oma memanggil instruktur senamnya.
Tidak lama kemudian, datang seorang pria dengan berlagak layaknya perempuan. "Holaaaaaaa…… kalian menunggu? Oh, inikah menantumu, Nyonya Besar? Hallo, aku Mete dengan nama kepanjangan Meteorelina Abrakarana Princessa."
Lily menyalami dengan senyuman kaku. "Lily."
"Nama yang simple sekali ya… hahaha…."
"Berhenti tertawa." Oma menghentikan. "Dia berteriak kesakitan saat bersama suaminya di malam hari, adakah cara?"
"Oh… Astaga…. Apakah masih sakit?"
"Berhenti menggodanya kau, Kacang Mete! Sekarang latih dia agar tidak lagi merasa kesakitan dan cepat hamil."
"Oma.. aku…." Lily menatap Oma dengan wajah memerah, berhenti bicara saat Oma melotot.
"Jangan melawan! Latih dia, Mete."
"Oma, Oma bilang kita akan senam bersama."
"Ya, memang. Aku punya istruktur sendiri, sekarang Mete adalah istrukturmu, sampai kau hamil, melahirkan dan kembali punya anak. Dia yang akan menjaga kesehatanmu."
Lily menatap horror pria berwajah barat yang tersenyum di depannya. Bukan Mete yang menjadi masalah, tapi tujuan Oma melakukan ini.
"Apa yang kau tunggu! Ayo latih dia sebelum aku ubah kau menjadi kacang!"
🌹🌹🌹
Lily yang sudah selesai memasak makan siang mendekati Eta. "Maaf, Eta, bisa tolong katakan pada Holland untuk menungguku di depan."
"Baik, Nyonya."
Lily menyusun makan siang dalam lima kotak yang baru saja dia pesan bersama Oma. Saat ini, Oma masih berenang di belakang. Semua agenda Oma adalah untuk menjaga kesehatannya.
"Nyonya."
Lily berbalik. "Ada apa, Eta?"
"Maaf sebelumnya, Nyonya, tapi anda akan menemui Tuan Muda David, tidakah anda akan mengganti baju terlebih dahulu?"
Lily menatap dirinya sendiri, memakai gaun selutu berwarna kuning dengan tangan panjang. Rambut diikat ke belakang dengan kacamata kotak di wajahnya. "Apakah ada yang salah denganku?"
"Tuan Muda David mempekerjakan Marilyn sebagai penata fashion anda, ingin saya panggilkan dia?"
Lily menatap jam tangannya. "Tidak perlu, ini sudah hampir jam makan siang."
Keluar dari mansion, Lily pintu mobil yang terbuka oleh Holland.
"Selamat siang, Nyonya."
"Selamat siang, Holland. Aku ingin langsung pergi ke kantor David tanpa memutari ibu kota."
"Saya mengerti, Nyonya."
Sampai di kantor dalam waktu dua puluh menit, Lily keluar seorang diri. Dia menunduk saat mendapat tatapan dari orang-orang yang dia lewati, termasuk Megan yang bekerja di belakang mejanya.
Megan pura-pura memasang wajah ramah. "Selamat siang, Nyonya, ada yang bisa saya bantu?"
"Aku ingin menemui David."
"Tuan David sedang menerima tamu, mohon untuk tidak mengganggunya."
"Ah, baiklah."
Lily kebingungan harus menunggu di mana, sementara Megan kembali menatap laptopnya. Dalam hati, Megan tertawa melihat Lily yang berdiri selama hampir lima belas menit.
'Dasar wanita berkacamata! Tubuhnya kecil! Tidak cantik pula! Kenapa Tuan David suka padanya? Dia seperti wanita kampungan, lihat saja bagaimana dia membawa makan siang.'
Dan penderitaan Lily berhenti saat David keluar ruangannya. "Lily? Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku mengantarkan makan siang untukmu."
"Kenapa tidak masuk?"
"Megan bilang kau sedang memiliki tamu."
David terdiam, suaranya yang berat mengatakan, "Masuk ke dalam."
Megan ketakutan saat David menatapnya tajam.
"Siapapun yang ada di dalam ruangan saya, sedang rapat atau tidak, jika istri saya datang, jangan halangi dia untuk masuk, mengerti?"
Megan menelan ludahnya kasar. "Mengerti, Tuan."
**🌹🌹🌹
*TBC***....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
Yuli Chen
udah baca yg ke 3x...masih lucu
2024-02-05
1
IIS
apaan sih.. muak baca komenan orang2 daniah saga muakkk banget sama novel 1 ituhhh iyuhhhh
2023-01-24
1
Yenny Mok
disini yg happy adalah oma. seakan-akan bertambah semangat hidupnya 😆
2023-01-11
1