Kiara membatu. Pantulan wajahnya dalam cermin terasa tak menarik. Bayangan sosok tinggi besar dengan sorot mata tajam seakan mengintai menusuk tubuhnya. Ia ketakutan seorang diri.
Beberapa menit yang lalu,
Kiara sangat kegirangan. Pembicaraan dirinya dengan nyonya Sill secara pribadi, membuatnya sedikit bernafas lega.
Apalagi, bos besar akan sepenuhnya bertanggung jawab atas keselamatannya, dan uang tips yang diberikan sungguh menggiurkan untuk didapat.
"Aku takut..." Helaaan nafasnya terdengar berat, "apa aku pura pura pingsan saja?" sambungnya kemudian.
Sesaat setelah ia berfikir akan pingsan dan membuat gaduh. Akhirnya langkahnya tetap tertuju pada imbalan yang akan ia terima.
Perlahan ia melangkah dengan hati hati. Sembari menyemangati dirinya yang ketakutan, ia terus berfokus pada pantovel yang ia kenakan. Ketukannya seakan menjadi penenang.
Pesanan minuman dan camilan yang ia bawa, terasa lebih berat, walau hampir sampai, tubuhnya masih saja kaku, jantungnya berdebar sesak, bahkan ia mematung beberapa detik setelah sampai di pintu 107.
"Tunggu!! Aku berdebar, dadaku semakin sesak, aku tidak bisa." lagi ia bergumam.
Sebuah lampu tidur terlempar jauh dari atas meja. Pecahan belingnya berserakan. Seisi kamar mewah ini begitu kacau.
Seorang gadis berambut panjang dengan dress putih tulang itu mematung ketakutan. ia bahkan menangis walau tak sampai terisak isak.
"Dasar wanita g i l a, kau tak pantas disebut manusia." umpat seorang lelaki dengan sorot mata penuh amarah.
Lagi, lemparan demi lemparan dilayangkan tanpa ampun. Wanita tadi menjerit dalam hati, ia masih diam mematung.
"M a t i saja sialan." tuturnya begitu ringan. Bahasa tubuhnya sangat jujur. ia seperti ingin menelan wanita itu utuh utuh.
Lelaki berbadan tinggi itu kelelahan. Ia sempoyongan nyaris ambruk. Nafasnya tersengal sesak dengan keringat bercucuran. Kemudian, tergeletak lemas di lantai, dengan kondisi setengah sadar.
Wanita berbaju putih itu tak merasa iba. Langkahnya terhitung cekatan, ia mengambil electronic card di atas meja dan menatap lawannya dari kejauhan, "Maafkan aku," katanya gugup.
"Aaaargh," geram lelaki itu dengan tubuh yang bereaksi aneh. Ia berusaha menggapai wanita tadi, namun gagal. Jaraknya memang sangat jauh.
Bersamaan dengan itu, pintu kamar terbuka pelan, sosok Kiara yang mematung di sana tampak terkejut. Padahal ia merasa belum menekan Bell.
Gadis cantik dengan rambut panjang itu terlihat gemetar saat keluar dari kamar, tetapi berusaha tenang saat berhadapan dengan Kiara.
"Apa yang terjadi?" tanya Kiara pelan. Matanya memandang gadis di hadapannya dengan heran. Kiara berusaha melihat keadaan di dalam kamar.
"Tidak apa apa." jawabnya cepat. Ia tak memberi celah pada Kiara saat matanya penuh selidik.
Kemudian pintu ditutup dengan hati hati.
"Begini, A- aku disuruh keluar sebentar untuk menyampaikan pesan pada nyonya Sill. Ini ... mendesak." katanya terbata.
Kira mendengarkan dengan serius tanpa curiga. Ia berusaha menangkap apa yang ingin disampaikan perempuan di hadapannya.
"Mm anu, Kau bisa masuk untuk mengantarkan pesanannya. Aku segera kembali. Tuan Yas menginginkan camilannya."
Kiara tersentak kaget. Ia hampir lupa dengan troli yang ia bawa. Minuman dan camilan di bawah sana tampak semakin dingin.
"Baiklah. Aku mengerti" imbuhnya segera.
