Episode 2

Hari pertama semenjak kedatanganku terasa sangat membahagiakan untuk kami sekeluarga, beberapa waktu lalu terpisah cukup lama. Banyak cerita yang akhirnya mengubah-ubah ekspresiku kala kami bertukar kabar misalnya, saja kala mama menyampaikan kabar mengenai Paman Danu.

Paman Danu adalah kerabat dari Ayahku. Beliau dulunya sangat kaya, namun kini, keluarganya dikejar-kejar rentenir. padahal dulu Paman Danu yang paling hebat dalam masalah keuangan dan jangan lupakan jika keluaraga paman Danu juga orang pertama yang mencaci maki kami kala kejadian itu.

Ada pepatah yang mengatakan sudah jatuh ditimpa tangga pula, nah pepata itu terjadi pada kami gara-gara keluarga paman Danu. Keluarga paman danu paling semangat mensponsori baju seragam di hari H untuk semua keluarga, dan salon, eghh ternyata egh ternyata, walaupun sukses jadi nona muda di keluarga brawijaya tapi ditinggal pergi oleh suami membuat keluarga paman danu meminta semua uang yang mereka keluarkan.

ayah tidak tanggung-tanggung harus menggeluarkan hampir 65 juta hanya sebagai ganti rugi padahal saat itu juga keuangan kami menipis tapi ya emang namanya lintah, ngak bakal lepas kalo ngak kenyang jadi mau tidak mau kami menggantikannya.

Tahu dari mana uang itu ada? Dari hasil isi undangan alias pemberian orang lain. hal itu juga yang membuatku tidak bisa mengangkat kepala setinggi dahulu karena dari kerja keras mereka aku bisa membayar utang.

Kejadian itu sudah kulewati namun rasanya dendam, amarah, kekecewaan, sedih dan malu masih melekat erat dalam tubuhku, walaupun kabar yang kudapatkan dari ayah dan ibu tidak hanya soal paman danu dan keluarga tapi menurutku itu yang sangat menarik.

Canda tawa kami lakukan dikediaman baru, walaupun suasananya sedikit berbeda tapi kebahagian itu masih bisa kami tuangkan dalam rumah kecil kami yang sekarang ini. Banyak hal yang awalnya biasa saja tapi dalam sudut pandang ibu menjadi sesuatu yang lucu.

Misalnya saja perdebatan tetangga hanya karena persoalan sampah, tukang sayur yang telat atang hingga kala ibu merusak kemeja kerja ayah.

Pengalaman mereka kala pertama kali pindah di rumah ini serasa tidak ingin ku lewatkan karena memang banyak informasi yang ku dapat.

Banyak hal yang kami bicarakan tapi menggenai paman danu tidak berhenti ku telisik dari tadi, Cerita tentang paman danu adalah sesuatu yang menarik untukku.

Mungkin jahat jika bahagia dalam penderitaan mereka tapi entah kenapa aku sangat bersyukur karena karma bekerja tanpa pamrih pada paman Danu.

“syukurin, itu memang harus mereka dapatkan sedari awal” kataku dengan tertawa senang.

“huss jangan gitu agh. Orang kena musibah yag di kasihani, di bantu jangan malah bahagia di atas penderitaan orang lain Dewi” tegur ayah dengan bijak.

“kalimat itu seharusnya mereka hatamkan saat kita yang kena musibah itu ayah, tapi kenyataanya gimana?. Mereka bukannya membantu mencari ******** itu malah mempersulit kita kan?” protesku tidak terima.

“mereka memang salah, kita yang sudah sadar itu salah jangan melakukan pada orang lain” kata ayah lagi dengan lembut.

“yayaya. Tidak semua orang baik seperti ayah dan ibu. tidak semua orang bisa memaafkan dan aku salah satunya” jawabku acuh.

“menyimpan dendam ini membuat perasaan dan pikiranmu terusik, coba deh iklaskan maka tanpa kau pinta semua sejalan dengan ke hendak allah. Sekarang buktinya, tanpa kia turun tangan, allah membagikan takdir, rezky dan ujian pada setiap umatnya kan?” nasehat ayah lagi.

“mmm. Ayah ini, paling nganggu deh kalo wanita lagi ghibah” kata ibu dengan wajah cemberut dan pura-pura kesal.

“ghibah tuh hanya di lakukan orang kurang kerjaan. kewajiban menyembah allah, gih sholat thobat terus tidur” perintah ayah sambil beranjak meninggalkan kami di ruang tamu.

Itu perkataan ayah, tapi aku dan ibu malah melanjutkan pembicaraan kami tentang keluarga lainnya.

