"Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."
(QS. At Taubah:51)
---
Amira tidak menduga jika saat ini dia duduk berhadapan dengan sosok yang berada diurutan kedua tak ingin dia temui, Farhat. Karena pada tangga paling atas diduduki oleh seorang lelaki bernama Ardinan Nawwaf. Ya, lelaki itu masih menjadi daftar nomor satu orang yang harus dihindari dan tidak ingin ditemui oleh Amira.
Amira masih bisu dengan segala keadaan, keinginannya untuk membuat resep seolah gagal karena sosok pengganggu di depannya. Sungguh dia tidak memiliki sedikitpun niat berbicara dengan lelaki itu, tapi apa daya saat lelaki itu yang tiba-tiba duduk di depannya dengan membawa secangkir kopi. Dia bisa apa? Mengusir? Tidak mungkin dia harus menghadapi, Amira tak ingin dicapai sebagai perempuan gagal move on. Tapi setelah dipikir- pikir dia memang perempuan gagal move on, tapi bukan sosok di depannya sebagai tersangka ada yang lainnya lagi.
"Bagaimana kabar kamu?" Amira menutup majalah yang dia baca.
"As you see, I am very good. So don't worry about me." Amira menjawab dengan nada dalam.
"Aku bisa melihat itu, ya kamu sudah berubah banyak sekarang." Amira menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Kata pak Damar kamu free, jadi apa boleh kita mengulang kisah yang dulu." Inilah Farhat, lelaki yang selalu melakukan hal yang kadang diluar dugaan Amira dan sering kali yang dilakukan adalah hal-hal yang menurut Amira tak nyaman.
"Bukankah jelas kalau aku tak ingin mengulang kisah masa lalu." Amira menjawab dengan santai.
"Kita tidak mengulang kisah masa lalu, kita membuat kisah baru."
"Selalu to the points." Amira berkata dengan nada menyindir.
"Kamu tahu secara pasti bahwa aku tak banyak bicara." Amira menaikan bahunya dengan santai, dia seolah tak terpengaruh.
"Bagaimana?" Amira masih diam saja.
"Aku tahu dan sadar bahwa yang kamu lakukan kepadaku waktu itu benar. Ya, kamu benar dengan menolak diriku karena aku merasakan kegagalan karena niatan pernikahanku. Aku belajar dari semua itu, bukan sekedar kebutuhan yang harus jadi dasar kita menikah namun juga karena sebuah ibadah. Dan kini aku sudah memperbaharuinya, niatku sepenuhnya karena ibadah." Amira menoleh ke kanan dia tak ingin sedikit saja melihat ekspresi wajah Farhat, karena entah mengapa Amira bersimpati dengan perubahan Farhat.
"Aku ingin mengubah semuanya, ayo kita saling menyokong!" Amira tetap pada posisinya, dia bingung harus menjawab apa. Dia akan dengan senang hati meledak-ledak jika Farhat akan bersikap egois dan tak mengakui kesalahan, namun ini tidak dia tidak memperkirakan tanggapan apa yang harus dia berikan.
"Amira," panggil Farhat penuh permohonan.
"Saya tidak tahu, yang jelas saya tidak bisa. Bukan saya belum bisa menelaah perasaan saya sendiri." Amira si pendiam itu memilih jujur dengan segala hal yang di depan matanya, dia tak mampu hanya sekedar untuk berbohong dan membuat orang lain terluka.
"Jadi aku masih memiliki kesempatan?" Farhat nampak antusias, semua itu terdengar dari suaranya yang bersemangat.
"Semua orang memiliki kesempatan, hanya saja semua itu bukan kuasa saua untuk memberinya. Bagi saya semua yang lalu itu sebuah pelajaran, saya hanya belajar dari yang sudah-sudah."
"Aku pikir kamu akan menolak memberi kesempatan," kata Farhat tak yakin.
"Mengapa harus? Allah saja yang maha dari segala maha mau memberi kesempatan hambanya yang berulang kali melakukan kesalahan. Jika saya mengaku beriman kepada Allah berarti aku juga harus meneladani dan mengambil pelajaran bukan?" Amira menyeruput jusnya kemudian dia berdehem.
"Ini bukan sebuah hubungan asmara atau apapun. Kamu memiliki kesempatan yang sama dengan orang yang ada di luar sana. Karena saya tidak pernah tahu dengan siapa akan menikah dan jodoh saya, yang saya tekankan semua ini belum finish karena saya belum tentu memilih kamu. No komitmen before marriage." Amira mengeluarkan uang kemudian menaruh di meja dia hendak meninggalkan Farhat.
