Lenyapnya Malam Pertama

Setelah seharian sibuk dengan pernikahan, semua orang pun akhirnya terkapar lelah, sekadar beristirahat sejenak menghilangkan penat yang di rasa.

Kiran memasuki kamar bekas di mana Gaara dan Nimi dulu, dia berdiri di dalam kamar itu seraya memandang takjub sekelilingnya.

"Kamarnya indah sekali." gumam Kiran tak henti-hentinya memuji keindahan kamar tersebut, dihiasi bunga mawar dan lilin-lilin. Besarnya seratus kali lebih lebar dari kamarnya.

Kini ia tak lagi tinggal di kamar khusus pembantu melainkan di kamar itu lah ia akan memulai tidur sekamar dengan Gaara.

"Tuan Badai sepertinya sangat mencintai Nona muda Nimi, dia memasang semua foto-foto Nona Nimi di setiap sudut dan dinding." Kiran memperhatikan setiap sudut, semua tembok di hiasi dengan bingkai foto Nimi bersama Gaara yang terlihat mesra.

Semilir angin berhembusan hingga masuk dari jendela, pintu jendela terbuka tutup akibat tiupan angin yang mulai kencang. Hingga horden pun ikut berterbangan. Lilin-lilin itu pun hampir padam.

Kiran berlari ke arah jendela untuk segera menutupnya.

"Anginnya kencang sekali." Kiran mengunci jendela itu lalu mendekati lilin-lilin yang terpasang di setiap sudut.

"Permisi, Nona muda." ucap seorang pria seperempat abad memasuki kamar serta membawa koper.

"Pak Su." saut Kiran seraya melangkah menghampiri pak Su, kepala pelayan di rumah itu.

"Ini semua barang-barang Nona muda, saya akan menyusunnya ke lemari baru anda."

Kiran merasa malu saat dipanggil dengan nama nona muda, tiba-tiba Pak Su menyebutnya seperti itu.

"Pak Su enggak perlu panggil saya Nona muda, panggil seperti biasa saja."

"Siapapun yang sudah menjadi anggota keluarga Anugerah, maka kami diwajibkan untuk memanggilnya Nona ataupun Tuan. Anda mengertikan, Nona muda?" pak Su menunduk kepala untuk bukti hormatnya kepada Kiran.

...Ya ampun, aku merasa segan deh....

Kiran menyengir kuda sambil mengelus tengkuknya.

"Taruh saja di sini Pak, nanti biar saya saja yang menyusunnya. Anda istirahat saja." Kiran menggeret kopernya menjauh dari pak Su.

"Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu. Jika butuh sesuatu katakan saja pada saya ataupun kepada yang lainnya." ungkap pak Su sambil undur diri.

"Terimakasih Pak."

Setelah melihat kepergian pak Su, Kiran buru-buru menutup pintu itu. Namun ketika handak di tutup, sosok Gaara mendadak muncul di hadapannya hingga mereka berpapasan di ambang pintu.

"Tu—Tuan Badai, em maksudku Tuan muda." Kiran tergugup ketika dipandang tajam oleh Gaara.

Gaara memasang wajah datar lalu melangkah melewati Kiran, dia menyelonong masuk tanpa memperdulikan gadis yang sudah menjadi istrinya itu.

Kiran pun menutup pintunya.

Ffiuuhh. Gaara menghembus nafas berat, dia membelakangi Kiran yang tengah berdiri di belakang memperhatikan punggungnya.

Gaara melepaskan jas yang membuatnya gerah seharian.

...Ya Tuhan, tubuhnya kekar banget. Dia makhluk Tuhan yang sempurna....

Kiran tak henti-hentinya memandangi punggung Gaara, pria itu hanya mengenakan kemeja putih polos. Namun begitu bisa menampakkan tubuh indahnya.

Kiran langsung menunduk ketika Gaara membalik badan menatapnya,

Gaara menggulung tangan kemeja sembari menghampiri Kiran yang tengah salah tingkah.

...Tuan Badai menghampiriku....

Kiran pura-pura sibuk, dia ingin segera menghampiri kopernya namun tangannya dicekal oleh Gaara.

"Mau ke mana kamu?" tanya Gaara, tangannya sudah mencekal tangan dan dagu Kiran.

"Sa— saya mau ke situ." jawab Kiran dengan gugup sambil menunjuk ke arah sofa.

Tubuhnya terasa nyaman dalam dekapan Gaara, tapi dia sedikit ketakutan.

"Apa kamu bahagia?" bisik Gaara.

Kiran merasa merinding ketika dibisikkan oleh Gaara, suaranya terdengar seram.

"Hm." Kiran hanya bisa tergugup bingung mau menjawab apa.

"Jawablah istriku sayang." Gaara menjangkau pandangan mereka, tangannya yang mencekal tangan Kiran beralih ke lehernya.

"I— itu."

"Kamu mau mengatakan apa? Istriku sayang." suara lembut itu membuat hati Kiran terasa tenang, pria itu mengelus-elus lehernya.

