Aku berbalik menghadap Rian, ternyata ini yang di maksud Rian untuk tidak menemui Alfy.
Rian benar, seharusnya aku tidak menemui Alfy hari ini.
Alfy sangat mengecewakan. Saat aku sedang sakit Alfy tidak menjenguk atau menjaga. Setelah apulang dari rumah sakit, dia malah menyambutku dengan pelukan hangat di tubuh Yunna. Penyambutan macam apa ini?
Adegan ini, kenapa aku harus menyaksikan adegan ini di kantornya. Ini kantor. Bagaimana kalau kariyawannya yang melihat bos besarnya sedang berpelukan dengan wanita yang bukan istrinya? Dia akan malu dan aku juga akan malu.
Itu hanya pelukan, tapi kenapa aku merasa sehancur ini? Sekarang kepalaku pening, kenapa Alfy sangat berpengaruh untuk tubuhku?
'Kendalikan dirimu Maria!' Benar, aku harus mengendalikan diriku. Kalau tidak, hari ini Alfy yang akan menemukan aku terkapar lemah di depan pintu ruangannya.
"Maria kamu tidak apa-apa?" Rian memperlihatkan wajah khawatirnya, aku benci melihat mata Rian yang mengisyaratkan ke kasihanan.
"Jangan beri tahu Alfy kalau aku datang" ujarku dan langsung beranjak pergi dari hadapan Rian.
Rian memanggil namaku, tapi aku tidak mempersulikannya.
'Akh ... kanapa air mata ini turun?' Tanyaku dalam hati sambil mengusap bekas air mata di pipiku. Sekarang jam makan siang, bisa di pasatikan lift penuh dengan kariyawan yang akan makan siang.
Aku tidak peduli dengan rasa tidak pantas menaiki lift, karena akan sangat memalukan jika kariyawan melihat mataku membengkak, padahal aku datang dengan senyuman yang sangat lebar.
'Ting
Lift VIP terbuka memperlihatkan isi dalamnya dan aku masuk kedalamnya. Tidak banyak perbedaan dengan lift kariayawan, hanya saja ada TV di lift yang mempilkan berita luar negeri.
Mungkin yang naik lift ini tidak memiliki waktu untuk menonton berita, jadi waktu di dalam lift di gunakan untuk melihat berita.
'Ting
Lift terbuka, terlihat para kariwayan yang sedang mengantri memasuki lift. Untung liftnya berlawanan arah jadi kariyawan tidak akan melihatku. Ku langkahkan kakiku dengan sangat cepat dan berusaha untuk jala selebar - lebarnya.
Oh My God, di mana tasku? Apa ada jambret di dalam kantor? Sepertinya, tidak mungkin.
Atau ketinggalan di mobil Yogi? Tidak juga, aku memegangnya saat memasuki kanor.
Ke tinggalan di depan ruangan Alfy? Apa aku menjatuhkannya di sana? Aakh... dasar wanita bodoh.
Aku ingin tasku kembali, tapi aku tidak ingin masuk lagi ke kantor Alfy. Semua ada di tas itu. Masa bodo, aku tidak akan masuk lagi titik tidak pake koma. Lalu bagaimana aku bisa pulang?.
Ku rogoh saku celanaku dan gotcha! Aku dapat uang Rp.5000. Padahal di dompetku banyak Rp.100.000an tapi kenapa hanya Rp.5000 yang nyelip di celana. Hari yang sial, sial,dan sial.
Akhirnya dengan terpaksa aku berjalan kaki. Saat kakiku sudah sakit, baru aku akan mencari kendaraan umum.
5 menit aku bejalan menyusuri jalan, kakiku belum juga sakit. Tapi mobil hitam mendekatiku dan berhenti.
Mobil siapa ini? Mobil Alfy, bukan karena aku tidak pernal melihat mobil yang satu ini ada di dalam garasinya. Mobil Yogi, bukan juga karena tadi Yogi bukan naik mobil ini.
Jendela hitamnya terbuka, memperlihatkan seseorang yang berada di dalam mobil.
"Maria. Kamu kok jalan? Di mana mabil kamu? Alfy mana? Dia enggak anterin kamu?" Papi?
Aku baru tahu papi memiliki mobil seperti ini. Tapi, bagaimana papi bisa berada di dekat sini, sedangkan kantor papih berlawanan arah dengan kantor Alfy.
Papi keluar dari mobil berjalan mendekatiku.
'Papi memang penyelamatku.' ujarku dalam hati. Aku langsung memeluk papi, setidaknya aku masih bisa memeluk penyelamatku.
Air mata yang sejak tadiku pendam, sekarang keluar begitu saja dengan mudahnya. Rasa sakit di hatiku sedikit berkurang dengan keberadaanya papih.
