Jangan lupa Rate-nya
Hari Senin, hari yang paling tidak di sukai Kanaya, karena di hari Senin harus bangun pagi, dan upacara bendera.
Lagu Indonesia raya, merupakan lagu kebangsaan Indonesia, bendera merah putih merupakan lambang negara Indonesia.
Di sekolah SMA Negeri Surakarta, suasananya sangat ramai, karena hari ini merupakan hari Senin siswa-siswi sudah berkumpul di halaman depan untuk melaksanakan upacara bendera.
Termasuk Kanaya juga mengikuti upacara, walaupun berjalan tidak semangat, tetapi Kanaya ikut mengikuti jalannya upacara di sekolahnya yang di adakan setiap hari Senin atau hari besar lainnya.
"Kanaya, tunggu!" Teriak kedua sahabatnya, yang sedikit berlari untuk menyamai langkah kaki Kanaya.
Mendengar teriakan kedua sahabatnya, Kanaya berhenti sebentar untuk menoleh ke belakang, dan melihat sahabatnya yang nampak ngos-ngosan.
"Kenapa, kalian mengikuti ku?" tanya Kanaya yang mengedihkan bahunya.
"Ikut upacara lah, masak ikut ke kamar mandi." Celetuk Maldifa.
"Betul kata Difa." Ucap Andina yang ikut menimpali kedua sahabatnya, yang sedikit ada ketegangan
Akhirnya Mereka bertiga berjalan saling bergandengan tangan, menuju tempat upacara bendera di laksanakan.
Mereka menempati barisannya masing-masing, yang sudah akan di mulai upacaranya. Kali ini Kanaya bertugas membawa baki bendera, dan Maldifa sebagai pembawa acara, Andina sebagai pembaca UUD 45.
Setelah melewati serangkaian upacara bendera hari Senin telah usai, mereka kembali ke dalam kelas, mulai mengikuti pelajaran jam berikutnya.
"Alhamdulillah lancar." Ucap ketiganya dengan serempak, dan rasa syukur kehadirat-Nya.
"PR mu kamu gimana? udah di kerjakan belum, Dif?" tanya Kanaya sedikit melirik ke buku Maldifa.
"Udah dong, Maldifa gitu!" Decak Maldifa membanggakan dirinya sendiri.
"Kalau Kamu gimana, Din?" tanya Kanaya.
"Udah juga dong." Ucap Andina tersenyum lebar.
"Kamu, Nay?" tanya kedua sahabatnya bersamaan.
"Belum nich! pinjam dong!" Tutur Kanaya dengan senyum misteriusnya.
"Ogah! salah sendiri nggak mengerjakan!" Jawab kedua sahabatnya dengan menyembunyikan bukunya.
"Katanya sahabat! kok kamu berdua begitu!" Tutur Kanaya yang sudah mengerucut bibirnya.
"Habisnya ka...."
Belum menyelesaikan ucapannya seorang guru Matematika sudah memasuki ruang kelasnya, yang tadi begitu ramai tiba-tiba terdiam sejenak.
"Selamat pagi Anak-anak..." Sapu Bu Hesti guru Matematika.
"Pagi, Buk." Jawab semua murid dengan serempak.
"Keluarkan bukunya, dan kumpulkan PR nya di meja depan." Tutur Bu Hesti sedikit tegas, tetapi sangat humoris.
"Kerjakan halaman 25, kumpulan sekarang! Ibu tunggu 30 menit dari sekarang!" titah Bu Hesti.
"Baik Buk." Jawab serempak murid-muridnya yang sedikit lesu.
"Nay, Kamu gimana kalau di hukum?" tanya Maldifa, Andina dengan berbisik, dan menggoyangkan lengan Kanaya.
"Di hukum ya dijalanin, siapa takut!" Ucap Kanaya tanpa ada rasa takut sama sekali.
"Kan kita kasihan ma kamu, Nay." Tutur keduanya.
"Nay, nggak apa-apa! mukanya kondisikan, Buk!" Sahut Kanaya malah cengengesan.
"Kita kan sayang kamu, Nay." Kata keduanya.
"Maldifa Andina Kanaya! Tugas yang ibu suruh kerjakan udah selesai belum?" Tanya Bu Hesti mengabsen satu persatu namanya.
"Belum Buk!" Jawab ketiganya secara bersamaan.
"Bukannya mengerjakan malah berisik dari tadi, Ibu perhatikan!" Tutur Buk Hesti sedikit kesal, karena muridnya berbicara sendiri dengan tugas yang belum selesai.
Mereka bertiga memilih diam, dan mulai mengerjakan tugas yang di berikan gurunya barusan, karena mereka bertiga tidak mau kalau sampai di hukum.
Dari jauh Buk Hesti memperhatikan murid-muridnya sembari mengoreksi PR yang di kumpulkan.
