Waktu

Abu Bakar ash-Shiddîq Radhiyallahu anhu berkata: "Sesungguhnya Allâh memiliki hak pada waktu siang, Dia tidak akan menerimanya di waktu malam. Dan Allâh juga memiliki hak pada waktu malam, Dia tidak akan menerimanya di waktu siang."

[Riwayat Ibnu Abi Syaibah, no. 37056].

---

Amira hari ini duduk di kursi depan Gramedia kota, dia berniat untuk membeli beberapa buku baru. Namun sayang sekali dia harus menerima pesan singkat bahwa teman lamanya yang bernama Luluk ingin bertemu dengannya.

Amira duduk diam dengan memegang ponsel di tangan kirinya, dia sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat apa orang yang tengah dia tunggu sudah muncul. Amira mendesah lelah saat dia menatap jam di pergelangan tangannya namun yang terlihat adalah perputaran jarum yang menurutnya sangat cepat. Amira sudah menunggu hampir satu jam, namun wanita yang dia tunggu tak kunjung terlihat juga. Amira mendesah, kemudian dia sekali lagi melihat pesan yang tadi sempat dia baca. Dan benar dia tidak salah. Dia mengirim pesan kemudian beranjak dari duduknya. Karena hari ini dia ada jadwal mengajar salah satu calon pengantin.

Amira lekas berdiri kemudian dia berjalan menuju halte, dia ujung matanya dia melihat Dinan dan seorang wanita sedang berbincang berdua, walau dia tahu bahwa ada anak kecil berusia sekitar satu tahun di antara keduanya. Sesekali Amira lihat Dinan nampak menggoda anaknya. Hal itu membuat ingatan Amira menuju selembar kertas biodata yang ada di kamarnya.

"Belum apa-apa aja aku udah baper, gimana kalau aku nikah dan lihat pak Dinan sama istri tua." Amira menghela napas kemudian dia berjalan dengan cepat, seolah dia ingin meninggalkan adegan keluarga bahagia itu di belakang.

Amira segera duduk di halte kemudian dia menatap kendaraan yang berlalu-lalang di depannya. Dia sungguh tak sanggup jika harus memikul beban ini. Sungguh dia lebih baik menyerah di awal daripada menyerah dipertengahan jalan.

Amira melihat ponselnya kemudian dia memilih membuka ponselnya dan memesan OJESY untuk mengantarnya ke tempat tujuan. Dia sudah tidak mood untuk naik kendaraan umum. Setelah memesan Amira menunduk sambil memainkan ponselnya. Dia sedang memeriksa pemberitahuan di akun media sosialnya. Amira terkejut dengan postingan yang ada di paling atas Instagram miliknya. Di sana ada gambar tangan besar saling bertautan di atas kertas yang berisi biodata yang begitu dia kenal karena beberapa hari dia menerimanya. Amira segera menekan baca lanjutannya, dia terlongong-longong saat isi caption bukan kalimat seperti orang di media sosial umumnya. Namun sebuah hadits tentang memilih perempuan.

"Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi." (HR. Bukhari-Muslim)

Amira terdiam sejenak kemudian dia menekan back dan mengunci layar ponselnya. Dia merasa gemetar di tangannya dia tidak tahu apa penyebabnya namun yang pasti saat ini ingin rasanya dia menenggelamkan dirinya di bantal untuk menangis karena perasaannya teraduk-aduk.

"Ya Allah, ada apa denganku?" Amira segera beristighfar dan mengusap wajahnya.

"Galau Bu?" Amira segera menoleh ke sebelah kirinya dia terkejut dengan kehadiran Nirmala, dia tidak menyadari jika ada orang di sampingnya.

"Sejak kapan mbak di sini?" Amira bertanya dengan suara tergagap. Dia takut Nirmala mengetahui hal yang baru saja dia lakukan.

"Cukup jelas, melihat tangan kamu gemetar melihat postingan Dinan." Amira membuka mulutnya kaget sambil menutup dengan ke dua tangannya hal itu kontak membuat Nirmala tertawa bahagia.

"Ya Allah.... Kayak gitu banget sih ekspresi kamu," kata Nirmala sambil memegangi perutnya.

