Permainan

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al Hajj:70).

---

Amira berjalan tergopoh-gopoh dari halte bus depan komplek perumahan, dia baru saja pulang dari mengajar salah satu calon pengantin memasak. Ya, selain mengajar di sekolah Amira memiliki dua pekerjaan lagi yaitu menjadi guest star di perkumpulan ibu-ibu juga mengisi kursus disalah satu WO milik salah satu temannya. Sedang bisnis online yang pernah dia rintis dengan teman-temannya sudah dipelajari salah satu temannya sehingga dia hanya mendapatkan labanya saja tanpa bekerja, karena kesibukan yang mulai merajalela.

"Aduh, aku telat banget. Masak acara pukul dua aku baru datang pukul empat," kata Amira sambil berjalan.

Tin...tin...

Amira mendengar suara klakson mobil, dia berhenti karena dia heran dengan sang pengemudi. Bagaimana tidak heran dia sudah di pinggir apabila masih menghalau jalan. Amira menoleh ke arah mobil, dia merasa tidak mengenal mobil di depannya, setelah kaca diturunkan baru dia melihat orang yang duduk di depannya.

"Mau bareng?" Pertanyaan itu terlontar dari sosok yang ada di balik setir. Amira terdiam sejenak. Kemudian dia menyadari sesuatu, bahwa takdir tidak akan bisa diubah.

"Tidak terima kasih." Amira menjawab dengan tenang, mencoba menyamarkan suara gemetar dari bibirnya.

"Ya sudah." Dinan kembali menutup kaca mobilnya dan menjalankan mobilnya.

"Hanya seperti itu?" Amira berkata dengan lirih, entah apa lagi yang akan dia harapkan. Dinan tadi bersama seorang perempuan yang tak tahu siapa karena nampak duduk di kursi belakang. Amira juga tidak sempat untuk sekedar mengintip karena di sudah sibuk dengan menenangkan diri sendiri.

Amira menghela napas kemudian dia berjalan dengan pelan, tak lagi terburu-buru. Niatan yang begitu menggebu-gebu untuk melihat anak Faris sudah hilang begitu saja tanpa bekas. Amira seolah kembali tenggelam dalam lautan kenangan.

Kejadian barusan mengingatkan dirinya pada kejadian Senin pagi itu, saat Nirmala yang sedang duduk bersama Dinan di mobil memberinya tawaran yang sama dan dengan jawaban yang sama pula ia berikan. Kenangan itu seolah mencuat ke dalam permukaan. Ingatan tentang Dinan yang seolah dia pendam kini kembali membayanginya, Amira mengusap wajahnya kemudian mengucapkan istighfar berulang-ulang.

Amira membuka pagar rumah kemudian dia sesekali menoleh ke rumah sebelah yang nampak ramai dengan bukti banyak mobil berjajar. Amira meringis merasakan gemuruh di dalam hatinya. Dia menaruh rasa iri dengan segala kebahagiaan yang tidak dia dapatkan. Amira menunduk kemudian mengangkat wajahnya, tanpa sengaja dia melihat kumpulan lelaki berjalan keluar rumah. Dia segera berpura-pura melihat dan kembali berkutat dengan kunci pagar yang tiba-tiba sulit dia buka karena tangannya bergetar.

"Assalamualaikum," salam Faris membuat Amira menoleh.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh," jawab Amira menunduk.

"Baru pulang, Mi?" tanya Faris.

"Iya Pak." Amira menunduk.

"Oh, memangnya ada banyak job orang yang mau nikah?"

"Lumayan pak."

"Ya sudah kami permisi, sudah adzan." Amira hanya menunduk kemudian segera membuka kunci pagar dan berjalan masuk. Menghindari segala hal tentang masa lalu. Dia tadi melihat banyak orang yang dia kenal namun bukan mau sombong dengan tidak menyapa dia hanya menjaga dirinya sendiri.

Amira masuk ke dalam rumah tak lupa menutup kembali, kemudian dia. Segera melepas sepatunya dan berjalan menuju kamar mandi. Dia akan mencuci kaki dan mengambil air wudhu untuk sholat asar sebelum datang ke rumah Faris. Kalau bukan karena keluarga kakak dan ibunya sedang pergi dia mungkin memilih tidak datang namun mau bagaimana mana lagi dia harus datang sebagai perwakilan keluarga.