"Assalamualaikum," kata terakhir yang diucapkan Amira sebelum dia mengambil majalah dan berjalan keluar kafe yang dia kunjungi.
Amira melihat jam yang melingkar di lengan kanannya, kemudian dia menghela napas karena setelah sekian lama dia duduk di bangku tadi namun dia tak jua mendapatkan resep baru. Amira mendorong pintu kaca, namun dia dikejutkan dengan ke hadiran sosok nomor satu yang dia hindari.
Dinan, lelaki itu berdiri tepat di depan pintu dengan mengenakan celana bahan di atas mata kaki dan kaos polos yang dilapisi kemeja flanel. Amira terdiam cukup lama, karena dia merasa de ve ju dengan keadaan ini, seolah dia ditarik melewati dimensi waktu untuk kembali ke masa lampau.
"Kamu hanya ingin berdiri di situ?" Suara itu menyadarkan Amira, sehingga membuat Amira menunduk salah tingkah.
"Maaf," kata Amira kemudian dia berjalan tanpa memperdulikan kehadiran Dinan. Dia berjalan serasa menyebut nama Allah dan banyak kalimat toyyibah yang dia ucapkan untuk menenangkan detak jantungnya yang terasa begitu kencang. Dia merasa seolah jika tidak ditenangkan maka jantungku akan meledak dalam waktu dekat.
---
Amira meletakkan tas dan buku yang dia bawa di atas ranjang, Dia menghela napas panjang. Entah apa yang saat ini dia rasakan karena pada kenyataannya dia tak mampu menilai seorang diri. Dia lelah dan dia tak ingin menelaah lebih dalam lagi.
Amira mengucapkan basmalah kemudian melepas jilbabnya, menaruh di hanger kemudian menggantungnya. Amira merasa janggal dengan kemunculan Dinan beberapa saat yang lalu, dia merasa bahwa ini bukan sebuah kebetulan tapi dia tak berani berharap lebih karena dia ingat Dinan adalah salah satu suamiable, Dinan tidak mungkin melakukan hal yang tidak menyenangkan itu.
Amira mengambil baju yang dia gantung di dekat jilbabnya kemudian dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Amira masuk dengan kaki kiri dan tak lupa untuk mengucapkan doa.
كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ »
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika memasuki ******, beliau ucapkan: Allahumma inni a'udzu bika minal khubutsi wal khobaits (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan)."
(HR. Bukhari no. 142 dan Muslim no. 375.)
Tak membutuhkan waktu lama, Amira keluar dengan baju yang berbeda, dia melangkah menggunakan kaki kanan terlebih dahulu dan mengucapkan doa.
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ « غُفْرَانَكَ ».
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa setelah beliau keluar kamar mandi beliau ucapkan "ghufronaka" (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).
(HR. Abu Daud no. 30, At Tirmidzi no. 7, Ibnu Majah no. 300, Ad Darimi no. 680. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Amira kemudian kembali duduk di pinggir tempat tidurnya, dia jadi mengingat kebiasaan lamanya. Dulu Amira selau berlama-lama di kamar mandi, dia sangat suka di kamar mandi karena baginya kamar mandi adalah tentang menyegarkan tubuh dan otak. Tapi sekarang tidak lagi, karena dia tahu bahwa kamar mandi adalah tempat yang paling disukai syetan.
Amira juga ingat beberapa adab di kamar mandi yang baru dia pelajari saat usia sudah menginjak dewasa. Diantaranya adalah ; masuk dan keluar membaca doa, masuk mendahului kaki kiri dan keluar mendahului kaki kanan, tidak membaca ayat Al-Qur'an di kamar mandi, tidak bernyanyi, tidak berlama-lama di kamar mandi dan tidak boleh menggantung baju di kamar mandi. Jadi dari semua pelajaran itu Amira mulai mencoba merubah diri dan berusaha sebaik mungkin mengikuti aturan yang sudah ditetapkan.
Amira menatap tangannya, dia melihat cincin yang ada di jari manis sebelah kiri. Dia melihat ada noda putih di sela-sela cincin. Dia melepas cincin itu kemudian menaruh di laci, kata kakaknya cincin itu dibeli di Arab Saudi jadi sangat berharga. Hah, Amira hanya mendesah mengingat pemaksaan Arif untuk mengenakan cincin itu. Amira kemudian kembali masuk ke kamar mandi untuk wudhu karena adzan Maghrib sudah berkumandang.
"Ami," panggil Dinda, Amira hanya diam saja karena saat itu posisinya ada di dalam kamar mandi. Karena larangan di dalam kamar mandi berbicara itu sudah mutlak jadi tidak bisa diganggu gugat kecuali ada sesuatu yang darurat.