"Mbak, jangan bilang...."

"Iya," jawab Nirmala santai. Sedangkan Amira langsung menutup wajahnya malu, seolah dia melakukan hal yang sangat memalukan padahal yang dia lakukan itu tadi adalah unsur kesengajaan.

"Mbak," kata Amira dengan nada merajuk.

"Apa sih yang posting Dinan?" Nirmala dengan tak berdosa malah bertanya hal yang membuat Amira bertanya.

"Mbak...." seru Amira membuat tawa Nirmala benar-benar pecah. Amira mengangkat tasnya untuk menutupi wajahnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Nirmala setelah reda tawanya.

Amira terdiam dia sampai lupa yang dia lakukan di sini, kemudian dia menoleh ke kanan dan ke kiri dan langsung membuka tas untuk mengecek ponselnya namun tak ada pesan atau panggilan sama sekali. Padahal sudah cukup lama dia di sini.

"Tadi saya pesan OJESY. Kok lama ya?" Amira berkata dengan nada pelan.

"Ojek wanita ya?" tanya Nirmala membuat Amira menoleh.

"Iya, mbak ada lihat." Amira menilai ekspresi wajah Nirmala.

"Tadi udah dibayari sama Dinan dan bilang gak jadi." Amira melotot dengan raut wajah yang tak bisa dijaga lagi. Mungkin wajahnya sangat jelek saat ini namun dia tidak perduli karena informasi yang dia terima sungguh mengejutkan. Bahkan dia merasakan napasnya tak teratur.

"Demi apa mbak!" seru Amira cukup kencang. Kemudian dia menyadari suaranya segera menoleh ke kanan dan ke kiri, Amira beruntung karena halte dalam keadaan sepi.

"Gak baik teriak ke orang hamil muda," suara Dinan membuat Amira membeku, dia seolah sudah menjadi batu. Tak ada kekuatan sedikit pun untuk menoleh ke arah sumber suara. Amira merasa jantungnya siap meledak saat ini juga. Dengan gerakan cepat Amira memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian segera berdiri dan berjalan cepat. Dia tidak menghiraukan panggilan Nirmala.

"Ya Allah...." kata Amira kepalang malu.

"Mira, mobilnya terparkir di sana." Amira menatap Nirmala horor kemudian menoleh ke arah mobil berwarna biru terparkir. Amira ingin merosot saat ini juga. Dia kepalang malu, Ya Allah dia benar-benar malu.

---

Amira duduk di jok belakang dengan Nirmala. Dia tidak bisa menolak keinginan Nirmala untuk mengantarnya, selain karena alamat yang dituju Amira sejalan dan semuanya sudah tahu kebiasaan Amira yang sering tersesat karena lupa jalan. Padahal Amira sudah menyangkal bahwa dia sudah mulai hafal lingkungan perumahan itu karena dia sering ke sana namun diantara keduanya tak ada yang percaya.

Amira menyandarkan tubuhnya, dia melirik ke arah Nirmala yang cengengesan entah karena apa, dia hanya menatap ponselnya dengan tawa-tawa keluar dari bibirnya. Amira mendesah pelan, dia merasa tak nyaman.

"Berapa banyak job yang kamu punya, Mira?" Amira yang sedang mengamati lalu-lalang kendaraan menoleh ke arah Nirmala yang sudah fokus ke arahnya.

"Ada beberapa. Mengapa?" Nirmala memainkan bibirnya nampak bingung, Amira tak ingin bertanya dia hanya ingin melihat saja apa yang akan dilontarkan kembali oleh calon ibu muda itu.

"Emang gak capek apa?" Amira menatap curiga ke pada Nirmala yang membuat wanita itu kikuk.

Amira heran dari sekian banyak pertanyaan, mengapa Nirmala memilih pertanyaan yang menurutnya tidak bermutu?

"Ya lumayan Mbak. Tapi kan terbayar semua dengan rasa nyaman dan senang. Daripada banyak waktu terbuang sia-sia." Amira menjawab apa adanya.

"Emang kenapa kamu bisa memadatkan jadwal, sehingga untuk bertemu kita harus menunggu lama karena menyesuaikan jadwal yang kamu miliki." Nirmala berkata dengan nada kesal yang sangat terlihat.

