Poligami

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

[An-Nisaa'/4: 3].

-----

Poligami adalah salah satu di antara syariat Islam. Poligami juga adalah syariat yang banyak juga ditentang di antara kaum muslimin. Yang katanya merugikan wanita, menurut mereka yang memegang kaedah emansipasi perempuan.

Namun poligami sendiri bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Para ulama menilai hukum poligami dengan hukum yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Syaikh Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. namun ada beberapa syarat, diantaranya adalah; seorang yang mampu berbuat adil, aman dari lalai beribadah sehingga bertambah ketakwaannya, mampu menjaga para istri, dan mampu memenuhi nafkah lahir dan batin.

Jadi menurut Amira poligami sah-sah saja, namun dia sebagai perempuan juga harus mempertimbangkan segala sesuatu terlebih dahulu. Dia benar-benar tidak menduga jika lelaki yang diceritakan oleh Arif adalah Dinan. Amira yakin Dinan memenuhi kriteria di atas tapi dia tidak yakin pada dirinya sendiri. Poligami???

Tidak, semua itu tidak ada dalam pikirannya. Dia sungguh seolah-olah kehilangan fungsi otaknya saat ini. Amira duduk dengan napas putus-putus pertanda bahwa dia tengah menahan emosi yang setiap saat akan meluap.

Amira menaruh dengan kasar kertas yang ada di tangannya. Dia ingin sekali rasanya melumat atau menyobek-nyobek kertas itu hingga tak berbentuk sedikitpun. Tapi nalurinya masih bisa diandalkan sehingga dia hanya meletakkan secara kasar.

Amira taawudz sambil duduk dengan menggantung kakinya, setelah cukup dia beranjak dan berjalan ke kamar mandi, dia harus segera mandi dan wudhu untuk mendinginkan kepalanya yang terasa mendidih. Dulu, dulu sekali sebelum Amira tahu tata cara meredakan amarahnya dia akan menggerutu atau teriak sepuasnya namun sekarang dia tahu caranya.

Kata salah satu ustadz pengisi kajian rutin di komplek perumahan, kalau sedang marah ada beberapa hal yang dilakukan. Pertama kali adalah meminta perlindungan kepada Allah, kemudian mengubah posisi jika dalam keadaan berdiri segera duduk dan jika dalam keadaan duduk segera berbaring, mengambil air wudhu, berdiam diri untuk menahan luapan emosi dan yang terakhir adalah mengingat keutamaan orang yang mampu menahan emosi.

Dalam sebuah hadits dari Muâdz Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ

Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan.

Bukankah sungguh menakjubkan balasan bagi orang yang mampu menahan emosi? Jadi saat kita mampu menahan emosi mengapa harus kita meluapkannya, padahal saat kita meluapkannya kita kadang bisa lepas kontrol dan menambah dosa. Mengapa demikian? Coba bayangkan, saat kita marah kadang yang keluar dari bibir kita adalah sesuatu yang kadang tidak kita pikirkan. Hal ini kadang mampu melukai perasaan orang lain, jadi saat kita melukai perasaan saudara kita sendiri bukankah itu menambah dosa?

Setelah segar Amira keluar dari dalam kamar mandi, dia kemudian mengambil mukena untuk persiapan sholat Maghrib. Dan menengok ke arah jarum jam kemudian dia berjalan mengambil Al-Qur'an, karena masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi. Amira membaca beberapa surat di dalam Al-Qur'an secara rancak, dia membaca beserta artinya.

Amira menutup Al-Qur'an saat dia mendengar panggilan sang kakak, seperti biasa dia melaksanakan sholat jamaah bersama sang kakak dan juga ponakan kecilnya. Setelah sholat Maghrib tiga rakaat Arif memanggil Amira untuk diajak bicara.

Amira melepas mukenanya kemudian mengenakan kembali jilbabnya, dia mengambil air minum di dapur kemudian dia bawa ke ruang tengah. Di sana dia bisa melihat Arif yang sedang membaca buku, entah apa judulnya yang jelas buku itu berukuran lebih kecil dari folio namun tebal sekali.