'Papi tahu? saat ini aku sedang merasakan sakit yang berlebih, aku merasa sedang over dosis.' Aku bicara dalam hati, seolah papih akan mengetahui apa yang aku bicarakan dalam hati.
"Ada apa, sayang?" Papi menguraikan pelukanku. Dari dulu papih memang tidak tahu situasi, dimana dia harus berhenti bertanya. Saat ini aku hanya butuh pelukan, bukan pertanyaan.
"Kenapa kamu nangis, sayang?" Papih menggerakan tangannya menghapus bekas air mataku. Aku melihat ke arah mata papi yang natapki khawatir.
"Apa Alfy yang buat kamu nangis?" Lanjut papi sambil memegang pundakku.
Aku mengangguk, menjawab pertanyaan papi.
Sebenarnya aku tahu, kalau aku meladeni pertanyaan papi, akan ada pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Papi mengeraskan rahang kokohnya, terlihat jelas di wajah papi yang menahan emosinya yang memuncak. Mamih benar! Papi sangat mencintaiku, papi sangat menyayangiku.
"Apa dia kasar sama kamu? Dia suka bentak kamu? Atau dia selingkuh?" Pertanyaan berikutnya.
'Bukan hanya berselingkuh. Dia bahkan sudah meninggalkanku demi selingkuhannya.' jawabku dalam hati. Kenapa dalam hati? Karena, kalau aku mengatakan yang sebenarnya, aku meyakini bahwa hari ini terakir Alfy melihat indahnya dunia.
Lagi pula aku akan memeberikan Alfy, kesempatan ke dua. Walaupun aku yakin Alfy tidak membutuhkan kesempatan ke dua yang ku berikan.
Aku mengeleng "Enggak pi... dia hanya sedang sibuk dengan pekerjaanya. Tapi kenapa papih bisa ada di sini?" Tanyaku, mencoba untuk mengalihakan pembicaraan. Sepertinya papih tidak curiga dan percaya dengan jawabannku.
"Tadinya, papi mau ke kantor Alfy" jawab papih singkat.
Sebenarnya papi adalah orang tidak banyak bicara, hanya saja kalau papih sudah banyak bicara rasanya seperti orang yang berbeda.
"Ayo masuk, papi antar ke rumah kamu" ajak papi. Aku menyetujui ajakan papi, lalu masuk kedalam mobil papi. Untung saja ada papi, jika tidak belum aku sampai di rumah, betisku sudah meledak.
Papi memang sangat ajaib. Di saat aku membutuhkan bantuan, papih yang selalu berada di berisan paling depan untuk menolongku. Mungkin ini yang dinamakan 'Ayah dan anaknya memiliki ikatan batin' ^_^
●°●
"Bu Mia ... boleh aku membantu bu Mia memasak untuk makan malam?" Tanyaku pada bu Mia. Malam ini, aku mau Alfy makan malam buatanku juga.
Bu Mia mengangguk antusias. Aku ingin sekali bisa memasak. Aku menyesal, kanapa dulu aku tidak ikut kursus memasak. Tapi percuma aku menyesal, karena semuanya sudah terlanjur.
Bu Mia mengarahkan bagaimana cara mengupas dan memotong wortel yang benar, bagaimana memotong daging dengan tipis, bagaimana cara membuat sayur soup.
Ternyata memasak tidak sesusah ujian menjadi model. Hanya saja, harus berhati - hati saat menggoreng sesuatu. Sebab takut minyaknya terciprat dan membakar kulit.
Malam ini aku dan bu Mia memasak sayur soup ayam di temani dengan ayam goreng. Menu yang simple tapi cukup untuk mengganjal perut hingga pagi.
Saat ini aku sedang duduk di meja makan sambil menunggu Alfy pulang kantor. Aku tidak yakin Alfy akan pulang cepat, apa lagi ada Yunna yang menemaninya bekerja.
Suara sepatu yang bertabrakan dengan lantai, membuatku berdiri dan beejalan mendekati pamilik sepatu itu. Yeah, itu Alfy. Dia pulang seperti biasanya jam 20:30.
"Alfy aku sudah menyiapkan makan malam, untukmu. Kamu ingin makan malam bersama kan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Hzuella
omg....kenapa maria seperti gila harta...dia kn satu2 nya anak papi nya...ada ka maria takut diceraikan dan takut kehilangan harta suaminya selepas diceraikan.....dia x perlukn harta harta suaminya ....author....knp buat karekter maria seperti perempuan paling bodoh dan kehausan kasih sayang.....
2020-08-14
0
Icha Azza
cewe bodoh kesel aku sama karakter maria
2020-07-01
3
INo Kar-kar Kar-kar
lebay
2020-06-16
0