"Ya tadi, daripada tidak memanfaatkan waktu." Nirmala menatap Amira penuh penilaian, Amira menjadi salah tingkah. Karena kalau boleh jujur bukan itu alasan Amira melakukan semua ini. Dia melakukannya karena cinta yang membuat dia berangan-angan panjang. Dia tidak ingin mengembang biakan harapan yang bisa jadi bisa musnah dengan sekali sentakan.

"Pasti ada alasan lain," kata Nirmala dengan curiga.

"Ah, saya tidak ada." Nirmala semakin menekan Amira. Membuat Amira membuang muka untuk mengalihkan gerogi yang menyapanya.

"Ada yang kamu sembunyikan dariku?" Nirmala menatap Amira tajam, Amira menoleh sambil meringis.

"Tidak ada Mbak."

"Kok aku gak yakin ya," kata Nirmala sambil membuang muka. Amira mendesah lelah, dia tidak tahu cara menjelaskan semua niatnya kepada Nirmala. Tidak mungkin dia bilang bahwa semua ini dia lakukan untuk menghilangkan bayang-bayang lelaki yang saat ini tengah ada di depannya dan fokus pada jalan tak menghiraukan pembicaraannya, bukan? Lalu Amira harus menjawab apa? Dia tidak tahu.

"Ini di blog apa?" tanya Dinan membuat Amira selamat dari rasa tertekan, dia mendesah lega.

"Blog A pak, nomor 133." Amira menjawab dengan semangat, dia tak tahu tapi ini cukup membantunya untuk terlepas dari intimidasi calon ibu muda.

"Nanti kita tunggu dulu di rumah kamu ya, Din. Sebelum mengantar Amira pulang ada yang ingin aku bicarakan dengannya." Amira menoleh dengan cepat. Dia tidak yakin bisa melakukan semuanya. Dia tidak ingin bertemu dengan istri Dinan dia tidak mau dan juga tidak mampu.

---

Amira terlongong-longong saat melihat dua orang yang mengantarnya tadi sudah berdiri di depan rumah.

"Kenapa kaget?" tanya Nirmala dengan nada sinis.

"Enggak," jawab Amira dengan cepat dengan kepala yang bergerak ke kanan dan ke kiri.

"Terus kenapa wajah kamu kusut." Amira mencebik, dia tidak menyangka jika Nirmala akan mengetahui tak-tiknya untuk melarikan diri.

"Sudah Mala, ayo masuk!" Amira harus banyak-banyak berterima kasih kepada Dinan hari ini karena dia lah yang menyelamatkan dirinya dari intimidasi calon ibu baru.

Amira masih diam sejak beberapa menit yang lalu, dia bingung harus mengatakan apa.

"Kamu udah tahu orang yang tinggal di rumah Dinan?" Amira menoleh kemudian mengangguk dan menggelengkan kepalanya.

"Yang benar apa?"

"Pernah lihat saja sih." Amira dengan tekad tak mau kalah lagi.

"Pernah lihat?"

"Iya, sekitar dua atau tiga pekan yang lalu, saat pulang dari gedung RW." Amira melihat Nirmala mengangguk.

"Kamu tahu dia itu siapa?" Amira menoleh ke arah Nirmala dengan cepat, kemudian mengangguk.

"Yakin kamu tahu?" Amira menggeleng. Dia tidak yakin juga, karena terkadang kita berpikir sesuatu yang salah.

"Dia itu mantan halalnya Dinan." Amira terdiam mencerna ucapan kalimat yang menurutnya sangat sulit dimengerti. Dia kemudian menelan ludah susah saat mengerti maksud dari ucapan Nirmala.

Dia mantan halalnya Dinan, berarti dia mantan istri Dinan. Tidak, Amira tidak boleh berburuk sangka tapi dia merasa tidak salah menafsirkan. Dia menoleh ke arah Nirmala dengan horor.

---

Terpopuler

Comments

Esya Muharmi

Esya Muharmi

mantap cerita nya thor

2020-11-06

0

Ana Putriee Terate

Ana Putriee Terate

bagus aku suka

2020-03-11

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!