Amira mengambil air minum kemudian meminum hingga tandas sebelum dia masuk ke dalam kamar. Amira menggelar sajadah dan melaksanakan sholah asar sebanyak empat rakaat. Setelah sholat Asar Amira tidak lupa dzikir kemudian dilakukan dzikir sore juga. Dzikir selain dzikir sholat wajib ada juga dzikir yang dilakukan sesudah subuh dan sesudah sholat asar. Kalau kakaknya sering bilang melafalkan ma'surat.

Setelah rutinitas yang biasa dia lakukan selesai baru Amira mengambil satu set jubah yang sudah dia setrika tadi pagi sebelum berangkat mengajar. Amira memilih gamis berwarna merah gelap dengan bentuk bagian bawah lebar setengah lingkaran. Ada tali di bagian pinggang yang tertutup dengan jilbab lebar. Amira mengenakan jarum di bawah dagunya kemudian mengambil kotak hadiah yang sudah dia siapkan, namun sebelumnya dia tidak lupa memasukan ponsel ke dalam saku.

Amira kembali bercermin, kemudian keluar dari kamar dan menutup pintu. Amira melangkah menuju luar dan mengunci pintunya, dia dirumahnya sendiri jadi pintu rumah harus dikunci saat dia pergi kemanapun. Amira keluar perkarangan sempit rumahnya, baru menutup pagar besi rumahnya dia melihat sebuah pemandangan yang membuat mata gatal dan memerah. Di sana nampak Dinan sedang menggendong batita yang sedang disuapi oleh seorang perempuan cantik. Amira menghela napasnya, dia sempat goyah namun dia harus kuat.

Amira melangkah menuju rumah Faris seolah tak melihat keluarga kecil itu, dia masuk lewat pintu depan dan disambut oleh Maida, istri Faris.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh," salam Amira.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh," jawab Maida, yang awalnya hendak memanggil sang suami.

"Wah, kok repot sih Am."

"Gak repot kok Mbak, cuman kado kecil buat adek sholeh." Amira mengusap kepala bayi yang ada digendong oleh Maida.

"Mari masuk, sudah sepi!" Amira mengangguk.

"Maaf ya Mbak, gak sesuai undangan."

"Gak papa kok Ammah, yang penting doanya." Maida menjawab dengan suara anak kecil. Amira tersenyum mendengar ucapan itu.

"Iya, semoga menjadi anak yang Sholeh. Berbakti kepada orangtuanya, berkah untuk orang tua dan untuk ummat Islam." Amira membelai kepala bayi berusia tujuh hari itu.

"Aamiin, jazakillah doanya ammah."

"Aamiin waiyak," jawab Amira kemudian dia menjabat tangan para kerabat yang masih di rumah itu. Tak lama dia kembali duduk di samping Maida.

"Pingin gendong?" Amira mengangguk tak yakin.

"Tapi takut," kata Amira seperti cicitan.

"Gak papa, Mbak nanti juga terbiasa." Kata seorang perempuan dengan jilbab biru tua.

"Maklum belum pengalaman."

"Sini saya bantu," kata perempuan itu dengan ramah. Amira mengangguk tegang.

"Jangan dipaksa, Fa. Nanti kalau gak nyaman bahaya." Amira mendongak menoleh cepat ke arah Dinan dan Faris yang sudah berdiri tak jauh dari tempat dia duduk.

"Ya dipaksa dong Mas, kan mbaknya ini perempuan nanti juga bakal punya anak." Amira mencela mendengar ucapan perempuan itu. Dia tidak menduga akan demikian, dia lupa jika perempuan ini adalah perempuan yang sama dengan yang dia lihat bersama Dinan.

"Gak deh Mbak, saya masih belum bisa."

"Jangan dipaksakan, seorang perempuan memiliki nalurinya nanti saat memiliki anak pasti berani dengan sendirinya." Dinan memberikan anak perempuan dalam gendongannya kepada perempuan berjilbab biru tua itu.

"Kamu mau di sini atau pulang?"

"Mas Dinan mau pulang?"

"Iya, tapi gak ke rumah. Mau menjemput Damar dan Mala."

"Aku di sini saja." Dinan mengangguk kemudian berpamitan kepada Faris. Tanpa diduga Amira menoleh ke arah Maida yang sudah berubah ekspresinya.