"Anu, tolong jangan terlalu berisik, dan letakan makanannya dengan hati hati. Taruh semuanya di atas meja. Ini permintaan tuan Yas."
Sekali lagi kiara mengangguk. ia merasa mendapat pencerahan dari wanita tadi. Bagaimanapun ia sangat takut ketika ingin menekan Bell. Tapi sekarang ia mengerti berkat wanita ini. "Terimakasih sudah memberitahuku. Aku akan segera. Tuan di dalam pasti sudah menunggu lama."
"Ya tentu. Silahkan."
Gadis bergaun putih itu membukakan pintu dengan pelan. Ia berusaha menyuruh Kiara untuk masuk secepat mungkin. Tak ada rasa curiga saat kiara melangkah. Matanya tidak bisa berfokus dan menangkap apa yang terjadi di dalam sana. Ia hanya fokus melihat meja besar di depan televisi untuk tujuan akhirnya.
Suara pintu terdengar dikunci. Kiara menoleh dengan pasti. Kesadarannya seperti kembali setelah mendengar bunyi itu.
Akhirnya ia menatap pasti dengan penuh kesadaran, matanya awas dengan kaki yang bergetar hebat.
Pecahan beling berserakan, buku buku tebal berceceran di lantai, kamar ini persis medan perang.
Kiara membulatkan matanya. Jantungnya berpacu tak menentu, jelas ia melihat seorang lelaki dengan jas coklat ter-engah engah di sudut sana.
"Nona? Bagaimana bisa kau meninggalkan aku dengannya seperti ini??" ia terisak, suaranya hampir tak terdengar.
"Dasar sampah."
Suara lelaki di hadapannya terdengar menyeramkan, membuat Kiara nyaris melompat dengan tubuh gemetar.
Walau tergeletak di bawah tak menutup kemungkinan ia tidak akan macam macam. Kiara kalut dalam ketakutannya sendiri.
Tak lama, lelaki yang katanya bernama Yas itu bangkit perlahan, dengan tertatih dan tubuh yang kelelahan, ia berusaha mendekati Kiara. meraih apapun yang tersisa untuk dijadikan senjata.
Kira beringsut mundur, jemarinya terlepas dari troli di hadapannya. Ia tersungkur dan ambruk menabrak pintu. Pada akhirnya tak ada yang biasa ia lakukan untuk bertahan sejauh ini.
"Prang"
Lagi, sebuah benda beling terlempar sembarang. Lelaki itu menggila dengan seluruh amarah yang ada.
Kiara berusaha bangkit. Ia tak ingin dirinya terluka dan mati konyol. ia kerahkan semua tenaga. Namun apa yang bisa diharapkan? sebelum melihat dan berada di kamar ini saja nyalinya menciut, pada akhirnya semua hanya sia sia.
Langkah demi langkah bagai hitungan mundur, Kiara tak berkutik, ia semakin terpojok. Lelaki itu semakin mendekat, ia meraih botol alkohol di atas troli dengan sempoyongan. Tujuannya sangatlah jelas, dari sorot mata dan gerak tubuhnya mengatakan, aku harus m e m b u n u h siapa saja yang berada tak jauh dari ku. itulah yang dipikirkan Kiara kini.
"Kau... Mendekatlah" ucapnya penuh amarah.
Sepontan Kiara menggeleng, ia masih optimis ingin menyelamatkan diri. "ti - tidak. Tolong ma- maafkan aku!"
Yas menarik nafas dalam, tatapannya semakin menyeramkan, "KEMARILAH SAAT AKU MEMINTANYA BAIK BAIK SIALAN." suaranya meninggi. menggema diseluruh ruangan tanpa kecuali.
Yas berusaha melihat dengan tenang, obat yang diberikan wanita tadi benar benar memperburuk penglihatan dan hasrat tubuhnya. ia berusaha fokus sekuat tenaga.
Sejenak, Yas mematung. Ia berpegangan erat pada troli di sisinya, matanya menyipit sempurna, melihat dengan seksama wanita berbaju putih di sudut pintu sana. Berulang kali ia memutar waktu, walau kurang sadar, bukankah mereka adalah wanita yang berbeda? ucap Yas dalam benaknya.
"SIGHHHHHHH" Decaknya penuh amarah. "Siapa kau?"
bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments