Waktu terus berjalan, hari terus berlalu, perjalanan dan kisah yang kini Kiara lewati terasa semakin bermakna.
14 hari 12 jam, waktu yang telah ia habiskan untuk menekuni pekerjaannya sebagai pengantar minum di Barr Skye.
"Bagaimana harimu? Kita sudah lama tidak makan bersama?" tanya seorang perempuan di sebrang telfon.
Kiara menghela sejenak. Mengumpulkan kata perkata yang akan enak didengar oleh Bella sahabatnya. "Aku baik ... mm, semoga selalu baik. Maaf, akhir akhir ini, Hotel dan Barr semakin ramai. Kau tau kan, musim liburan sedang berlangsung?"
"Tentu, Aku hanya..." Ada perasaan kecewa yang harus Bella sesap. Nyatanya dua minggu setelah kesibukan Kiara, membuat ia dipeluk kesepian.
"I'm really sorry, I'm not a good friend."
"Heii... Aku tidak pernah mengatakan itu. Aku sedikit kesepian. Hanya itu."
Kiara tertunduk lesu, wajahnya muram dan sedih, berat untuknya mengabaikan sahabat yang selalu membantunya. Tapi mau bagaimana?
Suara seorang perempuan dari balik pintu terdengar nyaring. Beberapa kali ia memanggil nama Kiara dengan lantang.
"Apa kau di dalam?" tanyanya tanpa basa-basi. "Cepatlah"
"Ya. Aku akan datang" sambungnya kemudian.
Suara ketukan sepatu pantovel dari wanita tadi mulai menjauh, bersamaan dengan itu, Kiara kembali bersuara untuk temannya.
"Bell, maaf. Tapi aku harus bekerja sekarang."
"Tentu. Jangan terbebani. Aku akan mampir jika senggang."
"Baiklah. Aku menantikan itu."
Akhirnya mereka menutup panggilan satu sama lain. Gegas kiara mengganti pakaiannya dengan seragam. Tak ada waktu, ia datang saat pergantian shif bekerja dimulai, lalu harus menyisihkan waktu saat Bella ingin bicara. Sekarang, pastilah sudah sangat terlambat.
Kiara keheranan, saat semua orang terlihat panik dan gugup dengan raut wajah sedikit tegang.
"Ada apa?" tanyanya pada gadis imut berambut bob di sebelahnya.
"Nyonya Sill meminta kita untuk berkumpul. Makanya aku menyuruhmu cepat."
"Tapi kenapa dengan raut wajah mereka?"
Sekilas temannya melihat perasaan yang sama, dan mengatakan, "Entahlah. Aku hanya mendengar ada sesuatu yang penting?"
Dua gadis itu bersikap kebingungan lantaran situasi yang tidak biasanya.
"Jangan terlalu santai. Nyonya Sill akan segera tiba!" tutur gadis ber hils tinggi dari belakang.
Gadis berambut bob itu menoleh, mengerutkan dahi dengan keheranan, "Kau tidak memakai seragam mu, Sera?"
"Hari ini aku akan jadi gadis penghibur, Vio." senyum bangga tergambar jelas dari bibir merahnya.
"Bagaimana bisa?" ucap Kiara sepontan.
Sera, membusungkan dada dengan bangga. Tatapan matanya yang nakal membuat Kiara mengangkat bibir atasnya.
"Kadangkala kau harus berkorban untuk sesuatu yang tidak kau inginkan. Walau menjijikan, aku mengakui ini adalah jalan penyelamatku.
Vio semakin menyipitkan mata. Apa yang seniornya sampaikan benar benar tidak ia mengerti.
"Ada tamu penting. Junior atau pemula seperti kalian biasanya memang di kumpulkan, nyonya Sill akan menjelaskannya nanti."
"Bukannya tamu di sini memang penting?" tanya Kiara terus terang. Vio mengangguk angguk tanda setuju.
"Tentu. Tapi yang kali ini sangat penting. Maksudku SANGAT SANGAT penting. Yah pokonya kalian akan terkejut."
Vio membenarkan posisinya dengan tegap, lalu menatap Sera serius, "Sebelum tamu ini ada pun, kami selalu terkejut. Entah karena rambutnya yang hilang separuh, perutnya yang mengembang menakutkan, atau karena wajah yang tiada duanya. Bagiku itu sangat cukup membuat aku terkejut. Lalu apa lagi yang harus dikejutkan?"
Sera menatap juniornya tidak percaya, "Hei, kau akan dihukum jika terdengar oleh nyonya Sill. Jaga mulutmu, Vio." ancam Sera .
Kiara berfikir sejenak. Ketegangan ini masih terasa, ia benar benar tidak dapat menahan diri untuk bertanya, "mungkin ini terdengar tidak sopan, tapi kenapa hanya junior yang dikumpulkan? Bukankah lebih bagus para senior yang melakukannya?"
"Itu poin penting, kau tanyakan itu pada Nyonya Sill.
Kalian tau, tamu ini adalah temannya Boss besar.
Sayangnya, tempramen dan sikap tamu ini benar benar nol, bicaranya juga kasar, tatapannya menakutkan, ia selalu marah marah tiap kali datang.
Bahkan ada satu hal yang dulu membuat Heboh!"
Dengan serius Kiara dan Vio bertanya hal yang sama secara bersamaan, "apa itu?"
Sejenak Sera terdiam, mengingat ulang masa lalu yang jadi rumor tak sedap di Bar Skye, ia menatap kedua juniornya dengan ekspresi ketakutan, "Ada yang hampir terbunuh dalam ruangan itu."
Kiara dan Vio tercengang. Adalah hal lumrah yang sering ia temukan jika pengantar minum sering kena getahnya. Namun itu masih dalam batas wajar. Tomi juga bukanlah orang yang tidak bertanggung jawab, jika getahnya hanya sebatas menerima makian karena pengaruh alkohol, penjaga penjaga di depan pintu seringkali menenangkan tamu. Tapi, kenapa sampai ada yang terbunuh??
"Aku harus pergi, tamu ku sudah datang. Semoga harimu menyenangkan."
Sera, gadis jangkung itu melenggok meninggalkan dua gadis yang masih terbujur kaku dengan tatapan kosong seolah kematian berada di hadapan mereka. Padahal, masih banyak informasi yang ingin keduanya gali.
Sesaat dalam kesadaran yang masih di awang awang, nyonya Sill memperlihatkan batang hidungnya dengan sorot yang juga menegangkan.
"Selamat malam. Aku meminta kalian untuk berkumpul karena ada tamu penting. Kalian tidak akan tahu, tapi seseorang ini sudah jadi pelanggan tetap sebelum Barr ini besar. Beliau bahkan royal pada Bos besar dan ikut andil memajukan Barr ini."
Terlihat para junior mendengarkan arahan Sill dengan serius,
"Aku tidak akan banyak bicara. Hanya satu hal yang aku titipkan pada kalian. Jangan usik dan buat ia marah. Aku hanya bisa memperingatkan itu."
Kiara mengangkat tangan dengan wajah tegang. Gagap ia membuka mulutnya, "maaf nyonya Sill. Tapi kenapa hanya para junior yang diberi perintah?" akhirnya pertanyaan itu lolos.
"Aaah. Ini pertanyaan yang menarik. Sebelumnya tidak pernah ada yang bertanya demikian. Kiara kau sangat teliti." Nyonya Sill tersenyum manis menatap semua junior di tempat. (pemula/anak magang).
"Sekali lagi maaf nyonya, Sill."
"Tidak apa. Aku malah senang. Tidak ada Senior yang aku kumpulkan itu karena, tidak ada yang mau ketika aku tawari."
Semua junior terlihat semakin bingung, mereka saling tatap dalam bungkam. Ada segudang pertanyaan dalam benak mereka.
Nyonya Sill melangkah pelan, menyusuri tiap junior yang berdiri saling berhadapan, "Lebih detailnya seperti ini. Karena mereka pernah berada di posisi itu, ketika mereka diberi kesempatan lagi, mereka menolak dengan keras. Aku bisa apa? Memanfaatkan junior adalah langkah terakhir yang aku bisa."
Semua orang tersentak kaget. Nyonya Sill adalah orang yang tidak mudah terbuka. Tapi kenapa dengan malam ini?
"Maafkan aku. Ini terdengar jahat. Tapi tidak akan berlangsung lama. Percayalah!!" ia menatap semua junior dengan senyuman ancaman.
"Aku tidak akan memilih diantara kalian. Nasib kalian ada pada tangan kalian sendiri. Ada kertas pesanan yang akan kalian ambil untuk para tamu. Dan tamu penting yang dirumorkan mengerikan ini ada di kamar 107."
Suasana semakin tegang. Wajah wajah ketakutan itu tidak bisa berbohong. Mereka mendengar desas desus, sekarang hanya tinggal menentukan nasib.
Secara bergiliran mereka mengambil kertas pesanan, kertas yang diberi amplop merah pekat sehingga tak dapat terdeteksi angka dan hurufnya.
Mereka berbaris rapih, memegang kertas itu dengan gemetar hebat. Beberapa detik lagi orang pertama akan bersuara.
"Kamar 203, Brendy dan Bir". Suara gadis mungil itu menghela syukur. Teman temannya semakin tegang menunggu giliran.
"Kamar 409, Soju, Wisky, dan sebotol Rum."
Bergiliran satu persatu mereka membaca pesanan. Tak satupun dari mereka yang tak gugup. Bahkan Vio berwajah pucat pasi kini.
Ia menarik nafas dalam, tangannya gemetar membuka amplop, lalu sedikit demi sedikit melihat angka yang tertulis
"1 .
0.
9 ... " Vio hampir menangis saking terkejutnya, semua orang jadi semakin berdebar.
"Mengapa kau menyebutkan angkanya satu persatu. Membuat suasana jadi semakin suram saja." sahut seorang gadis yang lain.
Nyonya Sill tertawa pelan, menatap Vio dengan lembut dan berkata, "Itu bukan kamarnya. Pergilah dengan aman, minta disiapkan pesanannya."
Satu persatu junior berkurang. Sejauh ini semua masih sama. Berdebar dan menakutkan katanya.
Masih tersisa lima orang yang harus membuka amplop.
"Pesanan dengan segelas Vodka, Wisky, dan Margarita, aku minta camilan manis dan asin. Siapkan Burger dengan keju tanpa Tomat. Kamar 107."
Ke empat junior terkulai lemas di lantai. Ini tantangan yang sangat gila. Bagaimana bisa Kiara membacakan pesanan se tenang itu dengan kaki yang kokoh tanpa getar.
"Dia menangis" ucap nyonya Sill dengan tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments