Rene sudah pulang dari 3 jam yang lalu, dan sekarang Maria masih menunggu hasil pemilihan gubernur Jakarta.
Sudah hampir 4 jam Maria duduk di sofa sambil ngemil. 'Kalau setiap hari aku seperti ini, mungkin aku akan jadi seperti sapi betina yang sedang mengandung.'
'Kapan ke putusannya akan di umumkan? Dari tadi aku seperti orang menunggu ikan yang takut di makan kucing garong.'
Ini pertama kalinya Maria diam dan menonton selama 4 jam tanpa jeda. Biasanya ia paling males untuk menonton televisi, karena sinetronnya tidak ada yang bermutu. Paling tidak Maria hanya ingin menonton film luar yang di tayangin di televisi Indoneaia.
'Pokoknya Ali dan Salim harus menang. Kalau tidak, mimpi indah bersama Alfy akan menjadi mimpi buruk. Kalau aku menang aku akan meminta yang iya-iya. Seperti menemaniku belanja, memaksanya masak untukku, dan yang lain akan kupikiran setelah pemngumumannya selesai.'
Maria melirik pintu ruang kerja Alfy sejak pergi masukki ruang kerjanya Alfy belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Bahkan Rene pergi pun, Alfy sama sekali tidak keluar dari ruang kerjannya. Sebenarnya apa yang Alfy lakukan di ruang kerjanya?
Tok..tok...tok...
Maria mengetuk pintu besar terbuat dari kayu pilihan, tapi tidak ada jawaban dari sang pemilik ruangan. Akhirnya dengan keberanian yang dipaksa Maria memilih membuka pintu berwarna putih itu dan mengintip ke arah dalam.
Ternyata Alfy tertidur di kursi kerjanya, senyum Maria mengembang. Perlahan dan berhati-hati, wanita itu berjalan mendekati suaminya yang sedang tertidur.
Selama 3 bulan Maria menikah dengan Alfy ini pertama kalinya Maria masuk kedalam ruang kerja pria itu. Kamar Alfy? Jangankan melihatnya, mengintipnya saja Maria tidak berani.
Alfy tidak suka ada yang keluar masuk kamarnya, kecuali untuk membereskan kamarnya atau untuk mengambil pakaian kotornya. Itu juga kalau Alfy sudah mengijinkannya.
Maria mengangkatnya kursi agar tidak menimbulkan suara, meletakannya di depan meja Alfy. Dagunya berpangku tangan kiri, Maria memperhatikan ketengan di wajah Alfy yang semakin terlihat tampan.
Maria mendapatkan garis kelembuatan yang hany bisa terlihat saat Alfy tertidur. Atau mungkin kelembutan itu hanya bisa di lihat oleh seseorang yang telah mengambil hatinya, saat pria macan jantan ini terbangun.
Wajah jutek yang selalu Maria dapat, seolah wajah Alfy sudah terprogram saat iris matanya mendapati Maria sarafnya bekerja mendatarkan diri.
Godaan mengelus kedua alis tebal Alfy tidak bisa di tolak. Perlahan, jarinta menuju hisung mancungnya. Terimakasih Alfy, Maria akan menggunakan kesempatan ini semaksimal mungkin.
Mata yang terpejam itu, tiba-tiba terbuka saat jari Maria sudah sampai di ujung kiri bibir Alfy. Sontak ia menjaukan tangannya dari wajah Alfy.
Prankk...
Suara kaca pecah. Maria berdiri, melihat ke bawah ada bingkai foto yang sudah pecah kacanya. 'Aku menjatuhkannya? Selamatkan aku Tuhan, bagaimana aku bisa seceroboh itu. Ahh... bodoh.'
Maria mengambil bingkai foto yang jatuh karena ketengelian tangannya. Dan itu adalah foto wanita manis yang sedang memperlihatkan semua gigi putihnya.
'Apa ini kekasihnya? Dia sangat manis. Wajah akupun kalah talak 3 dari wanita ini. Mata hijau ke biruan yang lembut seakan menegaskan bahwa dia adalah orang yang sangat bersahabat. Dia wanita yang sempurna. Pantas saja Alfy sangat mencintainnya.'
Maria tersadar bingkai foto ini berada di depan wajah Alfy.
'apa Alfy meperhatikan foto wajah wanita manis ini sampai tertidur di kursi kerjannya? Apakah sepesial itukah, wanita manis itu dalam hidupnya?'
Maria tersentak saat Alfy mengambil alih bingkai foto yang Maria pegang dan_
Maria mengigut bibirnya menahan teriakan saat sisa kaca di bingkai itu menggores panjang di ibu jari Maria. Darahnya belum keluar tapi perihnya, menusuk.
'Ahh... sakit banget.' keluh Maria dalam hati.
"Siapa yang suruh kamu, masuk ke dalam ruang kerja saya?" Maria tidak berani melihat wajah Alfy yang sedang marah seperti ini. Maria melihat darah yang mulai keluar di tangan kanannya.
Alfy menarik tangan kiri Maria membawa wanita itu keluar dari ruang kerjanya.
"Jangan pernah masuk ke ruang kerja saya! NGERTI?" Alfy meninggikan suaranya dan berlalu pergi meninggalkan Maria yang berdiri di depan pintu ruang kerja Alfy, yang sudah di kunci oleh Alfy.
'Apa dia tidak lihat luka di tanganku? Atau dia melihat tapi tidak perduli?'
'Alfy marah? Ya, aku memang melakuan ke salahan tapi aku tidak sengaja menjatuhkan bingkai foto itu. Dia bisa mengganti bingkainya dengan yang lebih mahal, kenapa dia malah berteriak padaku?'
'Karena dia marah padamu!' Suara balasan dari otak Maria.
'Hai diam!! aku tidak butuh jawabanmu otak.'
Akhh ... Alfy mulai lagi, you must be strong Maria.
__
06:30
Alfy sudah rapih dengan pakaian kerjanya. Maria rasa Alfy selalu memakai jas hitam saat pergi bekerja. Apa Alfy tidak punya warna lain. 'Aku akan membelikannya jas bewarna, nanti. Bahkan aku akan membelikannya dasi bemotif bunga, warna biru.'
Alfy seperti anak SMA saja berangkat dari rumah jam setengah tujuh. Padahal Alfy-kan boss jadi bisa berangkat agak siangan.
"Alfy kamu udah rapih, mau berangkat pagi?"
Pria yang sedang duduk di kursi itu tidak menjawab pertanyaan Matra. Alfy pasti masih marah perihal kemarin, mengahancurkan bingkai foto kekasihnya.
Maria meletakkan sepiring nasi goreng dihadapan suaminya. Pagi ini bu Mia masak nasi goreng dan sekarang Maria sudah tahu resep nasi goreng ala bu Mia.
Sejak Alfy mengeraskan suaranya, secara tidak langsung membuat nafsu makan Maria berkurang.
Alfy bangkit dari duduknya tanpa memakan makanan yang ada di depannya. Maria ikut berdiri dan menyamakan langkah besarnya berjalan mendekati pintu keluar.
"Alfy kamu gak makan?" Maria bertanya sambil mengimbangi langkah Alfy.
"Nanti saya makan di kantor." jawabnya dan langsung masuk ke dalam kursi kemudi di mobilnya.
Hari ini Alfy tidak bersama supir pribadinya. Alfy sudah pasti sangat marah, sampai-sampai tidak mau sarapan di rumah.
Sebuah ide muncul dari otak Maria. Ia akan membawakan makan siang ke kantornya. Sebab Maria tidak yakin suaminya akan sarapan di kantor. Karena Alfy akan malupakan apapun saat dia sedang berkerja. Kecuali ada yang ingatkannya.
Maria mengambil handphone di saku celananya dan searching menu makanan apa yang akan bawakannya untuk makan siang Alfy.
"Bu Mia..!!!" Teriak Maria sambil berjalan mendekati dapur, tapi sudah tidak ada bu Mia. Bu Mia keluar dari pintu kamarnya.
"Ada apa Ria?" Tak lupa senyum yang selalu terukir di wajah bu mia.
Walaupun bukan senyuman Alfy yang Maria dapatkan. Tapi ia sangat bersyukur, karena masih ada beberapa senyuman manis yang bisa membuatnya betah rumah ini.
Senyuman yang mereka berikan seakan memberikan semangat untuk bersabar menunggu Alfy.
"Bu mia aku mau bawa makanan ke kantornya Alfy. Bu mia bisa tolong bantu aku membuat Steak tuna?"
"Bisa Ri, tapi ikan tuna lagi gak ada." jawabnya sambil melihat kedalam lemari pendingin.
"Biar aku yang beli," Maria batal membalikan tubuhnya. "Tapi tempat belinya dimana, bu?"
"Di depan komplek ada super market lengkap. Tapi ibu aja deh yang beli, nanti Ria kecapean lagi." bu mia terkekeh membuat matanya menyipit dan menunjukan guratan guratan kecil di ujung matanya.
"Aku juga mau liat-liat bu. Aku bosan di rumah terus." bu mia mengangguk.
Maria dan bu Mia berpencar di super market. Bu mia mencari mabahan makanan, sedangkan Maria snack untuk menemaninya di rumah.
Semenjak Maria menikah dengan Alfy, Maria belum mengambil job pemotretan. Mala bilang, memang sudah banyak yang mengcalling untuknya. Bukan karena Maria tidak mau, melainkan ia ingin belajar merawat rumah lebih dulu. Sekaligus untuk menarik perhatin Alfy.
Chitato
Qitela
Momogi
Oreo
Lays
Semua yang Maria lihat, ia masukan ke dalam ranjang belanjaannya. Mulai Dari yang sudah pernah ia rasakan sampai yang belum pernah dirasakannya.
Untuk apa Maria harus berhemat saat Maria mempunyai suami yang kaya raya. Toh, semua yang Maria beli akan ia makan, meskipun tidak langsung makan semuanya habis.
"Maria." seseorang menyapa dan memegan bahu Maria. Maria membalikan badannya dan melihat ke arah seseorang yang menyapanya.