Pembahasan kami tidak hanya itu-itu saja sebenarnya, karena dari ibu aku tahu kalu rumah ini sebenarnya masih dalam masa anggsuran, pekerjaan ayah yang semakin membaik, tetangga yang cukup brisik dan biaya listrik, letak pasar dan yang lainnya.

Malam sudah sangat larut tapi aku bukannya mengistirahatkan tubuh di kamar yang akan menjadi kamarku mulai hari ini, aku malah masuk ke dalam kamar kedua orangtuaku. Pintunya memang tidak di tutup jadi aku bisa masuk, dengan mudah.

Dalam kamar itu, kulihat ayah sudah berbaring nyaman dengan piayamanya sedangkan ibu baru saja bersiap untuk berbaring.

Entah kenapa sikap kekanak-kanakanku muncul hingga aku tidur diantara ayah dan ibu. ibu yang melihatku seperti itu bukannya kesal malah berkata

“kamu ini, sudah jadi istri orang tapi kok masih kayak anak TK sih?” katanya gemas sembari mencubit pipi tembemku.

“Setua apa pun aku, bagi kalian aku masih anak kecil. Lalu kenapa tidak boleh tidur sama ayah dan ibu”

“bukan tidak boleh, tapi lihat. Tubuhmu sudah setinggi dan sebesar ibu tapi selalu bisa nyelip antara kami. Ranjang kecil kami tidak muat nyonya” ejek ibu.

“Ayolah bu, aku rasanya rindu banget sama pelukan ayah ma Ibu” jawabku memeluk ibu dengan sangat erat.

“ingat, tapi cuman malam ini ya” kata ibu memperingatkan.

“mmm..” gumamku sambil memejamkan mata dan mencari kenyamanan.

“Dewi” panggil ibu tiba-tiba

“ya” jawabku

“kamu sudah tahu kabar tentang suamimu?” tanya ibu serius hingga membuatku membuka mata dan menatap ibu dengan serius pula.

“mmm”gumamku ragu.

“bagaimana?” tanya ibu dengan menatapku intens tepat pada bola mataku namun malah kujawab acuh dengan ucapan

“mati, happy ending” ujarku menutup mata lalu bersiap tidur.

Ayah ternyata terbangun dari tidurnya, pembicaraanku dengan ibu ternyata di dengar ayah. Ayah malah menyela percakapan kami dengan ucapan.

“yang mati itu hewan, suamimu manusia jadi yang tepat mungkin meninggal”

“bentuknya doang yang manusia kelakuannya yang hewan mana suka bilang guk guk” kelakarku namun ayah tidak tertawa, ayah malah memelukku dan berkata

“kamu ini, mulut dan otak memang butuh di install ulang biar bisa sopan dikit”

“iss emang aku kumputer?” kataku dengan bibir cemberut.

“bukan tapi tukang gibah, tukang umpat tapi sayangnya anak ayah yang paling ayah sayang”

“paling disayang Karena anak satu-satunya kalo ada yang lain ma dia acuhin aja yang ini” koreksi ibu.

“ighh apaan sih ibu” kataku manja.

“sudah, sudah sekarang tidur. Masih ada hari esok untuk buat dosa” kata ayah sambil memelukku.

Hari ini ku jalani dengan rasa bahagia yang tidak bisa ku ukur dengan materi, jika waktu bisa di hentikan. Ku harap orangtuaku tidak akan pernah menua dan mereka akan selalu bersamaku di muka bumi ini untuk mencari kebahagian yang entah seperti apa wujudnya.

Terpopuler

Comments

Fatma ismail

Fatma ismail

duh...ayah kata katanya ..suka bener😂😂😂😂

2021-07-07

0

Ibunya a adib

Ibunya a adib

untungnya gk suka gibah jangan kan gibah gaul sama orang aja aku gk mau ,ingat kta suami jangan dekat tetangga suka ada omongan apa2 ya gtu lah dekat juga gk jauh jga gk ya biasaa aja

2021-03-29

0

Yunni Kris Budi Yanthi

Yunni Kris Budi Yanthi

Ya, kbhgiaan itu trletak dri bgtu besar prhtian ortu trhdp ank nya, krn orgtua bisa mnjadi TAMENG saat da senjata yg akn mlukai ank nya, ortu jga tmpt brlindung TERINDAH dri sgla mcm prsoalan hidup, & Pemberi Nasehat terbaik saat mslh dtg dlm hdp kita, mka bhgiakanlah ortu kita slma nafas d kandung badan

2021-03-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!