Senyum Buk Hesti langsung terbit melihat hasil kerja kerasnya Kanaya, Kanaya bisa di banggakan selalu mendapat nilai 100, dan tidak pernah mengecewakan pihak sekolah. Setiap kali ikut lomba Kanaya selalu pulang membawa piala, dan sertifikat.
"Kanaya..." panggil Buk Hesti.
"Saya Buk." Jawab Kanaya dengan mengacungkan jari telunjuknya.
"Ibu bangga sama kamu, Kanaya." Tutur Buk Hesti dengan senyum mengembang, melihat anak didiknya mendapat nilai sempurna.
"Tepuk tangan untuk Kanaya!" Ucap Buk Hesti.
"Kamu bisa dibanggakan, Nay."
"Jawaban kamu benar semua."
Mendengar suaranya Buk Hesti, kedua sahabatnya di buat melongo dengan pujiannya kepada Kanaya.
"Bukankah tidak mengerjakan PR nya?" tanya Maldifa ke Andina.
"Nggak tahu!" Jawab Andina dengan mengedihkan bahunya.
"Kring....kring..
Horreeee.....
Bel istirahat telah berbunyi, semua siswa-siswi merapikan bukunya, dan di masukkan ke dalam tasnya.
"Pertemuan kali ini! Ibu akhiri Selamat istirahat!" Tutur Buk Hesti meninggalkan kelasnya.
"Nay, kamu hutang penjelasan dengan kita-kita." Todong kedua sahabatnya.
"Udah ah! istirahat yuk Kanaya laper." Sahut Kanaya yang tidak mau membahas soal PR kemarin.
Di London
Tama membolak-balikkan kertas yang ada di genggamannya, karena ingin melihat laporan keuangan, dan kinerja para karyawan selama di tinggal ke Indonesia.
Tidak ada yang geser kalau soal keuangan, cuma kinerja karyawannya menurun akhir-akhir ini, membuat investor nya sedikit komplain karena tidak tepat waktu dalam mensuplay barang-barangnya.
Ada yang investor sampai menarik sahamnya, karena telat dalam pengiriman barang. Tama memutar otaknya untuk menentukan langkah selanjutnya, apa saja yang harus di ambilnya untuk menyelesaikan komplainnya para investor.
"Reksa..." panggil Tama.
"Iya Pak! ada yang bisa di bantu?" tanya Reksa yang sudah duduk di depan Tama.
"Siapkan rapat untuk besok pagi." Tutur Tama sedikit tegas, yang masih fokus membolak-balikkan dokumennya.
"Siap Pak! saya laksanakan!" Jawab Reksa berniat meninggalkan ruangan Tama selaku atasannya.
Tama bangkit dari duduknya, dan melihat pemandangan kota London dari ruangannya, nampak indah di lihat, dan di pandangi.
Tama memasukkan kedua tangannya ke saku celananya, dan menerawang jauh masa lalunya, yang sempat Tama kadang-kadang untuk menikah dengan kekasihnya
Kota London meninggalkan banyak Kisah yang tertinggal di kota ini, kota yang membuat Tama terpuruk karena kekasihnya bermain api dengan rivalnya di perusahaan.
Dulu Tama sangat mencintai kekasihnya, sampai apa-apa yang di minta kekasihnya selalu Tama berikan untuknya.
Bahkan kartu kredit Tama berikan, karena Tama sangat mencintai kekasihnya melebihi uangnya yang tidak akan habis untuk membahagiakannya.
Kini semua tinggal kenangan, Tama berusaha untuk bangkit dari keterpurukan, dan Tama ingin membuktikan bahwa Tama bisa bahagia, dan sukses tanpa dia yang pernah mengkhianati ku.
Di kota London ini Tama kembali bikin untuk dia, tetapi demi para karyawannya yang menggantungkan hidupnya di perusahaan ini. Tama menekan egonya , karena perusahaan lebih penting daripada masa lalu.
Disinilah Tama berdiri untuk membuktikan kepada seseorang yang dulu pernah mengkhianatinya, bisa berdiri tegak membangun perusahaan menjadi lebih baik lagi.
Tama berharap kehidupan masa lalunya, bukan tempat untuk menghentikan langkahnya untuk jadi yang terbaik, karena Tama ingin menikah, dan punya seorang kekasih yang mau menemaninya hingga tangga kesuksesan.
Jangan lupa votenya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
kaeyyylie_01
hh
2022-05-08
0
Kemilau Senja
ceritanya sebenarnya bgus...cuma ada beberapa kalimat yg susah dipahami...
jadi hrus menerka2 sendiri...ini nyambungnya gmna...gtu...
lebih teliti lgi yaa...thor
2021-11-06
4
Eni Sekar Rengganiaty
lanjut lagi kak
2021-06-28
1