"Iya, Mbak!" seru Amira setelah mengucapkan doa keluar kamar mandi dan doa sesudah wudhu. Amira segera mengenakan jilbab yang dia pakai di ruang kemudian mengambil mukena. Sudah sejak hadirnya sang kakak ipar, Amira selalu sholat jamaah di rumah. Tidak lagi munfarid karena sang kakak dengan baik hati selalu memanggil.
Dulu Amira sering kali melakukan sholat sendiri atau sesekali dia pergi jamaah ke masjid. Namun, semuanya sudah berubah sejak Amira mulai sering mendatang kajian dan dia mulai sedikit demi sedikit mempraktekkan semampunya mulai dari hal-hal kecil seperti anjuran masuk dan keluar rumah mendahului kaki apa atau doa-doa juga tentang makanan.
Ah, membicarakan masalah makanan, Amira menjadi sangat semangat untuk belajar, dia adalah seorang guru memasak dan makanan adalah faktor utama kehidupan jadi jika yang dimakan benar maka ibadah pun akan semakin giat. Begitu pikir Amira.
"Nanti simak mbak murojaah ya, soalnya mas-mu nanti ada rapat." Amira mengangguk kemudian menatap shof sholat dengan berdiri di sebelah kanan Dinda, dan Fatimah berdiri di sebelah kiri sang ibu. Dulu Amira pikir shof sholat imam lelaki dan perempuan itu sama saja. Namun setelah mempelajari banyak hal tenyata berbeda.
Dari Roithoh Al Hanafiyah, dia mengatakan:
أن عائشة أمتهن وقامت بينهن في صلاة مكتوبة
"'Aisyah dulu pernah mengimami para wanita dan beliau berdiri (sejajar) dengan mereka ketika melaksanakan shalat wajib." (HR. 'Abdur Rozak, Ad Daruquthniy, Al Hakim dan Al Baihaqi. An Nawawi mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Namun hadits ini dilemahkan/ didho'ifkan oleh Syaikh Al Albani, namun dia memiliki penguat dari hadits Hujairoh binti Husain. Lihat Tamamul Minnah, hal. 154)
Begitu juga hal yang sama dilakukan oleh Ummu Salamah. Dari Hujairoh binti Husain, dia mengatakan:
أمتنا أم سلمة في صلاة العصر قامت بيننا
"Ummu Salamah pernah mengimami kami (para wanita) ketika shalat Ashar dan beliau berdiri di tengah-tengah kami." (HR. Abdur Rozak, Ibnu Abi Syaibah, Al Baihaqi. Riwayat ini memiliki penguat dari riwayat lainnya dari jalur Qotadah dari Ummul Hasan)
Ummul Hasan juga pernah melihat Ummu Salamah -istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- mengimami para wanita (dan Ummu Salamah berdiri) di shaf mereka. (Atsar ini adalah atsar yang bisa diamalkan sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah, hal. 504)
Ada pula ulama yang menganjurkan shalat jama'ah bagi wanita dengan sesama mereka berdasarkan hadits dalam riwayat Abu Daud dalam Bab "Wanita sebagai imam",
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَزُورُهَا فِى بَيْتِهَا وَجَعَلَ لَهَا مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ لَهَا وَأَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا. قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَأَنَا رَأَيْتُ مُؤَذِّنَهَا شَيْخًا كَبِيرًا.
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengunjungi Ummu Waroqoh di rumahnya. Dan beliau memerintahkan seseorang untuk adzan. Lalu beliau memerintah Ummu Waroqoh untuk mengimami para wanita di rumah tersebut."
'Abdurrahman (bin Khollad) mengatakan bahwa yang mengumandangkan adzan tersebut adalah seorang pria tua." (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Setelah sholat Amira duduk di depan sang kakak ipar dengan membuka Al-Qur'an, dia kan menyimak hafalan sang kakak. Kakak ipar Amira ini sangat ingin anaknya menjadi hafidz atau hafidzah makanya sejak hamil sang kakak menghafalkan beberapa surat di dalam Al-Qur'an. Dimulai dari surat An-naba' hingga an-nass, kemudian dilanjutkan surat Al-mulk sampai surat Al-mursalat.
----
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Siti Arfah
alhamdulillah ilmu jadi bertambah. mudah2an bisa diaplikasikan
aamiin
2020-05-15
0
Ana Putriee Terate
trimksh thor pencerahannya jdi tmbh ilmu agama
2020-03-11
5