Apa Maida tahu bahwa Nirmala sempat memiliki perasaan kepada suaminya?

Amira menghela napas pelan kemudian dia membelai lembut pipi bayi dipangkuan Maida.

"Namanya siapa Mbak?" Amira mencoba mencairkan suasana, dia tidak tahu namun suasana nampak canggung.

"Namanya Muhammad Ali. Panggil Ali Ammah."

"Wah, semoga berbudi luhur dan mulia seperti Ali bin Abi Thalib." Amira masih senantiasa membelai lembut pipi bayi mungil itu.

"Zahra mau lihat, cium Nak!" Bayi perempuan itu mencium pipi Ali dengan gemas.

"Pas lahir berapa Mbak beratnya?"

"Tiga puluh depan ons dan tinggi limapuluh."

"Cukup panjang ya," kata perempuan berjilbab biru tua.

"Iya," kata Maida.

"Kalau normal bisa langsung fresh ya Mbak. Dulu aku sempat dikasih marah sama mas Dinan karena pingin anakku lahir cesar. Kan kata orang bayi sesar itu volume otaknya baik karena gak terjepit, jadi aku pikir gak papa kan cesar. Tapi mas Dinan ngotot minta normal, karena katanya pengaruh pada saluran pernapasan gitu."

"Ya namanya perempuan itu biasanya pingin normal, kok kamu aneh sih, Ga." Maida berkata dengan nada rendah.

"Kan dulu masih muda banget, Mbak. Pengetahuan kurang." Maida hanya mengangguk saja tanpa menjawab.

"Oh ya, keponakan kamu siapa namanya, Am?"

"Fatimah Mbak, sudah pernah ketemu?"

"Sudah, itu waktu jalan-jalan sebelum lahiran. Ketemu dia abis ikut abinya ke masjid sholat subuh." Amira tersenyum sambil mengangguk.

"Nama lengkapnya siapa?"

"Fatimah." Amira menjawab dengan yakin.

"Oh, hanya satu kata?"

"Iya," jawab Amira kemudian Maida mengaguk. Sedang perempuan yang tadi bersama Dinan sudah keluar mengikuti langkah kaki anaknya.

"Memang dalam Islam dianjurkan untuk memberi nama sekata, karena ditakutkan menjadi kumpulan beberapa orang kalau beberapa penggal kata. Terus juga ada beberapa nama juga yang dilarang." Amira menatap Maida dengan antusias, bayinya dimasukkan ke dalam jilbab karena sedang menyusu.

"Iya, seperti pemberian nama menggunakan nama yang milik Allah, seperti Wahid, Karim, Rozak. Itu dilarang jika hanya satu nama maka harus ada yang lainnya seperti Abdullah, Abdul begitu." Amira mengaguk kemudian tersenyum tipis.

"Terima kasih Mbak jadi tambah ilmu." Maida tersenyum.

"Menyandarkan nama dengan agama juga dilarang, Am."

"Maksudnya?" Amira nampak bingung.

"Addin, itu kan agama. Contohlah nama Syaifuddin, itu dilarang. Padahal selama ini Indonesia sangat menjamur nama dengan menyandarkan agama."

"Wah, baru tahu Mbak."

"Aku juga tahu dari mas Faris waktu kami membahas nama bayi."

"Terus kalau yang memiliki hak memberi nama itu suami benar ya, Mbak?"

"Iya, benar. Pemilik nasab dan pemberi nama itu adalah hal seorang suami." Amira mengaguk kemudian dia menatap ke arah jam. Sudah menunjukkan pukul lima lebih, dia pamit untuk undur diri namun dilarang oleh Maida. Maida meminta Amira untuk makan terlebih dahulu.

----

Terpopuler

Comments

Siti Masitoh Kenon

Siti Masitoh Kenon

alur ceritanya kok gini ya,aneh ga ngerti trus nama"tokoh nya jg males bacanya

2020-11-02

0

Andriyah Nurhidayati

Andriyah Nurhidayati

agak bingung bacanya,

2020-11-01

0

Siti Balkis

Siti Balkis

saya ko masih bingung ya ceritanyg belum ngrti gitu ....maaf ya thor .boleh nyimak

2020-10-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!