"Abang mau bicarakan apa?" Amira duduk di kursi yang bersebrangan dengan Arif.

"Berbincang-bincang saja," jawab Arif sambil memberi sekat pada buku. Dia menatap Amira kemudian menaruh kembali buku di atas meja.

"Mbakmu mana?" Amira menoleh ke arah pintu tempat sholat.

"Lagi nyimak Fatimah." Amira menaruh gelasnya di atas meja.

"Kamu sudah baca biodata yang Abang taruh di meja." Amira mendongak menatap wajah kakaknya kemudian mengangguk.

"Kamu pasti terkejut?" Amira kembali mengangguk.

"Apa yang akan kamu putuskan?" Amira menatap sang kakak kemudian menggeleng.

"Apa karena terkejut kamu kehilangan fungsi pita suara?" Amira tahu Arif sedang menggodanya namun dia masih enggan untuk bersuara. Dia tak bisa meluapkan segala rasa di dalam tubuhnya dengan cara apa.

"Kamu tahu, boleh meminang seseorang sebanyak dia mau. Yang terpenting sang gadis tidak pada masa pinangan orang lain. Dan aku pikir Dinan tak bersalah." Amira menatap sang kakak yang seolah lebih mendukung Dinan dibandingkan dirinya. Waah.... Hallo ini masa depan adikmu bang Arif, kamu rela adikmu menjadi yang kedua. Sungguh mengejutkan!

"Apa yang membuat kamu ragu?" Amira menatap wajah Arif kemudian dia menunduk, benarkan dia harus bercerita semuanya kepada sang kakak? Tapi sepertinya sang kakak sangat pro dengan Dinan berarti pro juga dengan poligami. Ah, poligami dengan lelaki adalah sesuatu yang sudah melekat.

Mengapa perempuan tidak boleh poliandri jika lelaki boleh poligami. Ya Allah Amira, apa yang sudah kamu pikirkan? Jelas tidak boleh, bagaimana cara pemberian nasib kalau wanita sampai poliandri, di mana otak kamu Amira.

"Apa setiap lelaki memiliki rasa ingin poligami?" Arif menatap ke arah sang adik dengan santai, dia hanya sedikit terkejut tadi namun itu hanya sebentar. Bagi Arif pertanyaan Amira masuk akal.

"Bisa jadi iya tapi banyak juga yang tidak. Bahkan mungkin yang iya delapan dari sepuluh orang. Namun yang melakukan hanya satu dari delapan orang." Amira menatap Arif, dia mencerna baik-baik ucapan sang kakak.

"Menurut Abang, bagaimana sudut pandang tentang poligami?"

"Poligami itu diperbolehkan bahkan tertulis jelas dalam Al-Qur'an. Apa yang harus dipermasalahkan? Tidak ada permasalahan tentang poligami, justru beberapa ulama berpendapat bahwa poligami itu sunnah hukumnya. Namun harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan." Amira terdiam, apa yang menjadi dugaannya benar jika sang kakak orang yang pro terhadap lelaki. Wajar saja Arif pro dia adalah lelaki yang membeberkan yang ada di dalam Al-Qur'an.

Amira adalah orang yang mempercayai adanya diperoleh poligami, ingat harus digaris bawahi bahwa diperbolehkan poligami bukan perintah poligami. Karena Amira belum mengetahui dalil diperintahkan poligami. Amira bukan sosok yang menolak poligami, bukan. Karena dia sadar jika Allah mengijinkan poligami berarti ada kebaikan yang diberikan oleh Allah yang tidak manusia ketahui. Atau bisa jadi ada cobaan ya g diberikan Allah yang tidak diketahui juga oleh manusia. Kembali pada sudut pandang poligami menurut Amira. Dia bukan orang yang pro terhadap poligami dia juga bukan orang yang anti poligami. Baginya tetap poligami diperbolehkan. Namun jika Amira yang dipoligami Amira akan dengan tegas berkata 'tidak'.