"Kenapa diam terus? Kamu tidak menjawabnya, apa kamu malu?" Gaara menyeringai menimbulkan senyuman menyeramkan.

Kiran menunduk tak kuasa menatap wajah tampan Gaara, pria itu tak lepas memandanginya sehingga ia merinding.

"Puas? Apakah kamu puas sudah mendapatkan apa yang kamu mau? Kamu bahagia kan? Karena apa yang kamu inginkan sudah kamu dapatkan." Gaara berbisik lagi.

"Maksudnya?" Kiran kebingungan, pria itu tampak marah padanya namun dia tak berhenti melepaskan Kiran dari dekapannya.

"Kamu menikah denganku hanya karena harta kan! Kamu mengincar kekayaan keluargaku, kamu menghasut Kakekku agar menikahkan kamu denganku! Iya kan?!"

"Tidak Tuan." Kiran mundur ketakutan saat dia sudah dilepaskan oleh Gaara.

"Hah." Gaara terbahak menyunggingkan senyuman, dia melangkah perlahan kembali mendekati Kiran.

"Kamu pikir aku bodoh? Kamu adalah wanita licik."

... Aku takut sekali....

Kiran mundur perlahan hingga sampai pada batasnya, dia tersandar di tembok.

"Kamu." Gaara menempelkan kedua telapak tangannya ke tembok kemudian mengunci Kiran di sisinya, dia kembali menatap wajah Kiran.

"Obat apa yang kamu campurkan ke dalam minuman Kakek saat kamu membuatkannya teh? Kamu sudah mencuci otaknya."

"Tidak." di balik kacamata itu, air mata sudah berlinang di mata Kiran.

"Kamu bisa mendapatkan statusmu sebagai istriku, tapi tidak dengan cintaku. Aku gak akan membiarkanmu untuk menguasai harta keluargaku."

Hati Kiran terasa tersayat mendengar tudingan itu, semua anggota keluarga Anugerah menuduhnya seperti itu. Bahkan para pembantu lain pun berpikir sedemikan tentangnya.

"Jangan pernah berpikir aku akan menyentuhmu, cih. Aku sangat jijik denganmu." kata-kata itu sontak membuat Kiran merasa tertampar.

...Apa aku sekotor itu di mata semua orang?...

Air mata mulai berlinang membasahi pipinya, kacamatanya mulai basah.

Krek. Gaara merobek tangan gaun yang dikenakan Kiran hingga menampakkan bahunya yang putih mulus, Kiran sempat berteriak takut.

"Lihatlah." Gaara menunjuk bahu Kiran. "Aku bahkan enggak tertarik sedikitpun dengan kulitmu ini, aku sama sekali tidak tergiur dengan tubuhmu. Justru aku jijik melihatnya." Gaara mengelus bahu dan tangan Kiran.

Hiks hiks. Kiran menangis berusaha menutupi tubuhnya yang terbuka, dia merasa sangat malu.

Lalu Gaara mengangkat dagu Kiran memaksa untuk menatapnya. "Kenapa kamu menangis sayang? Jangan menangis, tersenyumlah." Gaara tersenyum seperti seorang pisikopat yang sedang menyakiti mangsanya.

"Kamu." Gaara kembali memegang leher Kiran seolah handak mencekiknya.

"Tolong jangan sakiti saya Tuan." Kiran menangis sembari memegang tangan Gaara, berharap agar pria itu tidak mencekiknya.

"Xixixi." Gaara terkekeh sambil melepaskan tangannya dari leher Kiran, dia menunduk menikmati rasa takut dan tangisan dari Kiran.

"Shhhtt ... sayang, jangan menangis ya. Tenanglah, aku gak bakalan menyakitimu. Mana ada seorang suami yang tega menyakiti istrinya, maafkan aku ya." Gaara menghapus air mata yang bercucuran ke pipi Kiran. Dia melepaskan kacamata gadis itu lalu membuangnya ke lantai dengan kasar.

Plak!

Akh. Kiran mengerang kesakitan sembari memegang pipinya yang terasa perih akibat tamparan dari Gaara, pria itu terlihat senang melakukannya.

"Sakit ya? Kasian, maafkan aku." Gaara tersenyum merasa tak bersalah, dia mengelus pipi Kiran.

Tubuh Kiran terasa sangat lemas, badannya merosot ke bawah hingga dia terduduk di lantai yang dingin itu.

❤️❤️❤️

Berikan cinta kalian untuk author dengan menekan like, vote n komen ya. Calangeyo ❤️

Terpopuler

Comments

Ning Wati

Ning Wati

hi

2022-03-29

0

Surti Jubeedah

Surti Jubeedah

Garaa terlali banjingan, biadab !!!
Apa emang karakter Garaa gakda baik²nya ya thor ???

2021-01-04

1

Whya Fajria

Whya Fajria

Kasian kiran disini dia korban loh

2020-12-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!