"Yogi." Yogi ini adalah sahabat Maria dari SMA. Dia laki-laki yang baik dan setia. Terbukti, Yogi pacaran dengan Windi selama 4 tahun waktu di SMA . Alfy juga tidak kalah tampannya dari Alfy. Bedanya Yogi sedikit lebih pendek dari Alfy dan lebih ramah dari Alfy.
"Udah lama gak ketemu ya?" Wajah tampanya menjadi lebih dewasa dari terakhir Maria melihatnya.
Ini pertama kalinya Maria dan Yogi bertemu setelah ke lulusan SMA. Setah lulus SMA, ia dan Yogi benar-benar lost contact. Jadi Maria maklumi Yogi tidak datang ke pernikahannya. Maria juga tidak yakin kalau Yogi tahu dirinya sudah menikah.
"Iya. Lo ngapain di sini? Belanja? Mana Windi? Lo masih sama Windi?" Tanya Maria berturut turut. Maria juga tahu Yogi bingung akan menjawabnya. Terlihat dari alisnya yang tertaut dan dahinya yang berkerut.
"Oke. Oke. Points from my question. Kamu masih sama Windi?"
"Kita udah putus dari 3 tahun yang lalu. Lagian Windi sudah nikah, lo gak tahu?" Jawabnya
"Sorry! Gue enggak tahu." Maria memajukan sedikit bibirnya. Membuat Yogi terkekeh dan mengacak-ngacak rambut halus Maria.
Mengacak-ngacak rambut Maria adalah salah satu hobi Yogi. Karena hobinya itu tidak jarang orang yang salah sangka atas perlakuanya. Karena munurut mereka, itu terlihat so sweet dan karena itu, saat mau kelulusan Maria dan Yogi mendapat best couple. Padahal mereka bukan pasangan.
"Lo enggak berubah ya, Ri? Masih cerewet kaya dulu. Tapi yang berubah, wajah lo berubah jadi lebih cantik." wajah Maria memanas saat Yogi bilang wajahnya berubah menjadi lebih cantik.
"Wah... muka lo jadi merah. Lucu." Yogi mencubit ke 2 pipi Maria.
Maria memukul pundak Yogi, malah tangannya yang sakit. 'Gila pundaknya Yogi keras gila.' ujar Maria dalam hati. Apa dia selalu ngegim setiap hari, sampai pundaknya keras seperti itu.
"Yogi. Pundak lo keras banget si. Sakit tangan gue mukul lo." Maria mengelus tangannya. Yogi menarik tangan Maria dan menaruh di pundaknya.
"Lagian, harusnya pundak gue itu lo elus, bukan di pikul." kata Yogi sambil menuntun tangan Maria untuk mengelus pundak pria itu. Maria tarik tangannya dari pundak Yogi.
Andai saja tuhan berbaik hati dengan mempertemukan Maria dengan Yogi lebih dulu, sebelum Yogi berpacaraan dengan Windi. Mungkin Maria akan mudahnya jatuh cinta pada Yogi.
Yogi melihat ke arah ranjang belanjaan Maria. Matanya terbelelak kaget melihat ranjang Maria penuh dengan snack.
"Lo belanja jajan untuk satu bulan?" Maria hanya menyengir menujukan giginya untuk menjwab pertanyaan Yogi. Yogi sudah tahu kebiasaan Maria sejak SMA.
Bu Mia dan keranjang belanjaan yang sudah penuh dengan berbagai macam bahan masakan. Berjalan mendekati Maria.
"Gue duluan ya, Gi?" Pamit Maria.
"Gue anterin pulang ya?" Tawar Yogi. Sebenarnya masih banyak yang ingin Maria obrolkan dengan Yogi. Tapi Maria ingat mau ke kantornya Alfy, jadi kapan-kapan saja Maria akan berbicara dengan Yogi.
"Enggak usah, gue udah ada supir kok! Lagian balanjaan gue banyak. Oh iya, nomor telfon lo masih yang lamakan? Gue mau ngobrol sama lo, kalau lo ada waktu"
"Iya nomor gue masih sama kok. Lagian gue bisa kapan aja, yang penting ketemunya sama lo." Yogu pria yang jago sekali merayu, tapi semua rayuannya sudah tidak mempan untuk Maria. Maria sudah kebal akan rayuan-rayuan setan. Jhahaha.
Yogi tersenyum manis, dan tidak lupa senyum manisnya membuat Yogi menjadi salah satu most wanted di SMA dulu. Banyak yang tidak suka dengan Maria karena ia terlalu dekat dengan Yogi. Bahkan Maria pernah di bully kakak kelas yang menyukai Yogi.
Masa SMA memang tidak pernah terduga dan tidak akan pernah terlupakan. Kalau bisa Maria ingin sekali kembali ke SMA dan lebih manas-manasi orang yang menyukai Yogi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Michelle Avantica
gw berharap Maria cewek yg pemberani ya, apa lagi dia org yg humble ..
2020-10-01
3
Septy Abyyan Putra
Aku suka sifat maria
2020-08-06
0
Alexa
Maria sepertinya emang gampang bergaul
2020-06-13
2