Alfy memasuki rumah besarnya dengan rasa lelah dan peluh yang mengering di seluruh tubuh kekarnya, semua ini karena pekerjaan menumpuk di kantor. Mengingat mamahnya meminta untuk makan bersama, pekerjaan 3 hari yang tertinggal di selesaikan dengan sangat cepat sampai melewati makan siangnya.
Tapi hanya dengan mengingat tiga hari yang telah di lalui bersama kekasihnya, Yunna. Semua rasa lelanya hilang tak tersisa. Alfy merasa Yunna bisa merawat dan memperhatikannya lebih baik di bandingkan dengan istrinya.
Dia tidak pernah menganggap dirinya berselingkuh karena menurut Alfy, seseorang bisa di katakan selingkuh saat pasangannya tidak tahu dia memiliki kekasih yang lain.
Tapi pada kenyataannya, Alfy mempunyai kekasih dan Maria tahu tentang kekasihnya itu. Jadi dia tidak berselingkuh, sebab Maria mengetahuinya.
Kalau saja mamahnya tidak mengajaknya untuk makan malam bersama. Saat ini Alfy masih ada di kantor dengan berkas dan dokumen yang bertebaran di ruangannya. Bukan di rumah yang sudah pasti akan bertemu dengan Maria, wanita paling di hindarinya.
"Kamu sudah pulang? Sinih aku bantuin, bawa tasnya." Maria muncul dengan senyuman lebar di bibirnya, mengambil alih tas kantor yang di bawa suaminya.
Alfy hanya membiarkan apa yang ingin di lakukan istrinya, karena kalau dia membalas ucapan istrinya akan berdampak buruk bagi moodnya sore ini. Alfy memang lebih memilih diam dari pada meladeni istrinya, jadi salahkan Alfy kalau istrinya justru menaruh harapan dengan sikap diamnya Alfy.
Jauh di lubuk hati Alfy yang paling dalam, dia ingin sekali mengutuk Maria dengan kata-kata kasarnya. Alfy tidak suka melihat Maria berprilaku seolah istri yang baik
Senyum di wajah Maria semakin berkembang saat Alfy tidak menolak bantuannya. Maria tahu bahwa Alfy pasti sangat lelah, karena itu dia bersikap manis agar tidak membuat mood Alfy semakin buruk.
Alfy menuruti perkataan mamahnya dengan bukti, Alfy pulang lebih awal dari biasanya dan itu membuat Maria senang. Ajakan makan malam bersama mamah Alfy, secara tidak langsung akan membuat Alfy berada di dekatnya.
Maria akan melakukan apapun, asalkan dia bisa selalu berada di dekat suaminya dan bisa selalu bisa melihat wajah tampannya meskipun hanya beberapa menit dalam 1 hari.
Ya, hanya dengan 1 menit dalam 24 jam melihat wajah Alfy itu sudah sangat cukupnya.
"Kita mau berangkat jam berapa.ke rumah mamah?" Maria tidak akan melewatkan sedikitpun waktunya untuk tidak berbicara dengan suaminya. Mendengar sepatah-dua patah dari Alfy, sudah menjadikan oksigen mahal untuk 1 harinya.
Maria mengejar untuk mensejajarkan suaminya yang berjalan sangat cepet dengan langkah kaki yang bisar, menuju kamarnya.
"Jam 7." blam ... pintu kamar Alfy tertutup tepat di depan wajah Maria. 3 cm lagi saja, pasti hidung Maria sudah memerah karena terpentok pintu kamar Alfy.
Maria menuruni tangga menuju ruang kerjannya Alfy untuk menaruh tas kerja suaminya. Masuk, menaruh tas dan dia memperhatikan setiap sudut ruangan kerja Alfy, tidak ada yang berubah saat pertama dan terakhir dia masuk ke ruangan ini.
Foto wanita itu juga masih ada dengan bingkai yang berbeda. Ada rasa perih yang menyebar ke seluruh badan, melihat foto itu masih ada di meja Alfy.
Di rasa air mata yang menumpuk di matanya akan jatuh, Maria cepat-cepat keluar dari ruang kerja suaminya.
Alfy pasti akan mengganti bingkai lagi, karena bingkainya rusak kalau saat ini Maria masih ada di dalam.
●°●
"Kapan kalian punya anak?" Fian, Papah Alfy memecah keheningan yang ada di meja makan. Mendengar perkataan papahnya Alfy, Maria tersedak makanan di dalam mulutnya sendiri.
Mamah Alfy menyodorkan minum untuk menantunya, sedangkan Alfy hanya diam dengan mata tajam yang menatap ke arah Maria.
Melihat mata tajam yang Alfy berikan, Maria menunduk melihat makanannya.
"Kenapa Maria? Kamu gak mau punya anak?" Mamah Alfy bertanya dengan suara lebut, seolah takut merusak jelly yang rentan.
Maria suka dengan suara lembut mamah Alfy, membuat kenangan bersama mamihnya berputar seperti kaset lama.
Maria selalu ingin dekat dengan mamahnya Alfy, karena dia merasa memiliki seorang ibu yang mencintainya lagi. Ibu yang selalu mengobati dan membantunya dalam ke adaan susah.
"Bukan Maria gak mau punya anak mah. Tapi..." Maria melihat suaminya yang seolah mengisyaratkan agar tidak becara yang macam-macam.
"Maria belum siap punya anak," lanjutnya.
Maria membuat seolah dia tidak menginginkan seorang anak, membuat Fian curiga dengan Maria. Mana ada seorang perempuan yang sudah menikah tidak menginginkan mempunyai seorang anak, ini pasti ada hubungannya dengan Alfy.
Fian tahu ini semua karena Alfy yang masih berhibungan dengan perempuan pilihannya itu. Fian geram melihat kelakuan anak tunggalnya. Maria lebih cocok dan lebih baik untuk Alfy dari pada Yunna, pilihan anaknya itu. Keluarga Maria lebih jelas di banding keluarga Yunna.
"Apa ini ada hubungannya sama kamu, Alfy?"
Tanya Fian lalu memasukan makanan selanjutnya ke mulut.
Alfy melempar pelan sendok dan gerpu ke piring makananya. Menimbukan suara nyaring di ruangan makan, mambuat semua yang ada di sana berhenti makan.
Dia bangkit dari duduknya dan "aku udah selesai makan." Alfy berlalu meninggalkan ruang makan menuju ke taman belakang yang tidak jauh. Maria bangkit ingin mengejar suaminya, tapi mamah menahannya sambil menggelengkan kepala.
Maria mengangguk dan melanjutkan makanan yang belum habis. Dia berencana menemui Alfy setelah makan malam ini selesai.
Makan malamnya sudah habis, Maria meminta izin ke papah dan mamah untuk pergi menemui Alfy. Setelah mamah dan papah Alfy mengizikannya, Maria berjalan menuju taman.
Alfy terduduk di bangku dengan tangan yang memegangi handphonenya agar tetap menempel di telinga kanannya. Alfy sedang menelfon seseorang dan itu membuat Maria penasaran untuk tahu siapa yang di telfon suaminya itu.
Perlahan Maria mendekati Alfy, agar pria itu tidak menyadari keberadaannya.
"Besok aku enggak bisa sayang, pekerjaan numpuk di kantor." sayang? Itu kalimat yang seharusnya Alfy panggil untuk Maria bukan permpuan lain.
"Lusa gimana?" Lanjut Alfy. Setelah pergi dari ruang makan, Alfy lebih memilih menelfon Yunna untuk memperbaik moodnya yang rusak.
"Alfy ... " Alfy terkejut dan langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa, lalu berbalik melihat ke arah Maria yang sudah berdiri di belakangnya, dengan senyum yang terpaksa.
Alfy langusung mematikan telfonnya, berdiri di hadapan Maria.
"Dia Yunna. Aku sangat mencintainya!" ujar Alfy dengan wajah datarnya dan suara pelannya. Maria berusaha agar air matanya tidak jatuh di depan Alfy.
Secara tidak langsung Alfy meroboh tembok pertahanan yang Maria buat untuk menunggu Alfy, menunggu seorang sangat sempurna yang mencintai seorang yang ada di hati pria itu.
Tapi bukan Maria namanya kalau wanita itu dengan mudah rela melepaskan Alfy begitu saja. Maria sudah berjanji apada dirinya untuk mempertahankan apa yang sudah di miliknya saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
wangi
aku tuh selalu lemah dengan kisah novel macam gini....
bikin banjir air mata plus hati yg terasa sakit
emosi dan geregetan yg ga bisa tersalurkan entah sama siapa
ini lebih parah dari drama sinetron ikan terbang Thor....
selamat .... imajinasi Author bikin jatuh se jatuh jatuhnya.....
2021-03-22
1
Michelle Avantica
Alfy laki2 dgn tingkat kebodohan yg akut nih..mana ada org dah jadi pasutri trs salah satunya masih berhubungan dengan perempuan/ laki2 lain dibilang gak selingkuh..lha kalo kek loe itu namanya tetap selingkuh ..situ sehat marwotooo 😏
2020-10-02
0
Valerie D'T
jahat banget
2020-07-06
1