Amira tidak menginginkan poligami, dia ingin seperti Khodijah yang menjadi istri satu-satunya Rosulullah. Dia ingin menjadi Khodijah yang tak dipoligami oleh Rosulullah. Bukan karena tidak suka, bukan. Tapi karena dia hanya ingin menjaga hatinya dan menjaga hati kaumnya. Ya, dia tak ingin menjadi perempuan yang melukai perempuan lainnya. Dia tahu, jika seseorang itu berpoligami pasti istri yang baik akan mengizinkan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa di sudut hatinya dia pasti masih menyimpan sedikit rasa bernama tak rela.

Oleh sebab itu, Amira tak ingin menyakiti hati seorang istri. Selain itu Amira tidak yakin dia bisa menerima keadaan, dia sungguh tak yakin kalau dia tidak akan iri terhadap madu. Karena dia hanya perempuan biasa, rasa iri itu selalu ada. Amira tahu, jika ikhlas dia bisa masuk ke dalam surga sesuai dengan janji-Nya. Namun dia tidak yakin mampu menjadi ikhlas, bukankah jika sampai dia diperjalan rumah tangga tidak ikhlas malah mengotori hatinya dan membuat dia gagal mendapatkan pintu surga? Bukankah lebih baik dia mencari pintu surga itu dengan cara ibadah yang lainnya? Yang tidak mempermainkan hati?

Ya, begitulah pemikiran Amira terhadap poligami. Dia tidak melarang orang lain untuk poligami namun dia jika boleh memilih dia tidak mau dipoligami.

"Apa yang kamu pikirkan?" Amira menatap cepat ke arah Arif.

"Mengapa pak Dinan masuk ke jajaran orang yang berpoligami?" Arif tersenyum.

"Karena dia memiliki potensi untuk memenuhi syarat berpoligami." Arif menjawab dengan santai. Amira melihat wajah Arif dengan seksama dia bisa melihat dengan nyata bahwa ada ketulusan di dalam mata itu.

"Apa kamu tak mau dipoligami?" Amira menggeleng kemudian mengangguk.

"Aku bingung, kalau boleh jujur aku tak mau dipoligami tapi aku juga tidak bisa menolak poligami. Ah, Ami bingung." Arif bukannya prihatin dia malah tertawa melihat kalimat rancauan Amira dan wajah frustasi sang adik.

"Jalani saja, surga kok balasan untuk perempuan yang rela dipoligami tapi dengan catatan ikhlas."

"Nah itu, itu yang sulit." Amira berkata dengan nada yang naik dan volume suara yang baik pula.

"Apa?" tanya Arif.

"Ikhlas." Arif mengangguk. "Kamu tahu Dek, ikhlas itu hanya Allah yang mampu menilai. Jadi serahkan semuanya kepada Allah. Dan yakinlah bahwa apa yang Allah berikan kepada mu dalam keadaan seperti apapun itu adalah lebih baik daripada pilihanmu

Karena Allah memberi yang dibutuhkan hambanya bukan apa yang diinginkan hambanya." Arif menatap lekat Amira.

"Terus Ami harus menerima pak Dinan." Arif mengangkat bahunya.

"Sholat dulu biar dapat jawaban. Ingat Allah sesuai prasangka hambanya." Amira menatap sang kakak kemudian dia berlari ke arah sang kakak dan memeluknya.

"Kini aku tahu jawabannya," kata Amira dengan nada riang. Membuat Arif tersenyum tipis.

---

Terpopuler

Comments

Ana Putriee Terate

Ana Putriee Terate

aku trmasuk org yg menentang poligami thor gimana dong?hati ini yrllu kecil buat yg namanya belajar ikhlas apalagi ikhlasny di duain sakit wak huhuhu

2020-03-11

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!